Yudhie Haryono*
PIRAMIDA.ID- Siapa yang lupa tahun itu? Ketika tunas baru mulai mekar hancurkan tembok. Juga gilas si begundal bersenjata yang takut perang tapi hobi menindas rakyat. Maka lima tahun sebelumnya aku mendapati senyum manismu.
Tepatnya 1993. Tak ada purnama selain engkau. Tak ada bunga selain dirimu. Engkaulah konello si es jilat pemberi nikmat. Tetapi kita berjumpa sekali dua kali saja. Selebihnya, engkau entah di mana. Tak ada kabar berita. Ya. Surat-suratku tak pernah berjawab. Salam manisku bertepuk sebelah kaki. Aku tahu, berderet-deret lelaki antri.
Tahun-tahun itu aku dua kali ditangkap vulisi karena memimpin demo revolusi Mei. Tapi, saat di penjara, engkau tak pernah ada. Kata inteljen, kau sibuk berpramuka. Maka, aku musuh Soeharto, kau netral rupanya.
Kau tahu kenapa aku dan kawan-kawan berontak? Sebab keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru tidak diimbangi dengan pembangunan mental (character building) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha dan konglomerat).
Klimaksnya, pada tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa). Itulah yang mendorongku menggerakkan reformasi karena menyaksikan ketidakadilan di bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Lahirlah sembilan agenda reformasi yang disuarakan oleh kami semua mahasiswa angkatan 1998 yangg meliputi: 1)Pengadilan terhadap Soeharto dan kroni-kroninya; 2)Laksanakan amandemen UUD 1945; 3)Hapuskan Dwi Fungsi ABRI; 4)Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya; 5)Tegakkan supremasi hukum; 6)Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN; 7)Potong satu generasi; 8)Land reform; 9)Tegakkan arsitektur ekonomi politik pancasila.
Lalu. 22 tahun kemudian. Tiba-tiba kini dunia tak jadi kiamat. Sebab kudengar nyanyi ceria darimu sepanjang waktu. Sedalam samudra telah aku selami. Setinggi langit di angkasa telah kuarungi. Sepanjang kehidupanku aku mencari. Sebentuk kelembutan hati cinta sejati.
Kini usai sudah segala penantian panjangku. Setelah temukan dirimu duhai kekasihku. Hanya di hatimu akan kulabuhkan hidupku. Karena kaulah cinta terakhirku.
Berjuta kejora terangi gelap malamku. Tetap tak seindah cahaya mata hatimu. Sebab malam-malamku kini jadi terang. Sebab gelapku kini berakhir. Kau bicara di telingaku, “masa lalu hanyalah masa depan yang pergi sementara. Menemani dan menemukanmu adalah takdir dan wahyu.”
Memang, masa lalu tak menyimpan apa-apa kecuali rindu. Sebab, masa lalu adalah rindu itu sendiri. Maka, rindu mencetak dan memperanak cinta. Tetapi, keduanya tak memberikan apa pun, kecuali keseluruhan dirinya, utuh penuh. Mereka tak mengambil apa-apa, kecuali dari dirinya sendiri. Rindu dan cinta tak memiliki ataupun dimiliki. Karena cinta telah cukup untuk cinta.
Masa depan adalah satu-satunya kebebasan di dunia. Karena masa depan membangkitkan semangat yang hukum-hukum kemanusiaan dan gejala-gejala alamipun tak bisa mengubah perjalanannya. Hidup kita mestinya bukan masa lalu yg membunuh masa depan. Rindu dan cinta kita mestinya bukan agama yg menjahilkan. Sekolah-sekolah kita mestinya mencerahkan, memerdekakan dan memartabatkan.
Subhanallah. Maha suci alam raya yang luas ini. Yaa Allah. Kini, di waktu yang dingin dan sunyi sepi ini, jika kekasihku yang bijak dan rindu sedang beribadah, terimalah ibadahnya. Jika sedang berdoa, kabulkanlah doanya. Jika sedang bekerja, ringankanlah pekerjaannya. Jika sedang berusaha, hasilkanlah usahanya. Jika sedang sakit, sembuhkanlah. Jika sedang susah, gembirakanlah. Jika sedang malas, bangkitkan semangatnya agar sukses. Jika sedang berjalan, selamatkanlah. Jika sedang cemas, anugrahilah rasa aman. Jika sedang khilaf, sayangi dan ampuni. Jika sedang lupa, ingatkan dan maafkanlah. Yaa Allah, golongkanlah kami sebagai orang yang selalu bersyukur padaMU baik dalam keadaan sempit maupun lapang; duka maupun bahagia. Jagalah rindu kami menjadi rindu padaMU selalu. Amin.
Kasih. Kini, yang berkuasa di republik adalah mereka yang tak tahu Indonesia. Tak punya jasa dan investasi di revolusi Mei. Hanya modal tipu sana tipu sini. Bersetubuh dengan asing-aseng merampok SDA kita. Mewariskan utang tiada tara. Aku sedih. Tapi mau bagamana. Alam raya sedang memihak mereka dan menguji ketabahanku.
Maka, mengingatmu kini adalah membaca Alquran dan menikmati dunia saja. Tak lebih. Tak kurang. Kau tahu, Alquran menyebut kata dunia sebanyak 101 kali disertai dengan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Jumlah kata dunia sebanyak itu membuktikan betapa pedulinya Allah SWT menjelaskan pada manusia tentang kehidupan dunia.
Saat Allah mengingatkan betapa pentingnya dunia, Allah juga mengingatkan dengan batas-batasnya. Firman Allah, “carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu. Janganlah berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS 28:77).
Yank. Ada yang lupa. Akuu rinduuuu pelukanmu yang hangat itu. Sebelum mati, kuingatkan satu hal. Sepertinya engkau melupakan satu hal dalam bercinta. Terkadang kau baru sadar saat seseorang telah merebut yang kau miliki (kekasih, misalnya). Hal yang menjadi milikmu tapi kau abaikan. Hal yang selalu bersamamu, tapi tak begitu kau perhatikan.
Jangan lupa, yang tak dijaga bisa dicuri seketika. Sebab tanpa kamu sadari, banyak orang yang iri atas apa yang kamu miliki. Dan, mereka bisa melakukan apa saja untuk merebutnya darimu. Maka, jika masih sempat, jagalah mereka semua. Itu hidup dan matimu. Bahagia dan sedihmu.
Terakhir, di bumi ini, aku ingin bersamamu, mengaji, mencari rizki, revolusi dan bercinta (sepuasnya). Tapi mungkin ini mimpi. Atau angan-angan orang kalah.(*)
Penulis merupakan Direktur Eksekutif Nusantara Centre. Pendiri PKPK UMP (Pusat Kajian Pancasila dan Kepemimpinan Univ Muhammadiyah Purwokerto).