Devi N. Napitu
PIRAMIDA.ID- Mimpi adalah sebuah inspirasi, karya, dorongan untuk seseorang untuk menggapainya. Setiap orang pasti mempunyai sebuah mimpi dan ingin sekali menggapainya.
Namun tidak semua orang dapat berhasil menggapai sebuah mimpi tersebut, karena untuk menggapai sebuah mimpi tersebut sangatlah sulit bahkan rasanya pahit, terlebih bagi saya.
Kadangkala saya merasa minder dengan diri saya sekarang, jika dibandingkan dengan orang-orang yang ada di kehidupan saya sekarang yang begitu mudah untuk menggapai sebuah mimpi tersebut.
Dalam hati kecil ini kadang bertanya, mengapa? Apa yang membedakan saya dengan dia? Apakah karena dia lebih cantik dari saya, atau karna dia lebih kaya dari saya?
Satu pertanyaan, namun beribu jawabannya, bingung bukan?
Yah, pasti itu adalah sebuah teka-teki yang begitu sulit untuk dipecahkan.
Sama seperti yang dialami seorang teman saya ini, dia adalah seorang anak yang rajin dan pandai menempatkan diri dalam situasi apapun. Dia gampang bergaul tapi memang sedikit manja dan mudah tersinggung.
Awal dia menata perjalanan pertengahan tahun 2015. Pada saat itu di pertengahan tahun 2015, Desi baru saja menyelesaikan ujian akhir SMA. Dari dalam hatinya, mengapa hal ini begitu cepat berlalu dan belum memutuskan untuk perjalanan kemana dan masih saja merasa bahwa dirinya belum dewasa untuk memulai perjalanan hidup yang sesungguhnya pada dunia yang berbeda.
Suatu hari, ayah Desi sedang duduk di teras rumah dengan posisi santai sambil menikmati rasa enaknya sebuah kopi hitam.
Dari dalam hati yang paling dalam Desi ingin sekali mengutarakan isi hatinya. Namun Desi merasa takut dan bingung, apakah itu adalah pertanyaan yang tepat untuk dijawab atau justru sebaliknya.
Tiba-tiba ayah Desi pun membuka topik pembicaraan yang begitu simple dan membuat suasana hati Desi, pada saat itu sangat bangga dan senang mendengar perkataan dari seorang ayah untuk mendaftarkan Desi ke salah satu universitas swasta.
Tapi dalam hati Desi berkata, “Apakah saya sanggup untuk kuliah nanti, sedangkan pada masa SMA saja, saya tidak sanggup untuk membayarnya apalagi untuk melanjut kuliah. Darimana saya akan membayar itu?”
Pada saat itu kondisi perekonomian Desi sangatlah menurun, bahkan untuk mencukupi biaya makan sehari-hari saja sudah syukur ada, miris sekali rasanya membayang hal itu pada kehidupan kita.
Tak lama kemudian, seorang perempuan dan laki-laki datang ke rumah, boleh dikatakan masih ada jalinan keluarga kalau dihubungkan dari silsilah marga. Ia mengobrol santai dengan ayah di teras depan rumah, entah apa yang mereka bahas. Desi pun berpura-pura tidak tahu.
Tujuan mereka datang, ternyata adalah untuk memperkerjakan Desi di kota Jakarta dan dengan rasa yang cukup berat, ayah memanggil Desi dan menjelaskan maksud dan tujuan dari ibu dan bapak tersebut walaupun sebenarnya Desi sudah mengetahui hal tersebut.
Miris sekali rasanya tapi memang tak punya pilihan sama sekali.
Kita tahu bahwa hati seorang ayah tidak rela melepaskan seorang putri dengan sendiri di kota lain apalagi kotanya sudah lumayan jauh bahkan butuh beberapa hari untuk menempuhnya jika dilakukan dengan perjalanan mobil.
Keesok harinya, Desi segera menyusun barang barang yang akan dibawakan. Selama di perjalanan Desi pun tak henti-hentinya meneteskan air mata rasanya. Desi belum sanggup untuk menempuh hidup di dalam dunia yang berbeda dan rasanya belum siap untuk memulai hidup yang baru di kota yang berbeda.
Sesampainya di sana, Desi mulai mengobrol dengan sepatah dan dua kata, maklum masih anak baru dan masih butuh proses untuk pendekatan.
Hari pertama bekerja, Desi merasa sedikit gugup dan masih di tahap pengenalan dan waktupun berputar begitu cepat sehingga tanpa terasa telah menjalani hidup di kota lain. Selama 3 bulan, hari demi hari Desi jalani dengan rasa riang dan gembira.
Hari berganti hari bahkan bulan berganti bulan, Desi merasa bahwa kehidupannya semakin memburuk artinya bosan dan sedikit canggung untuk menjalani kehidupannya.
Tetapi di posisi lain, Desi berpikir kembali, “Dari pada saya kembali ke kampung halaman, lebih baik saya tinggal di sini, karena di sana tidak ada aktivitas dan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang cerah yang dapat membangun pola pikir.”
Hidup berada di tengah-tengah orang yang berbeda dari kita memang membuat canggung dan rasanya tidak nyaman, apalagi dengan sosok yang tidak kita kenal dan kebiasaan hidupnya hanya untuk mengkritik kehidupan orang-orang di sekitarnya ditambah dengan bentroknya kondisi fisik kita.
Pada saat itu di mana kondisi fisik kita memang sedikit sensitif dengan perkataan, maka kita bayangkan tindakan apa yang diambil oleh Desi pada saat itu.
Otomatis kita akan memilih mundur dan segera pulang ke kampung halaman kita. Kondisi saat itu ada sosok yang sangat mengganggu, bahkan yang membuat kita down dan terpuruk ditambah dengan keadaan di sekeliling yang kurang mendukung.
Mulai dari perkataan dan sampai perbuatan itu sungguh sangat mengiris batin ini.
Tetapi itulah kehidupan, mau tidak mau siap atau tidaknya, kita harus selalu siap dan harus menjalaninya dengan lapang dada dan berani menerima kenyataan hidup.
Karena terkadang membuat kita minder bahkan tidak terima dengan keadaan itu, tapi apa daya kita karena itu adalah sebuah misi untuk menggapai sebuah mimpi.
Selama 7 bulan, Desi berada di Jakarta. Tiba saatnya Desi meninggalkan tempat kerjanya dan berada diam di rumah selama beberapa bulan. Namun hal itu juga mengganggu pemikiran Desi untuk biaya keluar yang semakin besar.
Sedangkan pemasukan tidak ada, Desi memutuskan untuk tinggal bersama dengan keluarga yang berada di Jakarta. Pada hari pertama Desi berada di rumah keluarga tersebut memang disambut dengan senyuman.
Namun pada hari kedua hingga sampai keempat harinya, Desi tinggal di rumah keluarga tersebut perasaan Desi pun mulai tidak nyaman dan sedikit tergores dengan perkataan dari keluarganya itu.
Memang penyampaiannya begitu lembut namun itu sangat mengiris batinnya dan merasa sama seperti hidup berada di tengah-tengah singa yang kelaparan yang berarti jika kita salah dalam mengambil keputusan, maka kita akan menyesal seumur hidup.
Hari demi hari, Desi menjalani hidup yang tidak berarti sama sekali ini. Ia merasa hanya akan membuang buang waktu. Desi juga merasa tak berarti sama sekali dan aneh tapi nyata, itulah kehidupan yang dijalani oleh desi.
Bahkan hal yang tak mungkin kita pikirkan itu sudah menjadi kenyataan dalam kehidupan Desi yang menahan lapar karena rasa tidak enak hati bahkan sampai mengambil keputusan untuk makan di dalam kamar mandi karena sangat lapar yang tidak tertahankan lagi.
Miris sekali rasanya, jika kita berada di posisi Desi pada saat itu hingga sampai berakhirnya kondisi Desi. Pada saat itu setelah bertemu dengan seorang yang bernama Imelda Manurung, salah satu karyawan pengadilan negeri Jakarta.
Waktu yang begitu singkat dan ibu tersebut memberikan suatu perkataan yang membuat Desi merasa sangat termotivasi.
Tanpa berpikir panjang, Desi pun memutuskan untuk pulang ke kampung halaman karena menurut Desi ini sudah lebih dari cukup untuk dijalani yang tidak berarti sama sekali. Keputusan yang dilakukan desi memang sudah sangat bagus.
Namun desi tidak mempunyai uang yang cukup untuk pulang. Suatu hal yang tidak mungkin juga bagi Desi melakukannya, karena desi memang pada saat itu berada di tengah masa kesulitan, masih polos dan kurangnya bergaul atau kata lain Desi memang tidak tahu arah pulang kampung.
Desi memutuskan untuk menetap di Jakarta selama 1 bulan lagi untuk mencari uang untuk pulang ke kampung halaman. Di sana Desi memutuskan untuk tidak tinggal bersama dengan keluarga lagi, karena sudah lebih dari cukup penderitaan yang Desi alami pada saat tinggal bersama keluarganya.
Lantas apa yang dilakukan oleh Desi di sana dan kemana dia akan pergi sementara Desi hanyalah seorang yang kurang mampu dalam menguasai situasi apapun dan tanpa kita sadari, Desi memberanikan diri untuk bertanya ke rumah-rumah untuk menjadi asisten rumah tangga karena boleh dikatakan bahwa sedikit mempunyai kemampuan dalam hal membersikan rumah, karena itu adalah suatu pekerjaan yang sangat mudah bagi seorang perempuan untuk melakukannya.
Akhirnya Desi pun mendapatkan pekerjaan dan pekerjaan tersebut pun bukan hanya untuk satu rumah bahkan sampai 4 rumah tangga Desi kerjakan setiap harinya. Rasa lelah dan sedikit bosan yang dirasakan Desi pun memang tidak dapat kita bayangkan, tapi itulah kehidupan dan kita harus terus berjuang dan semangat.
Intinya kita harus selalu bersyukur dalam hal apapun seperti ungkapan yang mengatakan ‘ora et labora’ yang artinya “bekerja sambil berdoa” itu akan menjadi motivasi dalam diri seorang Desi.
Selama satu bulan bekerja sebagai asisten rumah tangga, desi mendapatkan hasil dari kerja kerasnya itu cukup lumayan bisa buat ongkos untuk pulang dan akhirnya Desi pun memutuskan untuk pulang.
Waktulah yang dapat menyesuaikan agar kita dapat menerima keadaan di sekitar kita.
Namun, cara pola pikir kita lah yang diperlukan dan bagaiman kita menanggapi kondisi kehidupan kita. Tak ada takdir yang menentukan nasib, namun kitalah yang mengubah nasib itu untuk apa dan mau apa nantinya Anda.
Proses belajar dalam menjalani hidup membuat kita untuk berjuang dan terus melangkah. Pada saat kita merasa ragu dan takut, maka kehidupan itu akan terasa sangat berat dan menakutkan.
Semakin kita merasa takut dan ragu, kemungkinan besar apa yang kita takutkan itu terjadi. Jikapun tidak terjadi, ketakutan telah menambah beban dalam pundak kita. Hasilnya, kita tidak pernah bisa mencapai harapan yang kita inginkan secara maksimal.
Dibutuhkan keberanian, dalam setiap langkah untuk menjalani kehidupan. Keberanian memperingan dan memberikan keseimbangan dalam langkah.
Karena itu, dibutuhkan sebuah optimis dan keyakinan agar hati kita mantap melangkah. Keberanian akan semakin memperkokoh jejak kaki kita di bumi ini. Itu sebabnya keberanian menjadi modal utama dalam mewujudkan kehidupan ini.
Hilangkan segala keraguan dalam hatimu, karena akan menggoyangkan keseimbangan. Keraguan akan memperberat langkah. Keraguan juga akan menghalangi langkah kita yang mengakibatkan tidak lurusnya jalan kehidupan. Keraguan muncul karena ketidakpercayaan diri kita atas apa yang akan kita lakukan.
Kita merasa tidak mampu, merasa tidak bisa menyelesaikan persoalan yang akan kita hadapi atau juga karena kita takut terjatuh. Kita terlalu khawatir akan akibat kejatuhan kita. Akibatnya, kita sering memutuskan sesuatu tanpa mencobanya terlebih dahulu. Akhirnya kita berhenti dan Kita menyerah. Kita telah kalah oleh diri kita sendiri dan kita menjadi seorang pengecut.
Bayangkanlah proses kehidupan ini seperti ketika Anda sedang akan belajar melangkah di waktu bayi. Bayangkan bahwa kejatuhan atau kegagalan Anda dari belajar melangkah itu, tidak akan membinasakan Anda.
Anda hanya akan merasakan sakit yang sebentar. Paling hanya sedikit terluka yang tidak menyebabkan kematian pada diri Anda.
Anggap saja kejatuhan Anda dari atas sepeda itu bagian dari latihan fisik Anda yang akan semakin kuat, melatih mental untuk menjadi pemberani. Melatih kepribadian untuk tidak mudah putus asa dan tidak mudah mengeluh dengan sedikit rasa sakit yang dialami sesaat sesudah terjatuh.
Dan jadikan kejatuhan dari belajar melangkah itu karena ketidakmampuan menjaga keseimbangan mental dan fisik saat berada di dalam dunia mimpi.
Gambaran ini sama seperti dengan kehidupan kira. Semakin kita ragu, maka semakin takut mencoba hal-hal baru dalam hidup. Anda hanya akan menjadi seorang pecundang. Anda hanya akan menjadi orang yang tidak akan pernah bisa melangkah kemana-mana.
Saat orang lain sudah berlarian mencapai puncak kehidupan mereka, Anda masih berada di tempat dan tidak bergerak kemana-mana. Padahal, bukan karena ketidakmampuan, tetapi jauh lebih besar disebabkan oleh ketakutan terhadap bayang-bayang sendiri.
Sekarang mulailah renungkan dan bayangkan, betapa indah kehidupan dunia ini. Bayangkan banyak orang begitu bahagia menikmati kehidupan ini. Mereka bisa merasakan kejayaan saat ini disebabkan kepercayaan mereka pada diri sendiri.
Percaya pada ketentuan Tuhan kepada mereka, bahwa alam semesta ini diciptakan untuk kita, kita kendalikan, dan kita nikmati. Tuhan telah menundukan segala apa yang ada di dunia ini untuk kepentingan manusia, itu artinya manusia dikarunia kelebihan dari makhluk lainnya.
Pikiran adalah modal utama manusia. Itu sebabnya kunci kesuksesan manusia terdapat di dalam upayanya menggunakan akal/pikirnya. Dunia bisa menjadi ladang amal kebaikan setiap manusia karena mereka mampu mengolahnya untuk kehidupan yang lebih baik bagi sesamanya.
Tetapi sebagian manusia justru terkungkung dan menganggap dunia seperti neraka karena mereka tidak memahami dunia sebagai ladang amal untuk bercocok tanam untuk bekal kelak dalam kehidupan yang lebih abadi.
Ingatlah bahwa Tuhan sangat menghargai hamba-Nya yang mau berjuang atas dasar berkatnya. Tidak mudah menyerah. Tidak mudah putus asa dan tidak mudah menyalahkan seisi dunia ini.
Sekarang bangkitlah. Lakukan semampunya. Mulailah dari hal-hal kecil. Jangan menunda-nunda dan jangan pernah berputus asa atas kegagalan-kegagalan kecil yang dialami saat ini. Nikmatilah setiap langkah atau proses kehidupan ini sampai akhirnya menemukan kemahiran atas diri anda sendiri.
Saat itulah anda akan menemukan keunikan yang mampu melengkapi kekurangan orang lain dan menjadikan berguna dalam kehidupan ini. Semoga.
Salam dari anak rantau!(*)
Penulis merupakan mahasiswa di Universitas Efarina. Kader di PMKRI Cab. Pematangsiantar Santo Fransiskus dari Asisi.