Oleh: Vina Oktaviani*
PIRAMIDA.ID- Minyak goreng secara umum terdiri dari dua kelompok, yakni minyak goreng hewani dan minyak goreng nabati. Minyak nabati adalah yang paling banyak digunakan, terutama untuk menggoreng, karena lebih mudah didapatkan.
Minyak goreng nabati ini dapat dibuat dari berbagai sumber seperti kelapa, kelapa sawit, dan kedelai. Di Indonesia minyak goreng nabati yang paling sering digunakan adalah minyak goreng bahan baku kelapa sawit. Minyak goreng dikonsumsi hampir seluruh masyarakat, baik itu ditingkat rumah tangga maupun industri makanan.
Fungsi minyak goreng di kedua tingkat konsumen pada umumnya bukan sebagai bahan baku namun hanya sebagai bahan pembantu. Fungsi minyak goreng sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga dapat sebagai alat peningkat nilai gizi.
Kenaikan harga minyak goreng terjadi di pasar tradisional sejumlah wilayah di indonesia. Sepanjang bulan lalu, minyak goreng menjadi komoditas pangan lokal yang cukup mendapat banyak sorotan. Ini seiring dengan kebijakan pemerintah yang melepas harganya kembali ke pasaran, pergerakan harga sepanjang Ramadan, serta larangan ekspor minyak sawit mentah dan sejumlah produk turunannya.
Minyak goreng sendiri menjadi salah satu bahan pangan yang dipantau pasokan serta kestabilan harganya. Hal tersebut mengingat ketersediaan minyak goreng yang sempat langka di pasaran pada Maret 2022 dan harganya sempat melonjak.
Kondisi perekonomian Indonesia mengalami ketidakstabilan selama pandemi Covid-19 bahkan mengalami penurunan. Namun sektor pertanian adalah salah satu sektor yang masih tetap kokoh dan menjadi pilar utama untuk membantu perekonomian negara, terutama di bidang sawit.
Sampai saat ini, minyak goreng masih menjadi bahan pokok yang paling banyak dicari di Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan pemberitaan di Tempo per tanggal 3 Februari 2022 kebutuhan minyak goreng di Indonesia mencapai 280 juta liter dan hanya terpenuhi sebanyak 63 juta liter. Hampir seluruh masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi minyak goreng sebagai kebutuhan pokok.
Dengan kenaikan harga minyak yang bisa dibilang drastis menimbulkan banyak problematika seperti susahnya ibu rumah tangga untuk memasak, menurunnya omzet usaha, dll. Kenaikan harga minyak goreng juga tidak terlepas dari beberapa faktor, salah satunya adalah karena nilai ekspor yang di pengaruhi oleh kenaikan harga minyak sawit mentah/crude palm oil (CPO) internasional.
Dalam hal ini tentunya menimbulkan konflik dilapisan masyarakat apalagi masyarakat kelas bawah di pedesaan yang tentunya ekonomi mereka tidak begitu stabil dalam hal konsumsi. Di tambah dengan bahan pokok naik tentunya mereka merasa keberatan dengan harga minyak goreng yang melonjak naik. Yang awalnya harga minyak goreng perkilo nya Rp. 16.000 sekarang menjadi Rp. 20.000 perkilonya.
Apalagi minyak goreng adalah peranan penting dalam hal mengonsumsi bahan mentah menjadi bahan jadi, ada beberapa berita ditelevisi yang saya lihat yaitu dengan adanya kenaikan minyak goreng para ibu-ibu tahan tidak memasak menggunakan minyak goreng, sehingga bahan pangan yang di masak cuma di rebus, dikarenakan tidak sanggup untuk membeli minyak goreng yang melonjak naik.
Dan jika terus menerus harga minyak goreng naik seperti ini, ini bisa memberatkan masyarakat bawah terutama yang tinggal di pedesaan.
Analisis Sosiologi Konflik Menurut Pandangan Karl Marx tentang konflik, konflik adalah kenyataan sosial yang bisa ditemukan di mana-mana. Tetapi konflik yang menonjol adalah konflik yang disebabkan cara produksi barang-barang materi yang melibatkan dua kelompok yaitu kaum kapitalis dan kaum buruh. Produksi barang-barang material tersebut mengakibatkan alienasi dan konflik sosial.
Dilihat dari teori karl marx tentang konflik bahwa pemerinta di ibaratkan seperti kaum kapitalis yang memiliki kekuasaan dalam hal pangan, dan masayarakat pedesaan adalah kaum buruh yang hanya bisa mengikuti kebijakan dari mereka dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur dalam menurunkan harga minyak goreng yang melonjak naik.
Apalagi minyak goreng curah sudah sulit didapatkan lagi bahkan ada pemberitaan bahwa minyak goreng curah akan di hapus. Padahal minyak goreng curah lebih murah dan tidak memberatkan masyarakat khususnya di pedesaan, yang ekonominya tidak begitu stabil karena minimnya pekerjaan yang ada di pedesaan. Yaitu mayoritas penduduknya berkebun.
Diharapkan kepada pemerintah agar menurunkan harga bahan pokok atau minyak goreng agar masyarakat bawah di pedesaan tidak merasa keberatan untuk membelinya. Dikarena kan kondisi ekonomi yang tidak stabil dalam masyarakat pedesaan. Semoga dengan kejadian ini pemerintah semakin cermat dan lebih solutif untuk memperhatikan sektor pertanian terutama sawit yang menjadi permasalahan di masyarakat pada hari ini. Agar tercapainya kesejahteraan masyarakat dengan mengingat kepada kemudahan untuk mengkonsumsi serta memproduksi pangan itu sendiri.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa UMRAH, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Sosiologi , mahasiswa semester 5.