Thompson Hs*
PIRAMIDA.ID- Saya merasa berhutang kepada tubuh saya kalau tidak cukup tidur. Pola tidur saya tidak selalu terikat setiap saat atau terkadang dapat menyesuaikan dengan keadaan. Namun tidur minimal 6 jam pernah saya rumuskan sudah cukup dan kalau perlu sampai 8 jam dapat ditambah dengan tidur siang.
Kadang jumlah tidur saya dapat bocor kalau bekerja lebih dari 13 jam. Jadi ada sisa 11 jam dari 24 jam yang berputar setiap hari dan malam. Kalau saya sampai bekerja 13 jam tanpa berhenti tidur saya siang hari bisa bocor lebih dari 8 jam.
Ini sudah pasti salah dalam konsep bioritme. Kita cukup tidur sampai delapan jam. Atau sepertiga dari 24 jam. Separuh delapan lagi untuk bekerja dan delapan lagi dikemanakan?
Itulah soalnya. 24 dibagi 3 sudah pasti 8. Namun mengelola per 8 itu yang agak sulit. Jadi teorinya lebih gampang di 24 bagi 3 itu dengan merumuskan besarannya pada jam kerja, jam istirahat, dan jam lain-lain.
Tentu saja di jam lain-lain itulah maksud saya yang sering menyulitkan. Kadang di situ juga pemicu kebocorannya hingga bisa jatuh kepada inkonsistensi. Sedangkan tubuh tidak selalu membutuhkan hari libur seperti Sabtu dan Minggu. Kecuali untuk keluarga dan kemalangan ternyata hari libur itu sangat penting.
Kita sudah terlanjur menghitung putaran jam, bahkan sangat tergantung untuk selalu melihat posisi jarum penunjuk dalam putaran itu. Kita tidak cukup dengan garis edar matahari karena di setiap benua matahari tidak selalu ketara durasi kemunculannya setiap tahun.
Misalnya di Eropa pada musim panas matahari bisa lebih lama munculnya melalui cahaya terang. Sedangkan pada musim dingin terang dari matahari itu kelihatan lebih pendek. Jadi persis matahari tidak selalu memberikan dari pukul 6 pagi sampai 6 sore.
Di daerah katulistiwa hitungan jam dari matahari itu mungkin lebih terduga antara 11 ke 12 jam. Namun bisa selisih 2 jam antara bagian Timur dan Barat. Wilayah terdekat juga di bagian Barat bisa selisih satu jam ketika kita mencoba melihat jam terbang dan jam mendarat dari Medan ke Kuala lumpur.
Padahal ke Medan – Jakarta tidak ada perbedaan waktu antara berangkat dan tiba, kecuali masalah karena masalah cuaca yang kurang bail yang bikin pesawat tidak bisa mendarat di tujuan.
Satu hal dari waktu terbang itu dapat juga memberikan pengaruh kepada bioritme atau irama tubuh kita dalam 24 jam. Saya selalu mencoba memahami tubuh saya mulai dari bangun pagi hari sampai waktu tidur malam hari. Sedangkan jam tidur siang pernah menjadi suatu kewajiban meskipun tubuh tidak selalu punya hak mengatakan demikian.
Cara saya memahami tubuh setiap hari adalah melakukan peregangan setelah terbangun dan membuka mata. Lalu saya mendengar rasa malas yang masih ingin melanjutkan tidur. Oke, itu tak apa kalau tak ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan atau kalau tak ada dari sekeliling kita yang perlu dibantu.
Namun selalu ada baiknya kita tidak tergoda karena kemalasan waktu baru bangun tidur. Selagi tubuh kita masih sehat lakukanlah berbagai disiplin untuk tubuh agar dapat bekerjasama dengan pikiran.
Peregangan adalah satu-satunya yang memberikan pengaruh setelah bangun tidur, lalu dikembangkan dengan variasi gerakan yang terasa mekanis untuk duduk sejenak lagi dengan gerakan tertentu sebelum melangkah ke luar tempat tidur.
Temat tidur merupakan singgasana kita waktu tidur. Jangan lupa pula membenahinya setelah bangun pagi. Kalau tempat tidur ditinggalkan semrawut maka itulah salah satu bukti keidakperdulian kita kepada singgasana itu. Seakan singgasana kita memerlukan pembantu dan pengawalan khusus setiap kita menggunakannya.
Inilah yang terjadi selalu waktu masa kuliah di tempat indekos. Berhari-hari selut bisa bergulung bergantuan dengan bantal dan sprei hingga warna dan bau tengik selalu mengundang sumpah untuk menggantikannya dalam janji-janji.
Itu cerita lama seperti roman picisan. Namun kalau kita mau ceritakan sesuatu perubahan maka yang baru dapat terus dipetakan atau disesuaikan. Dan semua sumber-sumber kebaruan itu dapat dipelajari dari siklus dan irama di dalam tubuh kita.
Tentu saja setiap orang tidak serupa siklus dan irama tubuhnya meskipun kadangkala kita selalu ingin memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu melalui suatu kesepakatan.
Kadang saya tidak perlu melakukan peregangan waktu bangun tidur karena masih ada opsi lain setelah selesai mempersiapkan sarapan pagi dan hala-hal lain pada pagi hari. Perubahan-perubahan juga dapat menentukan, selain menawarkan stimulan tertentu. Di manakah titik stimulan itu?
Saya pernah mencoba mengusutnya melalui ketenangan meditatif dengan cara membaca buku pilihan atau langsung mempraktikkan sesuatu dari yang saya baca di hari-hari sebelumnya.
Pikiran kita akan selalu berhutang kalau suatu niat pernah muncul ketika membaca namun pelaksanaannya belum pernah terjadi. Ini semacam eksperimen pribadi. Kalau berhasil dapat dibagikan manfaatnya kepada orang lain.
Sampai saat ini saya tetap merasa belum sempurna untuk menemukan titik stimulan untuk bioritme tubuh saya. Saya terlihat sudah sangat disiplin. Meditasi dan yoga merupakan dua hal menarik dalam pikiran saya dibandingkan dengan olah raga umum seperti berlari dan sepak bola. Sepertinya jenis olah raga itu hanya bergengsi untuk ditonton dan hanya lebih baik dilakukan berenang daripada menontonnya.
Berenang seperti melakukan pola gerak dalam yoga; tergantung berapa gerak yang sudah dapat yang dilakukan dan dinikmati dari asana (gerak yoga). Melalui gerakan berenang kita diajak sadar sesungguhnya dengan pernafasan dan relaksasi untuk bertahan bolak-balik ke tepian kolam renang. Bandingkan kalau berenang di Danau Toba dan laut, Anda harus lebih rileks dan tenang mencapai tujuan.
Beberapa kali ada juga rasa jenuh dengan melakukan yoga. Lalu dengan cara berenang ke kolam renang irama yang sudah memadai di dalam tubuh dapat dipantau. Selama tubuh bergerak dengan kesadaran semuanya terlihat aman, kecuali si celaka dapat mengganggu di jalanan.
Tubuh kita dapat bereaksi seketika kalau ada kecelakaan di jalanan; dibantu atau tidak? Pikiran kita dapat memberikan satu keputusan. Bayangkan saja kalau kita mengalami kecelakaan tidak dibantu oleh siapapun. Akhirnya kita hanya butuh malaikat dan Tuhan. Semoga bantuan malaikat dan Tuhan dapat terkordinasi dengan bantuan kecelakaan dari orang baik-baik dan polisi.
Fase tubuh kita bertumbuh pada batasan tertentu. Namun perkembangan dinamikanya dapat terus ditopang oleh bioritme itu. Saya sangat tertarik menggunakan sebutan bioritme untuk irama tubuh.
Semoga yang pernah menyebutkannya pertama kali termasuk lebih awal membuktikannya dalam tubuh sendiri. Ide kita tentang tubuh diri masing-masing bukan sekedar untuk fashion dan lahiriah. Ide tentang tubuh juga dapat digali dari kebiasaan baik dan berguna tanpa satu defenisi eksternal dan internal.
Semua orang pasti pernah melakukan tidur siang dan lazimnya selalu tidur malam. Saya ingin menyelesaikan tulisan ini sudah lewat tengah malam karena mungkin tidur siang lebih dari satu jam atau karena lain hal yang menyerupai stimulan. Memang kadang efek kopi bisa bikin kita melek lebih lama dan baru pada subuh minta tidur.
Hari ini saya menghitung jam kerja saya lebih dari 8 jam. Kalau saya bekerja di perkantoran jam lembur saya harus diperhitungkan. Namun sampai mati juga saya harus membangun pola di luar orang kantoran. Ini seperti suatu resiko karena saya berpikir tidak perlu ada post-power sindrom setelah menjalani masa pensiun. Konon pula bilang diri sendiri mau pensiun, lalu apa jaminannya?
Tak ada jaminan, baik untuk yang pensiun maupun bagi orang bukan kantoran. Kesehatan tubuh kita tidak tergantung jaminan dari luar atau sistem eksternal. Meskipun itu cukup penting namun posisinya hanya membantu dan meringankan. Jadi itu ibarat obat belaka. Ternyata kesembuhan bersumber dari diri kita yang memahami keunikan tubuh masing-masing. Tidur siang dibutuhkan setiap tubuh. Tidur malam merupakan istirahat yang lebih baik.
Tidur malam saya kadang dapat mengganggu karena harus ke kamar mandi. Anda tahu letak kamar mandi kalau hanya cuma mengigau? Tentu Anda sudah berada di area pendampingan. Jangan-jangan karena tubuh Anda tak lagi sehat tiba-tiba Anda merasa tepat tidur juga kamar mandi atau toilet. Semoga benar-benar tidak bocor dan bisa tertahan kalau itu menjadi mimpi yang hanya mendorong agar Anda benar-benar ke kamar mandi.
Dulu saya pernah selalu menahan desakan karena takut gelap ke kamar mandi, apalagi kamar mandinya di luar rumah. Lama-lama bisa juga tak tertahan dan segera ke pekarangan saja untuk lebih puas membuang desakan dari dari dalam tubuh. Tidur malam lebih memuaskan kalau semua desakan itu menjadi urusan tanah atau rumput yang menyimpan jejak saya.
Pagi hari jejak tubuh itu saya periksa. Tidur malam saya kembali seperti nostalgia. Ada banyak kenangan di dalam tubuh kita yang diproyeksikan dalam mimpi. Kalau itu mimpi indah sambungannya bisa berlanjut ke dalam tidur siang esok hari.
Mimpi indah itu selalu memberikan energi hingga tubuh kita tak lagi dikuasai rasa malas dan selalu memungkinkan untuk dikoreksi sampai masa tuanya dinyatakan cukup dan selesai.(*)
Penulis adalah Penerima Penghargaan Kebudayaan dari Kemendikbud RI pada September 2016 dan terlibat dalam Tim Kreatif Presiden untuk Acara Karnaval Kemerdekaan Danau Toba pada Agustus 2016.