PIRAMIDA.ID- Sekitar 66 juta tahun yang lalu, di Semenanjung Yucatan, Meksiko, sebuah asteroid dengan lebar 12 kilometer menabrak Bumi.
Peristiwa ini mengakibatkan ledakan dahsyat yang besarnya sulit dibayangkan hari ini — beberapa miliar kali lebih kuat dari ledakan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima.
Sebagian besar hewan di benua Amerika langsung terbunuh karenanya. Dampak tabrakan ini juga memicu gelombang tsunami di seluruh dunia.
Berton-ton debu terbang hingga ke atmosfer, membuat Bumi diselimuti kegelapan.
“Musim dingin nuklir” ini menyebabkan banyak spesies binatang dan tanaman punah.
Di antaranya, yang paling simbolis, adalah spesies dinosaurus. Tapi bagaimana keadaan dinosaurus sebelum bencana ini terjadi?
Ini adalah pertanyaan yang kami coba jawab dalam studi terbaru, dan hasilnya baru saja dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature Communications.
Kami meneliti enam keluarga dinosaurus, dipilih dari yang paling representatif dan paling beragam selama 40 juta tahun sebelum tabrakan asteroid.
Tiga di antaranya adalah karnivora: Tyrannosauridae, Dromaeosauridae (termasuk Velociraptor, yang dipopulerkan oleh film Jurassic Park) dan Troodontidae (dinosaurus kecil seperti burung).
Sementara, tiga lainnya adalah herbivora: Ceratopsidae (yang diwakili oleh Triceratop), Hadrosauridae (keluarga yang paling beragam), dan Ankylosauridae (diwakili oleh Angkylosaurus, dinosaurus yang seluruh tubuhnya tertutup oleh cangkang tulang dengan ekor seperti sekop).
Kita tahu bahwa semua keluarga dinosaurus ini bertahan sampai akhir periode Kapur, yang ditandai dengan kejatuhan asteroid.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pada tingkat apa keluarga dinosaurus ini berubah — membentuk spesies baru — atau punah.
Selama lima tahun, kami mengumpulkan semua informasi yang diketahui tentang keluarga-keluarga ini untuk menentukan jumlah mereka di Bumi di waktu-waktu tertentu, dan spesies apa saja yang ada dalam setiap kelompok.
Dalam ilmu paleontologi, setiap fosil diberikan nomor unik supaya bisa dilacak, sehingga kita bisa mengikutinya melalui literatur ilmiah dari waktu ke waktu.
Pekerjaan ini cukup membosankan — kami membuat inventarisasi dari sebagian besar fosil yang telah ditemukan dari keenam keluarga dinosaurus, yang mewakili lebih dari 1.600 individu dari sekitar 250 spesies.
Tidak mudah untuk mengkategorikan setiap spesies dan menanggalinya dengan benar: seorang peneliti mungkin mencatat tanggal dan spesies tertentu, kemudian peneliti yang lain membuat analisis berbeda.
Dalam kasus seperti itu, kami harus menentukan — jika terlalu banyak keraguan, maka kami menyingkirkan fosil tersebut dari penelitian.
Setelah semua fosil dikategorisasikan dengan benar, kami menggunakan model statistik untuk memperkirakan jumlah spesies yang berevolusi dari waktu ke waktu untuk setiap keluarga.
Kami kemudian dapat menelusuri spesies yang muncul dan menghilang antara 160 dan 66 juta tahun lalu dan memperkirakan, untuk setiap keluarga, tingkat spesiasi — yakni evolusi spesies baru — dan kepunahan seiring waktu.
Meski begitu, untuk memperkirakan tingkat ini, kami harus mempertimbangkan beberapa faktor pengganggu.
Catatan fosil bias: tidak merata dalam ruang dan waktu dan beberapa dinosaurus tidak menjadi fosil sebaik yang lainnya.
Ini adalah masalah yang umum terjadi di dunia paleontologi ketika memperkirakan dinamika keanekaragaman di masa lalu.
Penurunan Tajam
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa jumlah spesies-spesies dinosaurus menunjukkan penurunan tajam sejak 10 juta tahun sebelum asteroid menyerang mereka hingga punah.
Penurunan ini menarik karena terjadi di seluruh dunia dan terjadi pada kelompok karnivora, seperti Tyrannosaurus, dan kelompok herbivora, seperti Triceratop.
Beberapa spesies bahkan mengalami penurunan jumlah yang tajam, seperti Angkylosaurus dan keluarga Ceratopsia, dan hanya satu keluarga dari enam yang diteliti — yakni Troodontis — yang menunjukkan penurunan kecil, yang terjadi di lima juta tahun terakhir keberadaan dinosaurus.
Apa yang menyebabkan penurunan tajam ini? Salah satu teori adalah perubahan iklim.
Pada saat itu, Bumi mengalami periode pendinginan global sebesar 7-8 derajat celcius.
Kita tahu bahwa dinosaurus butuh iklim hangat agar metabolisme mereka berfungsi dengan baik.
Seperti yang sering kita dengar, dinosaurus bukanlah hewan ektotermik (berdarah dingin) seperti buaya atau kadal, juga bukan hewan endotermik (berdarah panas) seperti mamalia atau burung.
Mereka adalah mesotherms, yang memiliki sistem metabolisme antara reptil dan mamalia, dan membutuhkan iklim yang hangat untuk mempertahankan suhu mereka agar dapat melakukan fungsi biologis dasar.
Penurunan suhu Bumi pastilah memberikan dampak yang besar terhadap mereka.
Perlu dicatat bahwa kami menemukan perbedaan penurunan antara herbivora dan karnivora: dinosaurus pemakan tumbuhan menurun sedikit lebih cepat daripada dinosaurus pemakan daging.
Kemungkinan penurunan dinosaurus herbivora ini yang menyebabkan penurunan dinosaurus karnivora.
Inilah yang kami sebut dengan kepunahan cascade.
Pukulan KO
Satu pertanyaan besar yang belum terjawab: apa yang akan terjadi pada dinosaurus bila tabrakan asteroid itu tak pernah terjadi?
Apakah dinosaurus akan tetap punah, mengingat penurunan jumlah spesies yang telah terjadi, atau bisakah populasi mereka naik kembali?
Pertanyaan ini susah dijawab.
Banyak ahli paleontologi percaya bahwa jika dinosaurus bertahan, maka primata — dan karena itu manusia — tidak akan pernah muncul di Bumi.
Fakta penting, kemungkinan naiknya lagi populasi spesies bisa sangat heterogen dan bergantung pada kelompok, sehingga beberapa kelompok akan bisa bertahan dan yang lainnya tidak.
Hadrosaurus atau dinosaurus “berparuh bebek”, misalnya, menunjukkan beberapa bentuk ketahanan terhadap penurunan populasi dan kemungkinan bangkit kembali setelahnya.
Apa yang dapat kita katakan adalah ekosistem pada akhir periode Kapur berada dalam tekanan yang signifikan karena perubahan iklim dan perubahan besar dalam vegetasi — dan asteroid memberikan pukulan telak terakhir.
Ini kerap terjadi dalam kasus kepunahan sebuah spesies: pertama-tama jumlahnya menurun dan berada dalam tekanan, lalu peristiwa lain terjadi dan menghabisi kelompok yang sebelumnya telah berada di ambang kepunahan.(*)
BBC Indonesia