Oleh: Yarni Niat Iman Laia*
PIRAMIDA.ID- Rumah produksi Multivision Plus ‘mengulang’ momen bersejarah tentang tiga sosok atlet panah wanita yang sempat membawa nama Indonesia harum di ajang Olimpiade di tahun 1988. Sejarah itu diramu dan diangkat ke layar lebar dalam film berjudul ‘3 Srikandi’.
Dikisahkan pula, tiga gadis dari latar belakang dan daerah yang berbeda. Nurfitriyana Saiman atau Yana (BCL), Kusuma Wardhani atau Suma (Tara Basro) dan Lilies Handayani (Chelsea Islan). Yana, dalam tahap menyelesaikan skripsi, harus menghadapi ayahnya yang keras dan otoriter. Suma, diharapkan oleh keluarganya untuk melamar menjadi pegawai negeri.
Sedangkan Lilies, harus menghadapi tuntutan ibunya, menikah dengan pria pilihan ibunya. Ketiga gadis ini bertemu setelah ketiganya terpilih lewat Pelatnas cabang olahraga Panahan, mewakili daerah mereka masing-masing.
Bentuk keadilan gender yang bisa kita lihat dari film tersebut, yaitu di mana di film tersebut mengambil peran wanita sebagai tokohnya, jadi di film tersebut tidak hanya 1 tokoh perempuan melainkan 3 sosok perempuan, di mana masing-masing dari tokoh tersebut memiliki karakternya sendiri.
Di dalam film ini dimunculkan berbagai karakter dari perilaku mandiri dalam konteks pembuktian bahwa perempuan bisa menggeluti apa yang biasanya dikerjakan laki-laki. Mereka membuktikan bahwa sosok perempuan juga bisa membuat bangga keluarga dan bangsa Indonesia dengan semangat perjuangannya dalam meraih kejuaraan memanah di tingkat antar negara.
Jadi di film ini dibuktikan bahwa yang ikut lomba panahan itu bukan hanya kaum laki-laki saja melainkan kaum perempuan juga bisa mengikuti perlombaan atau olahraga panahan tersebut.
Bentuk keadilan kesetaraan gender yang dapat kita ambil lagi dari film 3 Srikandi ini salah satunya, yaitu perempuan mampu memimpin di era sekarang ini. Di mana dulunya perempuan hanya dianggap lemah seperti perempuan hanya boleh bekerja mengurus rumah tangga, padahal banyak perempuan-perempuan Indonesia yang memiliki bakat-bakat terpendam.
Film 3 Srikandi ini mencerminkan kehidupan wanita pada masa era sekarang ini. Film ini juga mampu membuka banyak pasang mata bahwa perempuan itu mampu segalanya, buktinya 3 wanita hebat tersebut mampu mengharumkan nama Indonesia dengan meraih perak dalam cabang memanah. Yang mana olahraga memanah ini sering dilakukan pada kaum laki laki. Tidak hanya itu film 3 Srikandi tersebut banyak memberikan kesan positif kepada masyarakat luas. Semoga akan banyak srikandi-srikandi yang baru untuk mengharumkan nama bangsa Indonesia.
Mengkonstruksikan Kesetaran Gender Pada Film 3 Srikandi
Hal yang mengkontruksi terjadinya kesetaraan gender pada film 3 Srikandi, yaitu karena film 3 Srikandi yang diproduseri oleh Raam Punjabi ini memunculkan tiga tokoh atlet perempuan yang berkesempatan untuk mengharumkan bangsa Indonesia dengan mengikuti Olimpiade panahan di tingkat dunia yang biasanya hanya diperuntukkan bagi laki-laki saja.
Pada film ini juga mengungkap adanya aspek-aspek perilaku dan sifat atau karakter pada perempuan yang membentuk identitas sebagai perempuan terpandang karena dapat berjuang hingga sampai pada tahap olimpiade panahan tingkat dunia. Mereka akhirnya berhasil menjadi juara mewakili Indonesia di ajang memanah tim putri dan menunjukan bahwa perempuan mampu melakukan apa yang dilakukan kaum laki-laki, dan pilihan hidup mereka jalani berhasil membawa mereka kepada kesuksesan.
Dengan kemandirian, keoptimisan, kesungguhan dan semangat mereka dalam mengalahkan tim lawan membuat mereka berhasil mengkonstruksikan identitas dalam bentuk identitas pribadi. Di mana identitas itu didasari pada keunikan karakter pribadi seseorang. Seperti kemampuan, bakat dan pilihan yang mereka punya. Kegigihan dan semangat muda untuk mengharumkan bangsa Indonesia serta memajukan per-olahragaan memanah di Indonesia menjadi pembeda antara diri kita dengan orang lain.
Tidak terlepas dari kemampuan dan talenta mereka masing-masing dalam hal memanah serta semangat dalam melakukan suatu hal yang dijadikan sebagai tameng bagi mereka terlihat berwibawa dan menjadi perempuan terpandang dalam ranah memperjuangkan dan mengharumkan bangsa Indonesia.
Nilai Yang Mewujudkan Kesetaraan Gender Pada Film 3 Srikandi
Nilai-nilai yang terkandung dalam film 3 Srikandi, yaitu nilai mengajarkan arti perjuangan, nilai pengorbanan, dan nilai pertemanan. Nilai-nilai ini termasuk dalam mewujudkan kesetaraan gender pada kaum perempuan karena semangat juang dan pantang menyerah yang dilakukan 3 Srikandi ini dalam hal pertandingan memanah. Bahwa tidak hanya kaum laki-laki saja yang bisa melakukan hal tersebut tetapi kaum perempuan juga bisa.
Mereka akhirnya berhasil menjadi juara mewakili Indonesia di ajang memanah tim putri dan menunjukkan bahwasanya perempuan mampu melakukan apa yang dilakukan kaum laki-laki, tidak terlepas dari kemampuan dan talenta mereka masing-masing dalam hal memanah serta semangat dalam melakukan suatu hal yang dijadikan sebagai tameng bagi mereka terlihat berwibawa dan menjadi perempuan terpandang dalam ranah memperjuangkan dan mengharumkan bangsa Indonesia.
Di sini dapat dipetik pelajaran berharga, perjuangan yang mereka lakukan tidak sia-sia. Perjuangan yang dilakukan dengan ikhlas, penuh tanggung jawab dalam kebersamaan, akan mendatangkan hasil yang sangat bermanfaat. Puncak kesuksesan diraih dengan tidak secara mudah. Perjuangan diperlukan untuk membuktikan, apakah seseorang mampu melewatinya. Perjuangan yang dilandasi dengan pertemanan dan saling mendukung, akan menghasilkan sesuatu yang paling berharga dalam hidup.
Nilai Yang Tidak Mewujudkan Kesetaraan Gender Pada Film 3 Srikandi
Sebagian besar perempuan dengan terpaksa mengikuti standar femininitas yang dibuat oleh society. Namun tentu saja standar femininitas tersebut tidak bisa begitu saja diterapkan kepada seluruh perempuan. Dalam hidup bermasyarakat, terdapat sebuah komunitas perempuan yang dengan susah payah menuruti standar femininitas tersebut.
Sportswomen alias para perempuan yang aktif sebagai pelaku olahraga merupakan sebuah komunitas yang memerlukan usaha yang cukup besar untuk masuk dan sesuai dengan standar yang sudah ada. Seperti penjelasan di atas, nilai yang tidak dapat mewujudkan kesetaraan dalam film ini adalah bisa dilihat dari cara orangtua dalam melihat cita-cita yang diinginkan anaknya. Masalah yang dialami ketiga pemeran utama itu berbeda-beda. Nurfitriyana, misalnya, awalnya tidak didukung oleh ayahnya untuk menjadi atlet. Sang ayah berharap ketimbang menjadi atlet, Yana lebih baik fokus kepada studinya saja.
Kusuma Wardhani, yang akrab dipanggil Suma, juga tidak mendapatkan dukungan penuh dari orangtuanya. Ayahnya mendorong Suma untuk menjadi PNS supaya hidup lebih terjamin. Di sini bisa kita lihat bahwa orangtua mereka menganggap atlet itu tidak terjamin, menganggap atlet itu tidak cocok untuk perempuan karena itu merupakan untuk laki-laki. Mereka masih memandang atlet perempuan pada saat itu masih dipandang sebelah mata oleh berbagai kalangan dimana mereka menganggap masih ada yang lebih baik. Dan hal inilah yang membuat kesetaraan tidak terwujud.
Teori Feminisme Dalam Perspektif Sosiologi Pada Film 3 Srikandi
Visualisasi yang ditunjukkan dalam film 3 Srikandi terkait perempuan feminis mengarah pada feminisme postmodern. Feminisme postmodern merupakan usaha kaum perempuan untuk keluar dari sejumlah peraturan yang mengekang untuk menjadi apa yang diinginkan.
Perempuan dibatasi oleh sejumlah norma, nilai, dan peraturan yang berlaku di suatu masyarakat sehingga tidak dapat menjadi perempuan yang bebas, sehingga feminisme postmodern berusaha membongkar sejumlah konstruksi sosial budaya yang telah berjalan di masyarakat dengan menjadi dirinya sendiri sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Dalam film 3 Srikandi, feminisme postmodern divisualkan melalui karakter tiga tokoh utama yang merupakan seorang atlet panahan perempuan dan mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karakter-karakter tersebut dapat dikelompokkan menggunakan analisis tipologi tokoh melalui fisik dan psikisnya. Yana, Suma, dan Lilies merupakan perempuan yang mempunyai tipologi fisik atletis. Hal tersebut tidak lepas dari profesi mereka yang merupakan seorang atlet dan tentunya banyak melakukan latihan fisik yang akhirnya membentuk postur tubuh atletis.
Meskipun sama-sama memiliki tipologi fisik atletis, mereka mempunyai tipologi psikis yang berbeda. Yana sebagai tokoh yang paling tua di antara kedua temannya dihadirkan dengan tipologi psikis koleris di mana ia sebagai leader mempunyai daya juang tinggi, selalu optimis, dan tidak mudah menyerah. Lain halnya dengan Suma yang dihadirkan dengan tipologi psikis flegmatis yang cenderung penyabardan pendiam.
Sedangkan Lilies sebagai tokoh yang paling muda memiliki tipologi psikis sanguinis yang mana ia dihadirkan sebagai karakter yang periang dan paling usil. Tokoh utama dalam film 3 Srikandi dihadirkan dengan karakter yang berbeda-beda, namun film ini akhirnya mampu menghadirkan feminisme yang divisualkan melalui karakter tiga tokoh utamanya menggunakan analisis feminisme postmodern.
Ketiga tokoh utamanya ternyata merupakan perempuan-perempuan yang mencerminkan feminisme postmodern dalam beberapa adegan yang muncul di beberapa sekuen film yang telah direduksi. Hal ini menjadi bukti bahwa film memiliki kekuatan yang besar dalam membuat persepsi penonton akan karakter tokoh di dalamnya. Terciptanya sosok perempuan terpandang seperti yang dijelaskan di atas tidak terlepas dari kondisi yang terjadi pada kaum perempuan di dua dekade terakhir ini.
Dalam kehidupan bermasyarakat sendiri perempuan telah diakui kemampuannya dalam berbagai hal, baik itu sosial maupun individu. Tidak seperti dahulu kala di tahun 1990-an, perempuan malam menjadi mitos yang berkembang di masyarakat sehingga banyak yang memandang sebelah mata kaum perempuan.
Sehingga tanda-tanda dalam film 3 Srikandi berhasil dimaknai yang memunculkan berbagai karakter dari perilaku mandiri dalam konteks pembuktian bahwa perempuan bisa menggeluti apa yang biasanya dikerjakan laki-laki. Selain itu konteks nasionalisme juga kental terlihat dalam film ini, 3 sosok perempuan berhasil membuat bangga keluarga dan bangsa Indonesia dengan semangat perjuangannya dalam meraih kejuaraan memanah di tingkat antar negara.
Akhirnya diketahui ideologi dibalik pembuatan film ini, yang dicerminkan melalui konteks yang terjadi bahwa sang pembuat film ingin menunjukan kekagumannya terhadap kaum perempuan Indonesia yang pada era ini telah banyak perempuan yang sudah mulai menunjukkan kemampuan dirinya di muka publik dan mampu bersaing dengan kaum laki-laki.
Yang akhirnya sang pembuat film berhasil menyampaikan pesan gerakan feminisme postmodern melalui film 3 Srikandi. Karakter optimis, bersungguh-sungguh, percaya diri, memiliki pendirian yang kuat dan menyebarkan semangat nasionalisme pada film 3 Srikandi ditunjukan dari perilaku perempuan-perempuan yang tidak sering mengeluh, mandiri, percaya akan kemampuan dirinya serta teman seperjuangannya, berani memilih dan bertanggung jawab atas pilihan hidupnya.
Karena adanya faktor pengaruh dari interaksi berupa tekanan dari bapak mereka masing-masing yang tidak mendukung pilihan hidup yang mereka ambil sebagai atlet, yang disebut juga sebagai patriarki privat. Selain itu dukungan seorang teman dan pelatih dapat membentuk karakter seseorang.
Sehingga sosok perempuan dalam film kedua ini terlihat berwibawa dan menjadi perempuan terpandang dalam ranah memperjuangkan dan mengharumkan bangsa Indonesia.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji Jurusan Sosiologi.