PIRAMIDA.ID- Pada satu dekade terakhir, telah terjadi gelombang digitalisasi yang kian masuk ke kehidupan masyarakat. Digitalisasi pun mengubah secara drastis perilaku masyarakat, contohnya dalam bertransaksi. Alat pembayaran dalam bertransaksi pun turut bervariasi dengan kehadiran digitalisasi di dunia keuangan melalui uang elektronik.
Pada bulan Maret dan April 2020, Rapyd melakukan penelitian untuk memahami kebiasaan keuangan, metode pilihan dalam pembayaran, pertimbangan dan preferensi konsumen di 8 negara Asia-Pasifik. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam laporan berjudul “Asia Pacific eCommerce and Payments Guide 2020”.
Rapyd melakukan surbei terhadap 4.000 konsumen online – 500 responden per negara. Negara yang disurvei yakni India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand. Survei tersebut dapat menjadi gambaran untuk memahami metode pembayaran yang digunakan konsumen saat ini dan metode pembayaran yang mereka sukai.
Metode pembayaran paling diminati responden
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Rapyd tersebut, ditemukan beberapa fakta menarik mengenai metode pembayaran yang kini tengah diminati oleh para responden. Secara khusus, banyak metode pembayaran yang digunakan oleh masyarakat di Indonesia. eWallet OVO menjadi pilihan yang paling diminati dengan persentase mencapai 69 persen.
Indonesia pun menjadi rumah bagi beragam ekosistem startup yang berdiri dengan konsep metode pembayaran, sehingga startup dengan produknya yang berupa dompet elektronik, transfer bank, dan uang tunai mempertahankan popularitas.
Metode pembayaran menggunakan kartu (cards) masih menjadi pilihan utama sebagai metode pembayaran. Hal tersebut tercermin dalam infografis di atas yakni 4 dari 8 negara yang disurvei, menggunakan kartu sebagai metode pembayarannya.
Metode pembayaran di Indonesia turut berevolusi
Dikutip dari laman Bank Indonesia, metode pembayaran dan alat transaksi di Indonesia serta di berbagai negara lainnya turut berubah seiring dengan perkembangan zaman. Alat pembayaran di Indonesia pun berkembang sangat pesat dan maju.
Semula, transaksi dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran tunai (cash based) kini kian beralih menuju non tunai (non cash based) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based) misalnya cek dan bilyet giro yang menggunakan mekanisme kliring/settlement.
Dan kini dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik melalui eWallet dan alat pembayaran memakai Kartu ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit, dan Kartu Prabayar (card-based). Perubahan metode pembayaran yang diminati saat ini merupakan salah satu dampak perkembangan eCommerce di Indonesia dan juga negara-negara lain.
Menurut laporan Rapyd, Indonesia menjadi salah satu pusat tren eCommerce di Asia Tenggara dengan Bukalapak, Tokopedia, dan Shopee sebagai raksasa eCommerce di Asia Tenggara. Ini menjadikan Indonesia salah satu pasar paling menarik untuk menumbuhkan penjualan online di Asia Tenggara.
Strategi pembayaran pun akhirnya harus mengikuti arus pasar online dan beralih menjadi metode pembayaran secara online. Masing-masing eCommerce pun menawarkan berbagai macam metode pembayaran yang dapat dipilih oleh para pengunjung maupun penggunanya, dan eWallet serta transfer antar bank menjadi dua pilihan teratas sebagai metode pembayaran oleh para pengguna eCommerce.
Rapyd melakukan survei terhadap responden di 8 negara Asia Pasifik di mana separuhnya merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yang Rapdy katakan sebagai “singa eCommerce yang mengaum”.
Langkah yang Bank Indonesia menyikapi digitalisasi di dunia keuangan
Dalam laman resminya, Bank Indonesia memberikan gambaran mengenai tren digitalisasi ekonomi dan keuangan di Indonesia terkait peluang dan risikonya. Dengan adanya inovasi dalam kemudahan serta kenyamanan yang ditawarkan melalui metode pembayaran secara elektronik, namun demikian, kemajuan tersebut muncul bukan tanpa risiko.
Risiko yang paling utama adalah risiko cyber security dan proteksi terhadap pemanfaatan data. Bagai pedang bermata dua, digitalisasi ekonomi dan keuangan nyatanya harus dipayungi regulasi serta perencanaan langkah untuk masa mendatang.
Untuk itu Bank Indonesia menghadirkan Visi Sistem Pembayaran Indonesia dan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Agenda ini diharapkan dapat memberikan arah yang jelas, guna memperoleh manfaat digitalisasi dengan tetap menjamin terlaksananya mandat Bank Indonesia dalam pengedaran uang, moneter, dan sistem keuangan.
Visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 berisi 5 poin yakni:
- Mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan.
- Mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
- Menjamin interlink antara fintech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadowbanking melalui pengaturan teknologi digital (seperti Application Programming Interface-API), kerjasama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.
- Menjamin antara inovasi dengan perlindungan konsumen, integritas dan persaingan serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer (KYC) & Anti-Money Laundering /Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT), kewajiban untuk data/informasi/ bisnis publik, dan penerapan reg-tech dan sup-tech dalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan.
- Menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara kewajiban membayar semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerja sama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.
Bank Indonesia menjelaskan bahwa 5 poin visi SPI 2025 ini akan diwujudkan dalam 5 inisiatif, baik yang akan diimplementasikan langsung oleh Bank Indonesia maupun melalui kolaborasi dan koordinasi dengan otoritas terkait dan industri.
Digitalisasi yang merambah ke berbagai sektor diharapkan dapat dimanfaatkan secara bijak dan optimal sehingga nantinya masyarakat tidak tenggelam dalam arus digitalisasi, melainkan menggunakan arus digitalisasi sebagai media yang dapat memudahkan.(*)
Good News From Indonesia