Agung Baster*
PIRAMIDA.ID- Beberapa waktu ini saya tertarik untuk nonton film India yang berjudul PK, padahal biasanya saya sendiri tidak suka dengan film India dan hanya sedikit sekali film Bollywood yang masuk selera saya.
Dan dari sedikit film India yang masuk selera ini, film PK adalah salah satunya.
FIlm yang dibintangi Amir Khan dan Anuskha Sharma ini sendiri sebenarnya film berbudget rendah dengan sedikit pemain jika dibandingkan dengan film-film kolosal India lainnya. Namun, film ini menawarkan sesuatu yang unik dan tidak biasa di mana alur cerita film ini penuh dengan komedi-satir yang mengkritik fenomena kaum agamais di India khususnya, mulai dari golongan Hindu, Islam, Kristen, dan lainnya.
Film ini diawali dengan menggambarkan tokoh utamanya, alien bernama PK (Peekay/pemabuk) dikirim untuk meneliti namun tersesat di bumi dan tak bisa pulang karena ‘remote control’ nya dicuri. Dalam usaha pencarian ‘remote control’ tersebut sebagai jalan ia untuk pulang, ia justru diperhadapkan kebingungan terhadap budaya manusia terutama tentang konsep agama yang sering kontradiktif.
Di film ini sendiri digambarkan banyak perilaku konyol kaum agamais, seperti:
1. Memberi minum patung-patung dan arca-arca Hindu dengan susu, padahal di jalanan India banyak anak-anak yang kelaparan. Di film ini juga digambarkan para tokoh agama terutama para baba (orang suci) mengeruk harta dan mempermainkan umatnya demi kepentingan pribadinya sehingga bisa hidup mewah;
2. Selain itu juga di film ini digambarkan bagaimana para pendeta Kristen sibuk menyales agamanya, atau mengusir orang dari gereja karena memberikan air kelapa bukanya anggur, seperti kebiasan umum peribadatan Kristen;
3. Dan terakhir, film ini juga menggambarkan bagaimana oknum teroris dari kalangan fundamentalis Islam mengebom sebuah kereta api yang sarat penumpang dengan alasan membela Tuhan.
Bagian yang lain paling menyentil dalam film ini ialah tatkala ia menunjukkan bagaimana menciptakan bisnis ‘ketakutan’ kepada orang dengan hanya bermodalkan sebuah batu biasa yang cukup dihiasi dengan sirih dan dibentuk seakan-akan lingga, nyatanya bisa mendatangkan lebih banyak uang dari seorang pedagang teh yang harus bekerja keras.
Hal ini karena batu tersebut menjadi objek benda yang dipuja banyak orang — dalam film ini, secara satir, ditunjukkan justru para intelektual mahasiswa yang memuja batu buatan itu karena dilanda kegamangan menghadapi ujian.
Fenomena seperti ini hampir terjadi pada agama di mana tempat-tempat atau simbol-simbol yang konon dianggap suci bagi kaum agamais bisa dimanipulasi menjadi lahan bisnis yang menguntungkan bagi orang yang lebih cerdas.
Di film ini sendiri pada akhirnya alien PK ini bilang bahwa mungkin saja di luar sana ada sosok Tuhan Yang Maha tapi tentunya sosok ini berbeda dengan yang disaleskan para oknum tokoh agama di bumi, karena Tuhan Yang Maha Segalanya tentunya adalah Tuhan yang universal dan gak bisa dimasukan dalam doktrin suatu agama, atau Tuhan dipaksa berdasarkan ego manusia karena alam semesta sangat luas.
Dalam satu scene pamungkas ia mengatakan, “Tuhan itu ada dua; Tuhan yang menciptakan manusia dan tuhan yang diciptakan manusia.”
“Kamu bilang Tuhan itu tunggal/esa/satu, ya? Tidak!! Tuhan itu ada Dua! Satu yang menciptakan kita semua, satu lagi yang diciptakan oleh orang-orang sepertimu.“-Peekay
Dan pandangan filosofis ini mengingatkan kita akan pandangan Baruch Spinoza yang dianggap sebagai pionir yang mempopulerkan Panteisme.
Satu waktu, Spinoza sendiri pernah mengatakan bahwa Tuhan yang asli adalah sosok yang tidak terbatas seperti tidak terbatasnya alam semesta ini; Tuhan sendiri tidak akan tunduk kepada doktrin suatu agama atau kehendak seseorang.
Karena Dia-lah yang mengatur dan menjadi bagian alam semesta ini termasuk manusia di dalamnya. Dus, secara simplenya, dalam pandangannya, alam semesta ini sendiri adalah Tuhan dan manusia adalah bagian di dalamnya, di mana jelas manusia gak mungkin bisa mengatur-atur alam semesta yang serba luas ini, tapi sebaliknya alam semesta bisa mengatur takdir manusia.
Bahkan dalam filsafat Spinoza yang lebih dalam sendiri, konsep moral baik-buruk, benar-salah, hitam-putih, ala pemikiran manusia tidak akan masuk dalam konsep Tuhan.
Karena Tuhan tidak bergerak secara benar atau salah sesuai persepsi manusia, Tuhan harusnya bergerak independen dan terbebas dari semua konsep bikinan manusia.
Hal ini berbeda dengan konsep Tuhan dalam agama kebanyakan, yang menggambarkan Tuhan adalah bagian terang, kebaikan, kebenaran, sedangkan anti-tesisnya adalah iblis atau setan yang mewakili kegelapan, kejahatan, dan hal buruk lainnya.
Konsep tuhan seperti ini adalah konsep tuhan yang tidak maha menurut Spinoza, karena hanya menjadi bagian dari pelengkap konsep iblis — dalam artian lain, konsep tuhan dan iblis tersebut seperti 2 sisi dari sebuah koin; tanpa salah satunya maka yang lain tidak ada.
Sebagaimana menurut Spinoza, harusnya karena Ia maha segalanya, Tuhan tidak akan masuk dalam suatu konsep agama apapun karena hal itu akan melanggar sifat omninya (Maha segalanya), termasuk maha adil, maha mengetahui, maha berkehendak, maha independen, terhadap manusia di sebuah planet kecil yang bernama bumi ini.
Pada akhirnya film PK atau pandangan Spinoza ini mau mengatakan bila sebenarnya kehidupan kita di bumi ini sebenarnya gak penting-penting amat di bawah luasnya alam semesta ini. Kita beranggapan diri kita penting, karena saat kitab-kitab agama dulu ditulis, manusia tidak mengetahui seluas apa alam semesta ini dan belum memiliki konsep alien dari planet lainnya.
Saya kira, refleksi demikian yang kita butuhkan untuk merajut toleransi dan kebersamaan menjaga bumi.
Penulis merupakan penggiat media sosial dan memiliki minat terhadap sejarah dan sains.
Editor: Hendra Sinurat