PIRAMIDA.ID- Pengamanan wilayah laut menjadi kegiatan sangat penting untuk bisa terus berlangsung sepanjang tahun. Kegiatan tersebut tak hanya untuk mengamankan laut dari berbagai aktivitas berdampak negatif, namun juga untuk mendorong akselerasi kegiatan tiga program terobosan pada 2022.
Ketiga program tersebut yang menjadi prioritas kegiatan program kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tersebut, adalah penerapan kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota di 11 Wilayah Pengelolan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Kemudian, pengembangan perikanan budi daya yang berorientasi ekspor dengan komoditas unggulan, dan pengembangan kampung perikanan budi daya sesuai dengan kearifan lokal untuk pengentasan kemiskinan dan sekaligus untuk menjaga kepunahan komoditas yang bernilai ekonomis tinggi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, dengan tiga program terobosan yang akan berjalan pada 2022 ini, kegiatan pengawasan laut dan seluruh sumber daya perikanan menjadi kegiatan sangat penting untuk dijalankan.
“Kita ingin memulihkan kesehatan laut dan mempercepat ekonomi laut berkelanjutan. Strategi untuk melaksanakan komitmen tersebut adalah dengan mengembangkan tiga pilar utama ekonomi biru, yaitu ekologi, ekonomi, dan faktor sosial,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.
Seluruh kegiatan pengawasan di laut berikut sumber daya yang ada di dalamnya, dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP. Kegiatan pengawasan tersebut harus bisa menjadi benteng yang kuat.
“Kegiatan pembangunan ekonomi kelautan banyak yang memanfaatkan ruang laut, sehingga pemanfaatan ruang laut dan sumber daya harus di bawah kontrol pemerintah,” tambah dia.
Bagi Trenggono, dalam melakukan pengawasan diperlukan identifikasi dan proses memilah pelanggaran yang bersifat administratif, serta yang bersifat pidana. Oleh itu, perlu ditata mekanisme pengawasan di laut, utamanya tata cara penyerahan hasil pengawasan dari aparat di laut kepada Pengawas Perikanan dan Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K).
Dirjen PSDKP KKP Adin Nurawaluddin pada kesempatan yang sama menjelaskan bahwa KKP bersama lembaga penegak hukum dan Pemerintah Daerah sudah menyepakati pola baru pengawasan dan penegakan hukum bidang kelautan dan perikanan.
Kesepakatan tersebut muncul setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UUCK) diberlakukan. Kesepakatan tersebut disetujui pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pengawasan dan Penegakan Hukum Bidang Kelautan dan Perikanan di Jakarta, 29 Maret-1 April 2022.
Adapun, kesepakatan yang disetujui di antaranya adalah dalam menangani pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan dilakukan pendekatan ultimum remedium melalui pengenaan sanksi administratif. Cara tersebut akan menjadi prioritas dalam melakukan penanganan pelanggaran.
Kemudian, kesepakatan juga dicapai untuk pola tindak pengawasan dalam pengenaan sanksi administratif yang akan dituangkan dalam prosedur operasi standar (SOP) penyerahan hasil pengawasan kepada pengawas perikanan Polsus PWP3K.
“Ini positif, akan ada SOP yang dijadikan panduan untuk kesamaan pola tindak dalam penyerahan hasil pengawasan untuk pengenaan sanksi administratif,” jelas dia.
Kesepakatan lain yang juga dihasilkan dari Rakernas, adalah penguatan peran daerah dalam pelaksanaan pengawasan sesuai dengan kewenangannya. Hal tersebut sejalan dengan semangat Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan turunannya.
Adin Nurawaluddin menyebutkan, bagi Pemerintah Daerah yang belum siap melakukan pengawasan sesuai kewenangannya, akan dibantu oleh Pengawas Perikanan Ditjen PSDKP atas dasar permintaan dari Gubernur, Bupati/Wali Kota, atau adanya kesepakatan bersama.
Selain itu, ke depannya, pengawasan kepada para pelaku usaha akan dilakukan melalui online single submission (OSS). Namun untuk saat ini, apabila masih terdapat pelaku usaha yang belum terdaftar dalam OSS, pengawasan akan tetap dilakukan secara manual.
“Untuk mewujudkan roadmap menuju ekonomi biru, laut sehat, Indonesia sejahtera, perlu dibangun kesamaan persepsi dalam pengawasan dan pengenaan sanksi terhadap pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan,” tegas dia.
Operasi Pengawasan
Salah satu bentuk pengawasan yang rutin dilaksanakan oleh PSDKP adalah melaksanakan operasi pengawasan di 11 WPPNRI, utamanya pada 6 WPPNRI seperti yang sudah dilakukan sekarang. Pada kegiatan yang berlangsung terakhir, sebanyak 22 kapal ikan ilegal berhasil diamankan saat sedang beraksi.
Seluruh kapal-kapal tersebut ditangkap selama periode operasi dari 7 hingga 21 Maret 2022. Dari jumlah tersebut, satu kapal ikan diketahui berbendera negara lain. Mereka ditangkap di berbagai wilayah perairan yang menjadi jangkauan kapal operasi pengawasan.
Selain perairan Laut Jawa, 22 kapal tersebut ada yang ditangkap saat beroperasi di perairan Laut Sulawesi, Raja Ampat, Lampung, Selat Peleng, Teluk Polo, dan Kepulauan Riau. Operasi tersebut menjadi upaya menjaga sumber daya kelautan dan perikanan dari praktik pencurian ikan maupun penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Rinciannya, di Raja Ampat dua kapal ikan Indonesia, yaitu KM Mattajang dan KM Cahaya Selamat 01 ditangkap oleh Kapal Pengawas (KP) Hiu Macan 04 karena melaksanakan alih muat (transshipment) tidak sesuai ketentuan.
Kemudian, sebanyak 10 kapal ditangkap di perairan Lampung oleh KP Hiu 10 karena beroperasi tidak sesuai dengan daerah penangkapan ikan. Kapal tersebut adalah KM Sumber Ekonomi, KM Putra Harapan 3, dan KM Garuda Mas.
Berikutnya, ada KM Nando yang ditangkap oleh KP Hiu 17 saat sedang beroperasi di perairan Kepulauan Riau, dan enam kapal ikan lain ditangkap oleh KP Orca 2 saat sedang beroperasi di peraian Laut Jawa. Keenam kapal tersebut adalah KM Ulam Sari Putra Fajar, KM Mina Wijaya, KM Putra Berkah 1, KM Kafaa Bilkafi, KM Sederhana, dan KM Campur Sari.
“Selain itu, ada sembilan kapal ikan Indonesia tidak dilengkapi dokumen perizinan berusaha ditangkap oleh KP Hiu 5 di perairan Selat Peleng dan Teluk Tolo. Serta satu kapal ikan asing jenis kapal lampu yaitu FB.LB AARON-11 yang dilumpuhkan dan ditangkap oleh KP Hiu 15 di perairan Laut Sulawesi,” papar dia.
Menurut Adin Nurawaluddin, penangkapan kapal ikan asing (KIA) yang berfungsi sebagai lampu (light boat) menjadi upaya untuk memutus mata rantai praktik penangkapan ikan di wilayah perairan perbatasan RI-Filipina dengan cara ilegal (illegal fishing).
Kapal lampu tersebut ditangkap, karena memiliki peran strategis dalam mendukung pengoperasian kapal purse seine ilegal di wilayah perbatasan Laut Sulawesi. Fungsi dari kapal tersebut, adalah untuk mengumpulkan ikan.
“Jadi dengan tertangkapnya kapal ini, satu siklus penting pengumpulan ikan kita lumpuhkan,” tegas dia.
Secara keseluruhan, penangkapan 22 KIA dan Indonesia tersebut menambah jumlah kapal ikan yang sudah ditangkap sejak awal 2022. Total, sudah ada 51 kapal ikan, yang terdiri dari 5 KIA dan 46 kapal ikan berbendera Indonesia.
Adapun, lima KIA yang ditangkap, empat berbendera Malaysia, dan satu berbendera Filipina. Semua kapal yang ditangkap tersebut, baik Indonesia atau KIA, adalah karena melanggar ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Berkaitan dengan keamanan di laut, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu mengatakan, pemberlakuan PP tersebut akan menegaskan peran Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam upaya menegakkan hukum di wilayah perairan yurisdiksi Indonesia.
“PP sudah keluar dan intinya sekarang kita laksanakan dan amankan amanat dari Presiden RI. Bakamla akan menjadi koordinator institusi terkait pelanggaran hukum yang terjadi di perairan Indonesia,” ungkap dia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menjelaskan, terbitnya peraturan baru tersebut harus bisa diakselerasi dengan cepat oleh semua pihak. Untuk itu, seluruh kementerian dan lembaga (K/L) harus bisa berkoordinasi untuk menjalankan PP tersebut.
Dia mengatakan, untuk koordinasi penegakan hukum itu dipimpin langsung oleh Bakamla. Sementara, K/L yang memiliki isu tentang keamanan di laut dan penegakan hukumya harus berkoordinasi dengan Bakamla.
Dalam melaksanakan PP No.13/2022, tugas Bakamla adalah menjadi koordinator pelaksanaan dan penyusunan kebijakan keamanan laut, penyusunan rencana patroli nasional, dan pembentukan tim kerja pemantauan keamanan dan keselamatan laut.
Selain itu, Bakamla juga mendapatkan tugas untuk mengatur check and balances penegakan hukum di laut yang dilaksanakan Kemenko Polhukam. Demikian dipaparkan Kepala Bakamla Aan Kurnia beberapa waktu lalu di Jakarta.
“Dengan demikian, Bakamla tidak akan mengambil kewenangan untuk proses penyidikan dan penindakan,” tegasnya.
Menurut dia, kehadiran PP 13/2022 menjadi penting, karena mengatur adanya kesimpangsiuran dan ambiguitas tata kelola, serta penanggung jawab keamanan di wilayah perairan yurisdiksi Indonesia. Persoalan tersebut menyebabkan kekosongan patroli di satu wilayah dan menumpuk di wilayah lain.
Sementara, di saat yang sama kapal pelaku ekonomi diperiksa berulang kali dan biaya logistik pun membengkak. Namun, organisasi kelautan internasional yang mendukung kebijakan sebelumnya dinilai tidak cocok, karena bidang tugas yang berbeda.
“Dengan PP ini, maka sistem tata kelola hukum di wilayah laut Indonesia akan jauh lebih efektif, efisien, dan jelas,” tegas dia.(*)
Mongabay Indonesia