PIRAMIDA.ID- Memikirkan tentang siapa yang menulis sejarah sangat penting jika kita ingin tahu bagaimana itu bisa ada.
Ada banyak hal yang berdampak pada bagaimana kita melihat dunia, termasuk pendidikan, di mana kita lahir, apakah kita adalah laki-laki atau perempuan, serta keadaan ekonomi keluarga. Semua hal ini mempengaruhi bagaimana para sejarawan menuliskan sejarah tentang manusia, keluarga, komunitas, dan masyarakat di masa lalu.
Untuk sekian lama, orang yang menulis sejarah kebanyakan adalah laki-laki terpelajar: mulai dari “bapak sejarah” Yunani Kuno, Herodotus yang hidup 2000 tahun lalu, para biarawan abad pertengahan seperti Bede dari Inggris, hingga profesor di universitas abad ke-20 seperti Eric Hobsbawm.
Seringkali, mereka menulis sejarah tentang laki-laki hebat, perang besar, dan berbagai kerajaan yang berupaya menaklukkan dunia.
Hal ini mulai berubah pada abad ke-20. Masyarakat dari berbagai latar belakang berbeda mulai menulis sejarah dan membuat suara mereka didengar.
Misalnya, untuk sekian lama buku sejarah tentang negara seperti India, yang dulunya tergabung dalam Kerajaan Inggris, ditulis oleh orang Inggris dengan sudut pandang kerajaan.
Sekarang, masyarakat di sana menulis sejarah milik mereka sendiri. Selain itu, semakin banyak perempuan dan masyarakat dari keluarga miskin mengenyam pendidikan tinggi.
Pengalaman dan sudut pandang mereka menjadi sangat berbeda dari apa yang dituliskan sejarawan dari generasi sebelumnya, dan ini yang kemudian mengubah bagaimana sejarah dituliskan.
Sebagai contoh, buku tentang Inggris di era Victoria (1837-1901) dulu sering digunakan untuk menjelaskan bahwa peran pria adalah bekerja dan wanita tinggal di rumah.
Penggambaran seperti ini terjadi karena sejarawan yang menulis buku-buku ini fokus pada orang-orang seperti mereka: mereka membaca surat dan catatan harian dari orang berpendidikan, kelas menengah, dan melihat lukisan atau foto tentang mereka. Berbagai surat dan foto tersebut menjelaskan pada para sejarawan saat itu bahwa pria tugasnya adalah bekerja dan wanita mengatur rumah.
Mengambil sudut pandang lain
Untuk sejarawan perempuan dan mereka yang dari kelas pekerja, penggambaran itu salah. Bagaimana dengan asisten rumah tangga dan juru masak yang bekerja di rumah kelas menengah? Bagaimana dengan penjahit yang membuat gaun mahal dalam foto-foto tersebut? Bagaimana dengan para perempuan yang bekerja di pabrik tekstil Inggris bagian utara dan tambang batu bara di Wales bagian selatan?
Sejarah Inggris di era Victoria akhirnya akhirnya ditulis kembali karena sejarawan dari generasi berikutnya fokus pada berbagai kelompok masyarakat yang berbeda untuk menggali sumber materi sejarah yang beragam.
Jadi, bagaimana proses penulisan sejarah? Sejarawan selalu berusaha untuk menemukan bukti pendukung supaya bisa membentuk narasi mereka tentang masa lalu, tapi secara umum ada dua cara untuk melakukannya.
Salah satu caranya adalah memulai dengan teori. Mereka bisa berteori bahwa munculnya negara, seperti Italia dan Jerman saat itu, adalah hasil dari perkembangan era modern, dan mereka baru benar-benar muncul dalam beberapa abad terakhir.
Mereka akan meneliti bagaimana negara, seperti Inggris dan Jerman, terbentuk di abad 19. Mungkin juga mereka akan memiliki teori bahwa konsep bangsa sudah mulai ada sejak awal abad pertengahan.
Beberapa bukti yang bisa mereka pakai untuk mendukung teori tersebut adalah perbedaan kultur, pakaian, dan bahasa dari orang Inggris, Skotlandia, dan Wales.
Sejarawan lain bisa menggunakan metode penelusuran orang, kelompok, benda atau tempat menarik dan mempelajarinya dengan lebih jauh. Saat ini, saya sedang menulis tentang Thomas Stephens, seorang ahli kimia sekaligus aktivis sosial dari Wales bagian selatan yang ingin membuat kehidupan di komunitasnya lebih baik, dan seperti saya, ia juga menulis buku sejarah.
Ketika saya untuk pertama kalinya membuka kotak arsip yang berisi naskah milik Stephens, saya bisa mencium obat batuk era Victoria yang ia siapkan untuk pekerja besi di sekitarnya. Ini sangat membantu saya membayangkan dunianya, sehingga saya tinggal mempelajari sosoknya dengan lebih dalam.
Sejarah juga ditulis ulang oleh setiap generasi. Namun, eksplorasi yang baik tentang masa lalu akan selalu dipengaruhi oleh latar belakang dan identitas sejarawan yang melakukannya. Generasi berikutnya – mungkin Anda – bisa jadi akan menanyakan pertanyaan berbeda, mencari sumber lain, dan menulisnya dengan berbeda pula.(*)
The Conversation