PIRAMIDA.ID- Sengketa konsumen pada sektor jasa keuangan menjadi perhatian Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Pematangsiantar dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 5 Sumbagut.
Audensi antara BPSK Pematangsiantar dan OJK Sumatera Utara, Jumat (5/2/2021) berlangsung selama 2 jam tersebut, menghasilkan persamaan persepsi terkait penanganan perkara sengketa konsumen di bidang jasa keuangan.
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai dasar hukum kewenangan BPSK, tentu tidak dapat dipertentangkan dengan kewenangan OJK berdasarkan UU 21 tahun 2011, ditengarai keduanya mempunyai fungsi yang sama dalam kaitan perlindungan hak-hak konsumen.
“Secara absolut, OJK berwenang dan lebih cenderung dalam pengawasan kinerja lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank, mengenai hal-hal yang sifatnya berkenaan langsung dengan operasional lembaga sesuai ketentuan undang-undang,” ujar Andi Muhammad Yusuf, selaku Deputi Direktur Manajemen Strategis OJK Regional 5.
Kendatipun OJK berwenang memeriksa pengaduan konsumen yang merasa dirugikan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) namun Andi tidak menampik, konsumen juga berhak mengajukan pengaduannya kepada badan arbitrase lain selain yang ditentukan OJK, termasuk dalam hal ini adalah BPSK.
“Untuk mekanisme penyelesaian tentu berbeda dengan BPSK, saat ini OJK telah memberlakukan layanan pengaduan konsumen jasa keuangan secara online dan terintegrasi melalui website ojk,” terangnya.
Setali tiga uang dengan pemaparan Andi, Ketua BPSK Kota Pematangsiantar, Rasta E Ginting, SKM, menjelaskan bahwa kwantitas pengaduan konsumen di Kota Pematangsiantar masih didominasi oleh sengketa perbankan maupun lembaga keuangan non bank.
“Untuk itu sekiranya pertemuan ini menghasilkan suatu persamaan persepsi, bahwa baik OJK maupun BPSK memiliki kewenangan memeriksa dan memutuskan perkara konsumen dibidang jasa keuangan,” kata Rasta.
Turut hadir dalam audensi, Bani Napitupulu selaku staf IDOK, Raya D Theresia selaku Kasubag EPK dari OJK Sumut. Drs. Azhar Nasution, Abner Simanungkalit, SH, Jonner Damanik, SP dan Pranoto SH dari BPSK Kota Pematangsiantar.
Konsumen Bebas Memilih
Perbedaan penafsiran mengenai kewenangan antara BPSK dan OJK dalam memeriksa pengaduan konsumen tentu dapat ditinjau dari sisi teori hukum dan Undang-undang.
Secara teori, UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bukanlah “lex spesialis derogat lex generalis” atas UU No 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen.
Hal ini dapat ditinjau dari ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 1 Tahun 2014 yang merupakan peraturan derivatif dari UU No 21 Tahun 2011, di mana di dalam Pasal 4 ditegaskan, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam daftar OJK adalah sekurang-kurangnya mempunyai layanan penyelesaian secara mediasi, ajudikasi, atau arbitrase dengan menerapkan prinsip aksesibilitas, independensi, berkeadilan, efektif, dan efisien dalam setiap aturannya.
Pun demikian dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72 Tahun 2020, bahwa setiap konsumen dapat mengajukan pengaduannya kepada BPSK. Secara spesifik pengaduan terkait kerugian konsumen di bidang jasa keuangan dapat dilaporkan kepada OJK, namun secara umum, kerugian konsumen tersebut juga dapat diselesaikan oleh BPSK.
Mengingat ketentuan Pasal 4 UU No 8 Tahun 1999, bahwa hak-hak konsumen telah dijamin oleh UU termasuk hak yang sama terhadap konsumen dibidang jasa keuangan. Di sinilah peran BPSK dalam menyelidiki apakah terdapat hak-hak konsumen yang telah diabaikan oleh pelaku usaha, pun apakah terdapat kewajiban konsumen kepada pelaku usaha yang belum diselesaikan.(*)