PIRAMIDA.ID- Apa yang membedakan seni dan bukan seni? Pertanyaan itu banyak diajukan oleh orang-orang terutama yang awam terhadap seni.
Untuk menjawab pertanyaan, apa yang membedakan seni dan bukan seni, mari kita coba menggali dari dasar.
Tujuan dari seni ialah untuk membangkitkan emosi estetik. Dalam filsafat, seni disebutjuga sebagai alat untuk menyampaikan kebenaran. Maka filsafat seni memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap seni.
Seni secara etimologi berarti keterampilan, ilmu dan kecakapan. Karena itu, seni selalu berbasis dengan tiga hal tersebut. Seorang seniman harus terampil, memiliki dasar ilmu pengetahuan dan juga kecakapan untuk mengimplementasikan idenya ke dalam bentuk karya seni.
Mari simak beberapa pendapat filsuf terhadap seni. Aristoteles menyebut seni adalah sesuatu yang bentuk pengungkapan serta penampilan tidak berbeda jauh (tidak menyimpang) dari kenyataan (realita). Maka menurut Aristoteles, seni adalah alam.
Sedangkan Alexander Baum Garton menyebutkan bahwa seni adalah keindahan (estetika). Maka seni memiliki tujuan untuk membuat penikmat/penonton/pembaca dari karya seni tersebut merasakan atau menghayati lebih dalam sebuah pesan yang disampaikan oleh seniman.
Maka pertanyaannya, apakah ada batasan dari sebuah seni dengan yang bukan seni. Kita bisa merujuk ke The Institutional Theory of Art di seni rupa Barat.
Dalam teori tersebut, sebuah objek (dalam hal ini seni rupa) bisa dimasukkan dalam kategori seni, bila ia hidup dalam sebuah ekosistem yang disebut sebagai “medan seni rupa”. Maka begitu pula seni yang lain. Ia mesti hidup di dalam ekosistem yang sama untuk dalam masuk kategori seni.
Maka muncul pertanyaan baru:
Kenapa harus masuk dalam ekosistem?
Seperti apa pula ekosistem tersebut?
Mari kita jawab dari apa itu ekosistem kesenian. Ekosistem kesenian adalah satu lingkungan atau medan yang berisi seniman, kurator, kritikus, penonton dan sebagainya (individu) yang dilengkapi dengan institusi atau lembaga (seperti galeri, gedung pertunjukan, museum, dan sebagainya) di mana dua hal tersebut (individu dan lembaga) harus saling keterkaitan.
Sebab, kritikus, kurator dan juga lembaga adalah bidang yang bertanggung jawab untuk menganalisis apakah karya seni yang dipamerkan/ditampilkan/dipertunjukkan/dipentaskan tersebut termasuk karya seni atau bukan. Atau berkualitas tinggi atau bermutu jelek.
Itulah kenapa harus berada di dalam ekosistem yang kita sebut saja ekosistem kesenian. Ada batasan antara seni dan bukan yang kemudian bisa dipertegas dengan akademis dan praktis.
Selain itu, objek atau karya yang dipamerkan/ditampilkan/dipertunjukan/dipentaskan tersebut juga bisa dianalisis apakah termasuk karya seni atau tidak dengan berdasarkan objeknya sendiri.
Misalnya, objeknya dianalisis berasa dari mana, apa tujuan penciptaannya, kapan diciptakan, siapa yang membuatnya dan dimana karya itu dipentaskan/ditampilkan/dipertunjukkan.
Maka dari itu, diketahui bahwa karya tersebut termasuk karya seni atau bukan. Seandainya termasuk karya seni, apakah memiliki kualitas yang baik atau tidak. Maka estetikanya tidak terlepas dari filsafat.
Apakah itu karya seni, atau hanya sesuatu yang artificial, tempelan, jiplakan dan sebagainya. Seni berawal dari kehendak. Dan kehendak adalah dasar dari apa yang ada di dunia ini, baik itu penderitaan maupun hal lainnya.(*)
Pojok Seni