Jefri Gultom (Ketum PP GMKI)*
PIRAMIDA.ID- Yth
“Bagai kemarau setahun dihapus hujan sehari.’’
Adagium klasik untuk menggambarkan kisah hidup manusia sepanjang tahun 2020, hingga hari-hari ini. Suatu entitas mikropolis tak kelihatan tapi nyata mampu meruntuhkan imajinasi, nalar, serta logika kita tentang pencapaian mutakhir kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi abad ini.
Tahun penuh kejutan. Di satu sisi ada cerita kemilau kemajuan teknologi. Di sisi lain ada kisah kelam krisis global pandemi Covid-19. Catatan cemerlang tentang kecanggihan teknologi memudahkan akses dan koneksi bagi manusia untuk berinteraksi tanpa batas ruang dan waktu.
Kendati teknologi demikian menorehkan cerita kemilaunya, kehadiran pandemi Covid-19 mampu meruntuhkan semua pencapaian mutakhir itu. Rutinitas kita mendadak dibatasi dan dihentikan.
Bagaimana kita berefleksi pada dua fenomena global ini dalam nuansa iman kristiani dengan semangat ‘’ekumenisme’’ dan nuansa kebangsaan dengan semangat ‘’nasionalisme’’?
Dalam tafsiran saya, kontekstualisasi iman beragama adalah soal internalisasi iman dalam konteks. Artinya bergerak dari teologi beragama ke sosiologi beragama. Ekumenisme tidak hanya berurusan dengan dimensi teologis, tapi bertolak ke realitas hidup sosial yakni dimensi sosiologis beragama, yakni semangat nasionalisme.
Pada posisi inilah, sejak berdirinya hingga hari ini dan ke depan GMKI sebagai organisasi kemahasiswaan independen yang berakar pada iman kristiani terus berkomitmen untuk berjuang dan terlibat sebagai mitra kerja strategis sekaligus kritis bagi pemerintah dalam bingkai semangat ekumenisme dan nasionalisme sebagai pedoman gerakan yang berakar dalam gereja dan kedaulatan NKRI.
Pada kesempatan ini izinkan saya untuk merefleksikan gagasan sederhana bagi masa depan GMKI sebagai komunitas intelektual generasi muda Kristen dalam memainkan perannya bagi masa depan peradaban bangsa.
Visi pembangunan pemerintah adalah cita-cita SDM Unggul Menuju Indonesia Emas 2045. Bahwa membangun manusia berkualitas adalah jalan memajukan bangsa. Esensi kemajuan adalah milik bangsa dengan manusia berkualitas.
Era digital ini yang cepatlah yang menentukan. Bukan sekedar pintar apalagi besar. Sehat dan cerdas saja tak cukup. Harus produktif dan berkarakter. Revolusi Industri 4.0 memperlambat langkah bagi mereka yang tak lihai beradaptasi.
Tidak berlebihan mengatakan bahwa Indonesia tengah mengarah ke sana. Meski masih ada sejumlah pekerjaan rumah terkait penegakan hukum, perlindungan hak minoritas, penanganan konflik agraria, optimalisasi pemerataan pembangunan.
Tetapi indikator pembangunan saat ini mulai menunjukkan kemajuan. Setelah membangun infrastruktur fisik, pemerintah sedang fokus pada transformasi SDM dan digital.
Kecanggihan teknologi mengantarkan kita pada tren digitalisasi secara global. Kita seperti hidup dalam keterjebakan. Baru mau mempersiapkan diri dengan komunitas generasi milenial, gelagat Revolusi Industri 4.0 sudah mengepung. Ketika baru ramai berbicara Revolusi Industri 4.0 gejala global sudah mengajak kita ke ambang Revolusi Industri 5.0.
Posisi kontekstual GMKI saat ini sedang dalam ruang networking society. Kondisi transisi dari tren digitalisasi dengan geliat Revolusi Industri 4.0 menuju Revolusi Industri 5.0. Dalam konteks itulah, saya mengangkat tema ‘’Akselerasi GMKI di Era Networking Society’’.
Bpk/ibu yth..
Transformasi organisasi sedang jadi kata kunci. Pertarungannya adalah komunitas aktual vs komunitas virtual. Pergeseran interaksi dari realitas sosial ke realitas virtual. Kekuasaan yang sebenarnya tak kelihatan tapi menguasai dan ikut mengendalikan aktivitas aktual adalah komunitas virtual.
Mereka punya kendali atas jejaring global yang secara diam-diam menjejakkan kakinya melalui alur digitalisasi. Kunci transformasi adalah adaptasi teknologi akselerasi proses pendidikan kader.
Dalam konteks itu, dua tahun diberi kesempatan melayani GMKI, saya bersama teman-teman akan fokus pada beberapa isu pokok sebagai agenda keterlibatan GMKI menjadi mitra kerja pemerintah yang kritis dalam mewujudkan cita-cita SDM Unggul Menuju Indonesia Emas 2045.
Pertama, pengembangan SDM. Fenomena generasi milenial yang adaptif dan kreatif menuntut pola manajemen lebih inklusif. Semua SDM adalah rekan kerja, antara cabang dan pusat lebih pada semangat untuk saling memberdayakan, yakni kolaborasi internal untuk mempersiapkan skema transformasi pendidikan kader secara sistemik mengintegrasikan antara PDSPK dan Renstra RJP 2045 GMKI dengan kreatif dan inovatif.
Kedua, HAM. Persoalan HAM masih ada jarak antara cita-cita kesejahteraan dan keadilan sosial akibat dominasi kelompok elite tertentu yang menguasai ekonomi politik nasional, pelestarian demokrasi yang terganggu karena campur aduk agama dan politik di ruang publik, pola pembangunan yang hanya fokus pada kepentingan investasi tanpa pendekatan inklusif ramah HAM, komitmen dan konsistensi penegakkan hukum yang masih menyimpan banyak catatan kritis dan gelombang protes dari berbagai kelompok masyarakat tentunya menjadi catatan juga buat GMKI untuk memperkuat jalan dialog bersama mitra kerjasama dalam mewujudkan cita-cita HAM berkeadilan.
Ketiga, ekologi. Kerusakan lingkungan akibat gelombang pasar bebas yang berekspansi melalui deforestasi lahan pertanian, dunia energi dan pertambangan oleh kelompok oligarki justru menimbulkan protes balik dari masyarakat karena pola pendekatan pembangunan yang tidak ramah lingkungan.
Aspek ini akan jadi spirit gerakan dua tahun bagi GMKI agar mengedepankan pendekatan inklusifitas pembangunan berkelanjutan.
Keempat, pluralisme. Fundamentalisme agama oleh kelompok tertentu yang menuai gelombang populisme agama secara masif, adanya upaya provokasi pihak luar terhadap posisi Papua yang sebenarnya sudah sah dalam keutuhan dan kesatuan NKRI, gerakan represif kelompok teroris yang masih terjadi, kiranya menjadi alarm bagi GMKI untuk terus mendorong pembangunan nasional berdasar pada pendekatan kemanusiaan, kebudayaan, dan keadilan.
Isu-isu pokok ini akan diterjemahkan melalui dua strategi pendidikan kader yakni formal dan nonformal. Formal berarti mengintegrasikan PDSPK dan Renstra RJP 2045 GMKI dengan STEAM (science, technology, engineering, arts, mathematics) untuk meningkatkan kualitas dan performa SDM, komitmen intelektual anggota, dan transformasi manajemen organisasi.
Di era digital persaingan utama ada pada kreativitas dan inovasi. Maka rekayasa pendidikan non formal adalah sebuah keharusan untuk bisa menjawab tiga tantangan utama infrastruktur eksternal yakni perubahan ekosistem digital, liberalisasi pasar global dan sikap politik organisasi melalui skema Christian Milenial Summit, International Digital Conference, Leadership Performance Character Workshop, dan Integral Ecology Conference.
Cita-cita transformasi organisasi ini seiring dengan visi pembangunan pemerintah saat ini yakni Cita-cita SDM Unggul, Indonesia Maju sebagai fokus agenda Menuju Indonesia Emas 2045.
Yang bisa dilakukan adalah membangun ekosistem agar kreativitas tumbuh, inovasi muncul, dan gagasan baru dilahirkan. Untuk itu, peran komunitas epistemik intelektual semacam kelompok Cipayung Plus penting pada konteks ini. Lewat jalan kolaborasi keberlanjutan kita dipaksa beradaptasi dengan kemajuan.
Di sana akan tampak siapa yang cepat dan meraih manfaat, dan siapa yang tertatih-tatih mengejarnya. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, bersama rekan kerja periode 2020-2022 mengucapkan terima kasih kepada bpk/ibu yang hadir pada kesempatan ini.
Rasa hormat yang tak terhingga untuk teman-teman BPC secara nasional baik yang hadir maupun yang mengikuti secara online. Terima kasih atas kepercayaannya kepada kami untuk melayani GMKI dua tahun kedepan. Mari berkolaborasi untuk akselerasi GMKI yang lebih signifikan dan relevan.
Spesial untuk rekan kerja saya PP GMKI periode 2018-2020. Terima kasih untuk kebersamaan yang membanggakan dan menginspirasi teman-teman cabang secara nasional dan saya secara pribadi merupakan suatu kehormatan bisa bertemu dan berbagi pengalaman belajar bersama.
Sekali lagi terima kasih dan rasa hormat yang tak terhingga, karena telah berkenan mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk singgah sebentar menuliskan kisah hidup bersama GMKI, dan hari ini kisah itu abadi dalam sejarah ruang dan waktu. Mari kita berikan tepuk tangan kepada mereka.
Dengan ini saya ucapkan selamat datang di barisan para mantan.
Akhir kata, bukan sebuah kebetulan ketika GMKI memilih kongres di sebuah kota dari ufuk timur, Manokwari Papua Barat yang secara geografis wilayah dimana cahaya terang mengantar kepergian gelapnya malam di pagi hari untuk Indonesia.
Artinya, matahari selalu terbit dari ufuk timur tapi mengapa segala aktivitas dimulai dari barat. Mungkin itu peristiwa alam yang secara alamiah merestui GMKI untuk bertransformasi menuju akselerasi era networking society.
Seperti yang tertulis dalam Wahyu 21;1-5; ‘’Lihatlah, Kristus Menjadikan Semuanya Baru’’. UOUS!*)