PIRAMIDA.ID- Charles Darwin punya beberapa ide bagus. Salah satu yang paling terkenal ialah teori evolusi melalui seleksi alam, yang menjelaskan banyak hal tentang kehidupan di Bumi yang kita ketahui sekarang. Tapi ia juga memikirkan banyak pertanyaan lainnya.
Dalam surat kepada seorang kawan, ia mengemukakan gagasan tentang bagaimana kehidupan pertama kali terbentuk. Kira-kira 150 tahun kemudian, surat itu tampak bagaikan ramalan.
Tidak seperti yang dipercayai kebanyakan orang, Darwin bukanlah orang pertama yang mengusulkan bahwa spesies berevolusi.
Gagasan bahwa populasi hewan berubah seiring waktu, sehingga misalnya jerapah saat ini memiliki leher yang lebih panjang daripada nenek moyang jauh mereka, banyak dibahas pada tahun 1800-an.
Kontribusi utama Darwin ialah menguraikan mekanisme perubahan itu: seleksi alam. Idenya ialah hewan dalam suatu spesies bersaing satu sama lain untuk mendapatkan makanan, tempat berlindung, dan pada akhirnya kemampuan untuk bereproduksi.
Hanya yang terkuat, artinya mereka yang paling bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, yang akan sukses berkembang biak, sehingga sifat menguntungkan mereka akan diteruskan ke generasi berikutnya dan menjadi lebih umum.
Jadi, jika leher panjang adalah hal yang bermanfaat bagi jerapah, dari generasi ke generasi jerapah dengan leher yang lebih panjang akan berkembang biak hingga mencapai panjang leher yang optimal. Darwin mengemukakan hal ini dalam karyanya tahun 1859, On the Origin of Species.
Fakta evolusi menyimpan isyarat tentang bagaimana kehidupan dimulai. Evolusi memberi tahu kita bahwa spesies-spesies yang tampaknya berbeda pada hakikatnya merupakan kerabat jauh, diturunkan dari satu nenek moyang yang sama.
Misalnya, kerabat terdekat kita yang masih hidup adalah simpanse: nenek moyang kita bersama hidup setidaknya tujuh juta tahun yang lalu.
Lebih jauh lagi, setiap organisme hidup diturunkan dari satu populasi nenek moyang yang biasa disebut Leluhur Umum Universal Terakhir (Last Universal Common Ancestor, Luca). Mereka hidup lebih dari 3,5 miliar tahun yang lalu ketika planet ini baru terbentuk.
Namun, teori evolusi tidak memberi tahu kita tentang bagaimana kehidupan pertama terbentuk:.
Teori ini hanya memberi tahu kita mengenai bagaimana dan mengapa kehidupan yang ada saat ini berubah.
Bagaimana kehidupan bermula?
Penelitian mengenai asal usul kehidupan tidak dimulai sampai tahun 1950-an. Saat itu banyak ilmuwan yang menduga bahwa kehidupan dimulai di lautan.
Gagasan yang muncul kala itu ialah banyak bahan kimia berbasis karbon terbentuk di planet Bumi yang masih muda dan kemudian larut di lautan, menjadi kental dan terkonsentrasi. Teori yang dikenal sebagai teori “sup purba” ni diusulkan pada 1920-an oleh seorang ahli biologi Soviet bernama Alexander Oparin.
Pada tahun 1953, seorang mahasiswa muda Amerika bernama Stanley Miller menunjukkan bahwa asam amino, bahan penyusun protein, dapat terbentuk dalam suatu peralatan sederhana yang meniru kondisi atmosfer dan samudra di Bumi purba.
Gagasan bahwa kehidupan bermula di lautan terus berdengung selama beberapa dekade, tetapi ada masalah yang jelas. Lautan begitu besar, jadi kecuali bahan kimia berbasis karbon terbentuk dalam jumlah yang sangat banyak, mereka mungkin hanya akan mengambang selama bertahun-tahun dan tidak akan pernah bertemu satu sama lain.
“Anda akan memiliki begitu banyak air dan terlalu sedikit molekul,” kata Claudia Bonfio dari MRC Laboratory of Molecular Biology di Cambridge, Inggris.
Salah satu teori alternatif yang banyak didiskusikan ialah kehidupan dapat dimulai dalam ventilasi alkali seperti yang ada di Kota Hilang di tengah samudra Atlantik. Di sana, air panas dan kaya mineral dari bawah dasar laut mengalir melalui bebatuan dan membentuk menara-menara berwarna putih.
Ventilasi adalah sumber energi kimia yang kaya sehingga bisa mendorong pembentukan organisme pertama. Tetapi menurut telaah yang diterbitkan pada Mei 2020, “sintesis langsung asam amino atau basa nukleotida” – keduanya penting bagi kehidupan yang kita kenali – “belum pernah ditemukan” dalam kondisi ventilasi alkali.
Ini membawa kita kembali pada Darwin.
Surat kepada kawan
Darwin tidak pernah menulis tentang bagaimana kehidupan dimulai dalam buku-bukunya, tetapi ia berspekulasi tentang hal itu secara pribadi.
Bukti utamanya ialah surat yang ia tulis, tertanggal 1 Februari 1871, kepada seorang teman karibnya, naturalis Joseph Dalton Hooker. Surat ini sekarang berusia hampir 150 tahun.
Surat itu pendek – hanya empat paragraf – dan sulit dibaca karena tulisan tangan Darwin yang acak-acakan.
Di dalamnya, setelah diskusi singkat tentang beberapa eksperimen terbarunya tentang cendawan, Darwin menguraikan permulaan hipotesisnya:
“Sering dikatakan bahwa semua kondisi untuk pembentukan organisme hidup pertama ada saat ini, dan mungkin selalu ada. Tapi jika kita bisa membayangkan senyawa protein terbentuk secara kimiawi di dalam kolam kecil yang hangat dengan kehadiran segala jenis amonia dan garam fosfat, cahaya, panas, listrik, dll., siap untuk mengalami perubahan yang lebih kompleks lagi; dewasa ini materi semacam itu [akan] langsung dimakan, atau diserap, yang tidak akan terjadi sebelum makhluk hidup terbentuk.”
Ini perlu sedikit penjelasan, sebagian karena beberapa gagasannya saling terkait: seolah-olah Darwin memikirkan hipotesisnya sambil menuliskannya. Tapi ide pokoknya cukup sederhana.
Darwin mengajukan gagasan bahwa kehidupan dimulai, bukan di lautan terbuka, tetapi di badan-badan air yang lebih kecil di daratan, yang kaya akan bahan kimia.
Pada dasarnya, ini mirip dengan gagasan “sup purba”, dengan satu perbedaan: di dalam kolam, bahan kimia terlarut akan terkonsentrasi ketika air menguap pada siang hari yang terik. Sintesis bahan kimia kehidupan awal akan ditunjang oleh kombinasi cahaya, panas, dan energi kimia.
Dalam banyak hal, gagasan Darwin sangat tidak lengkap, tetapi ia tidak dapat disalahkan untuk itu. Ia menuliskannya sebelum penemuan asam nukleat seperti DNA, sebelum ahli biologi mendapatkan pemahaman apa pun tentang gen, dan ketika cara kerja sel hidup sebagian besar masih merupakan misteri.
Darwin membayangkan bahwa kehidupan dimulai dengan protein, tetapi tidak ada yang benar-benar tahu apa itu protein. Baru pada tahun 1902 para ilmuwan memahami bahwa protein adalah rantai asam amino.
Tetapi garis besar pokok teori itu masih dipertimbangkan hingga hari ini, dan banyak peneliti yakin bahwa itulah penjelasan terbaik yang kita punya tentang asal mula kehidupan.
Panas dan cahaya
Seorang ilmuwan yang meneliti tentang lingkungan kolam ialah Lena Vincent dari University of Wisconsin-Madison. Ia berusaha membuat kumpulan-kumpulan zat kimia yang menyalin diri mereka sendiri sebagai kelompok.
Contoh paling sederhana ialah sepasang zat kimia A dan B, dengan setiap zat mampu membuat yang lain, jadi A membuat B dan B membuat A. Pasangan zat kimia itu akan mampu memperbanyak diri sendiri, meskipun masing-masing tidak bisa melakukannya sendirian. Pada kenyataannya, kumpulan zat kimia tersebut lebih rumit dari itu, tapi prinsipnya sama.
Satu hal yang penting, Vincent menjalankan eksperimennya di permukaan mineral. Jika zat-zat kimia penting berada di permukaan mineral, “mereka lebih mungkin untuk bereaksi dan saling kontak satu sama lain,” ujarnya.
Zat-zat kimia itu juga bisa berkompetisi untuk menempel pada mineral.
“Kami pikir itu bisa menciptakan lingkungan yang dibutuhkan untuk munculnya keunggulan kompetitif dan barangkali prekursor untuk evolusi.” Kolam, karena sifatnya, dikelilingi oleh permukaan mineral seperti tanah liat.
Ada juga banyak bukti bahwa radiasi ultraviolet dalam sinar matahari dapat mendorong pembentukan bahan kimia penting pembentuk kehidupan — terutama RNA, asam nukleat mirip DNA yang dianggap sebagai komponen krusial dalam pembentukan kehidupan pertama.
Proses seperti itu hanya dapat terjadi di tempat-tempat yang cukup terang — yang lagi-lagi mengarah pada hipotesis perairan kecil, bukan laut dalam.
Salah satu penelitian kunci dalam membuktikan hipotesis ini dilakukan oleh John Sutherland dari MRC Laboratory of Molecular Biology di Cambridge, Inggris.
Pada tahun 2009 ia mendemonstrasikan bahwa dua dari empat blok pembangun RNA bisa terbentuk dari bahan-bahan kimia berbasis karbon sederhana, jika mengalami perlakuan sederhana seperti terpapar radiasi ultraviolet.
Sejak itu, ia telah menunjukkan bahwa bahan kimia yang sama, dengan perlakuan yang sedikit berbeda, juga dapat menjadi bahan penyusun protein, atau lipid yang menyusun membran luar sel.
“Ia perlahan-lahan bergerak menuju skenario lengkap untuk sintetis asam nukleat yang panjang dan kompleks,” kata Kate Adamala dari University of Minnesota di Minneapolis.
Terakhir, kolam di daratan bisa kering hampir sepenuhnya selama periode tertentu ketika panas, kemudian terisi lagi ketika hujan. Siklus basah-kering itu bisa memberi dampak besar pada zat-zat kimia pembentuk kehidupan.
Misalnya, eksperimen Sutherland tahun 2009 hanya berhasil membuat dua dari empat bahan penyusun RNA. Pada 2019, sekelompok peneliti di Jerman membuat keempat-empatnya sekaligus.
Mereka menaruh bahan kimia berbasis karbon sederhana dalam air panas di atas permukaan mineral dan berulang kali memaparkannya pada siklus basah-kering. Beberapa hari saja perlakuan ini sudah cukup untuk membuat bahan-bahan penyusun RNA.
Demikian pula, David Deamer dari University of California, Santa Cruz telah menunjukkan bahwa siklus basah-kering dapat mendorong pembentukan “protosel” sederhana, di mana molekul biologis seperti RNA menjadi diselimuti cangkang lipid.
Dan pada 2017 Valentina Erastova, sekarang di University of Edinburgh, menemukan bahwa asam amino saling terkait menjadi protein sederhana pada permukaan mineral yang mengalami siklus kering-basah.
Tempat lahir kehidupan
Deamer berpendapat bahwa “kolam mata air panas vulkanik yang berfluktuasi” adalah lingkungan yang paling mungkin sebagai tempat kehidupan dimulai.
Sutherland juga punya teori alternatif: kawah meteorit, dengan air yang mengalir di sisinya dan bertemu di kolam di bagian bawah. Tidak jelas skenario mana yang lebih masuk akal.
Selain itu, banyak peneliti yang lebih muda mengambil sikap untuk tidak berkomitmen pada satu skenario, dengan alasan kita belum cukup tahu tentang proses yang dapat memunculkan kehidupan untuk mengesampingkan apa pun.
Khususnya, banyak peneliti masih serius mempertimbangkan hipotesis ventilasi alkali meskipun ada masalah dengan teori tersebut.
Bagaimanapun, yang jelas ialah ide Darwin sangat maju. Ia membayangkan kebutuhan berbagai zat kimia untuk terkonsentrasi dalam ruang kecil, dan kebutuhan sumber energi yang bisa mendorong reaksi kimia.
“Seperti banyak ide Darwin,” kata Vincent, hipotesis kolam kecil yang hangat ini “sangat melampaui zamannya”.
Darwin membuat satu argumen lain dalam suratnya. “Proses yang terjadi di dalam kolam kecil yang hangat itu bisa terjadi begitu mudah sehingga mereka terjadi setiap saat,” kata Vincent.
Kita tidak melihatnya mungkin karena, kapanpun protein atau zat kimia sejenis terbentuk secara alami, bakteri yang lapar langsung memakannya.
“Kita bicara tentang asal-usul kehidupan seperti sesuatu yang terjadi jauh di masa lalu,” kata Vincent. “Tapi ini sesuatu yang mungkin masih terjadi hingga saat ini.”(*)
BBC Indonesia.