Oleh: Tesis Samuntia, Jovano Apituley, Violeta Kawengian, Patricia Pandeiroot, Kimberly Mantik*
PIRAMIDA.ID- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 ayat (3) mengatur bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Norma konstitusi ini telah memberikan arah pembangunan sumber daya alam nasional, yaitu dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.
Kedua prinsip di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pemisahan keduanya justru akan kontraproduktif dengan konsep penguasaan negara yang dimaksud dan dapat menyebabkan adanya monopoli sumber daya alam oleh pemilik modal atau pihak asing yang keuntungannya hanya akan lari ke luar negeri dan dinikmati oleh segelintir orang saja dan bukan untuk masyakat dan pembangunan Indonesia.
Di era modern saat ini persaingan ekonomi semakin tinggi, individu dan kelompok berlomba-lomba memenuhi kebutuhan atau bahkan memperbanyak kekayaan dengan membangun usaha salah satunya dengan usaha tambang. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah salah satunya, yaitu kandungan mineral di mana kandungan mineral terdapat unsur-unsur kimia yang sangat berharga seperti emas, nikel, tembaga, dan senyawa lain yang memiliki nilai guna yang tinggi.
Aktivitas pertambangan tidak lepas dari adanya konflik antara perusahaan tambang dan masyarakat hal itupun yang terjadi dengan masuknya industri pertambangan di Sangihe, yaitu konflik yang timbul antara PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) dan masyarakat Sangihe. Hadirnya PT TMS menuai berbagai macam polemik di antaranya ada pihak yang pro PT TMS untuk menambang di pulau Sangihe dan juga ada yang kontra mengenai hal ini.
Masyarakat yang menolak merasa bahwa apabila PT TMS menambang di pulau Sangihe dipandang akan memberi dampak kerusakan pada lingkungan, ketahanan pulau, dan jaminan ruang hidup yang memungkinkan terkikis bahkan terampas. Sedangkan dengan hadirnya PT TMS di pulau Sangihe berpotensi akan mendorong perekonomian dikarenakan tambang merupakan industri yang strategis di mana dapat memberikan manfaat bagi perekonomian domestik.
Sejauh ini berdasarkan data perbandingan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Utara dan Sangihe, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan masih berada pada angka tertinggi pada Produk Domestik Bruto (PDB) 2018, yaitu 813,859,55 sedangkan pertambangan pada PDB 2018 sebesar 188,117,39. Angka tersebut sangat rendah dibandingkan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sedangkan sumber daya alam yang berada di dalam perut bumi Sangihe memiliki potensi yang lebih dari penyumbang PDB terbesar saat ini di Kabupaten Sangihe.
Oleh sebab itu pengoptimalan pemberdayaan sumber daya alam di wilayah Kabupaten Sangihe diperlukan mengingat hal tersebut merupakan amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 PT TMS dipandang akan mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di kepulauan Sangihe, bila dilihat dari sisi positifnya aktivitas pertambangan yang dilakukan ini dapat menciptakan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat meningkat.
Sedangkan jika aktivitas pertambangan tersebut dibuka dapat menyebabkan kerugian dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan lahan akan tergerus dan semakin kecil perkebunan yang dimiliki masyarakat konsekuensinya para petani pala, cengkeh dan kopra sebagai komoditas pertanian masyrakat sangihe akan kehilangan garapannya, dan terutama luas wilayah eksplorasi PT TMS akan mempengaruhi kelangsungan habitat flora dan fauna yang terancam punah.
Saat beroperasinya PT TMS tentu sudah memenuhi syarat pertambangan yang ditetapkan pemerintah, dikeluarkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 163.K/MB.04/DJB/202, tertanggal berlaku sejak 29 Januari 2021 dan berakhir pada 28 Januari 2054 dengan luas wilayah kontrak kerja sebesar 42.000 hektare atau setara 420 KM persegi meliputi 7 kecamatan, 48 kampung dengan 58 ribu penduduk.
Di sisi lain aktivitas tambang rakyat yang berada di lokasi kampung Bowone dan Binebas, Kepulauan Sangihe dilakukan masyarakat sendiri bersifat ilegal hingga kini terus beroperasi, dan dari segi keselamatan dapat membahayakan keselamatan masyarakat itu sendiri.
Beroperasinya PT TMS ini bisa menjadi ladang bagi pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan misalnya dengan meminta pungutan tertentu dengan mengenyampingkan dampak-dampak sosio-budaya & sosio ekonomi yang akan terjadi. Namun Izin lingkungan dapat dibatalkan, apabila:
a) Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
b) Penerbitan tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau UKL-UPL; atau
c) Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
d) Selain hal tersebut, pada huruf a sampai dengan huruf d, izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara dan/ atau dicabut.
Serangkaian polemik yang timbul atas masuknya pertambangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe bukan berarti tidak mempunyai solusi atau jalan keluar. Dan di sini kami mencoba menggali lebih jauh dampak dan gejala sosial yang timbul dari masuknya PT TMS di Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan gambaran kondisi sosial masyarakat di Sangihe saat ini.
Dampak lingkungan dan budaya masuknya industri pertambangan
Adapun beberapa dampak lingkungan dengan pengoperasian tambang terhadap:
1) Tanah
2) Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor
3) Air
4) Hutan.
Perubahan sosial budaya muncul diawali perubahan pada struktur sosial dan pola budaya dalam masyarakat. Sikap dan sifat selalu ingin terjadi perubahan inilah yang kemudian menciptakan berbagai hal baru, termasuk terjadinya perubahan kebudayaan. William Ogburn, seperti tertulis dalam modul Sosiologi (Kemdikbud 2016) menyatakan ruang lingkup perubahan sosial mencakup unsur-unsur budaya secara material dan immaterial.
Manusia dan budaya adalah satu kesatuan. Tanpa manusia maka tidak ada budaya. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat disertai dengan perubahan kebudayaan, dan begitu juga sebaliknya.
Ketika muncul unsur baru dalam budaya maka akan terjadi perubahan pada masyarakat. Perkembangan satu perubahan budaya, akan diikuti perubahan lainnya. Oleh sebab itu, setiap terjadi perubahan budaya akan membawa dampaknya masing-masing. Baik dampak perubahan budaya yang bersifat positif maupun negatif.
Perubahan sosial budaya mempunyai faktor yang melatar belakangi terjadinya sebuah perubahan pada masyarakat yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal perubahan budaya yang bersumber dari masyarakat itu sendiri antara lain:
1) Penemuan-penemuan baru (discovery dan invention);
2) Terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam masyarakat.
Faktor eksternal yang melatar belakangi terjadinya perubahan budaya masyarakat antara lain:
1) Sebab yang berasal dari lingkungan alam,.
2) Pengaruh dari kebudayaan masyarakat lain. .
Masuknya PT Tambang Mas Sangihe (PT.TMS) sebagai industri pertambangan pertama di Kabupaten Sangihe tidak memungkiri akan terjadi sebuah perubahan sosial budaya pada masyarat sangihe, sama halnya dengan daerah lain yang telah lebih dahulu dijamah oleh perusahaan pertambangan.
Bila melihat besarnya bentang izin wilayah eksplorasi ini disinyalir berdampak juga pada hilangnya ruang untuk hidup bagi masyarakat sangihe yang tersebar di 7 kecamatan, 48 kampung dan di dalamnya bermukim 58 ribu penduduk sehingga sebagai konsekuensi logisnya, beberapa masyarakat yang bermukim dalam wilayah tersebut akan berimgrasi atau pindah ke tempat yang baru meninggalkan tempat tinggal mereka serta menanggalkan mata pencaharian utama sebagai petani dan nelayan yang telah digeluti sejak dahulu kala.
Dampak lain dengan adanya perusahaan tambang yaitu masuknya pekerja dari luar daerah yang membuat terjadinya sebuah asimilasi atau akulturasi budaya. Sehingga kehadiran PT TMS dapat mempengaruhi kelestarian dan kelangsungan budaya yang ada di sangihe dan secara tidak langsung mengikis serta menggerus nilai-nilai budaya lokal karena terbentuk percampuran budaya baru, mengingat luas wilayah eksplorasi PT TMS hampir setengah pulau Sangihe yang didiami mayoritas suku Sangihe, maka nilai-nilai positif budaya dan tradisi masyrakat sangihe yang terjalin erat berupa gotong royong yang sarat dengan masyarakat tradisional diangap akan berubah menjadi masyarakat modern yang individualistis, perubahan gaya hidup bergantung pada alam akan berubah menjadi masyarakat konsumtif dengan pengaruh masuknya sebuah perusahaan tambang dan juga akan berdampak pada aspek tertentu dalam sosial budaya masyarakat Sangihe.
Berkaca pada daerah lain seperti masuknya perusahaan tambang konvensional di Desa Sopokomil, Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi, akan menimbulkan konflik horizontal dalam masyarakat karena kepentingan masing-masing masyarakat dengan adanya pertambangan. Dan hal tersebut bisa terjadi di Sangihe, dengan akan beroperasinya PT TMS berpotensi menimbulkan pergesekan sosial antar masyarakat yang pro terhadap PT TMS dan masyarakat kontra dengan keberadaan PT TMS di kabupaten Sangihe.
Namun bila membahas persoalan beroperasinya PT TMS maka tidak etis jika dikaji dampak negatifnya saja. Masuknya PT TMS di Sangihe secara hipotesis kami juga akan membawa dampak positif pada sosial budaya masyarakat, yaitu dengan berkurangnya jumlah pengangguran dan menambah penghasilan masyarakat yang diserap dari sektor perusahaan pertambangan. Juga mindset masyarakat berubah untuk hidup yang modern, seperti pola pikir yang lebih maju baik terhadap pendidikan maupun tingkah laku,, perubahan tersebut tidak akan terjadi tanpa adanya sebab dan akibat. Masuknya tambang memberikan pengaruh atau perubahan yang besar pada masyarakat.
Dampak sosial ekonomi
Sejalan dengan masukanya PT TMS di pulau Sangihe dapat dipastikan akan berdampak bagi kehidupan masyarakat di sana, pola bersosialisasi ataupun pemenuhan kebutuhan tentunya akan mengalami perubahan dan diharapkan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat pulau Sangihe. Dapat kita lihat beberapa daerah yang mengalami kemajuan sejak beroperasinya tambang konvensional seperti pertambangan emas di desa Ciguha, Jawa Barat atau disebut Pongkor yang dikelola oleh PT Aneka Tambang, Tbk yang mengupayakan adanya inovasi sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar lokasi pertambangan.
Adapun upaya penanaman pohon kembali di area pertambangan ilegal, peningkatan kualitas sungai yang sudah tercemar dan kini telah menjadi tempat wisata menandakan sungai sudah tidak lagi tercemar, adapun upaya pengembangan di bidang peternakan dan pertanian, juga penyediaan air bersih, pembangunan fasilitas kesehatan, serta pendampingan usaha bagi masyarakat perusahaan juga berkomitmen untuk berupaya mengurangi dampak dari aktifitas pertambangan. Dengan apa yang telah dilakukan oleh PT ANTAM dapat mencerminkan dampak positif dan bisa dilihat bahwa sangat bertentangan dengan pandangan negatif masyarakat awam tetang perusaahaan tambang, hadirnya PT TMS di pulau Sangihe diharapkan pula akan berdampak baik pada sosial ekonomi di pulau Sangihe seperti akan dibangun fasilitas kesehatan ataupun pengadaan air bersih serta pendidikan yang akan lebih baik, diharapkan pula perekonomian masyarakat yang akan semakin baik lewat diperkerjakannya masyarakat-masyarakat sekitar yang berpotensi, ataupun pemberdayaan di bidang perekonomian lainnya.
Namun jika dilihat dari sudut pandang masyarakat Sangihe yang menolak adanya PT TMS tentu saja bukan tanpa alasan dan pertimbangan didalamnya, yaitu pertambangan mengancam setengah pulau atau sudah memakan 57% dari luas pulau Sangihe. Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang Merah, Johansyah mengatakan, “Opsi ekonomi di luar opsi pertambangan, karena pertambangan menurut warga ada dampak dan daya rusak yang besar. Potensi keindahan alam yang diharapkan pemerintah secara kreatif bisa kembangkan sektor lain.” Masyarakat pun keberatan dengan sudah adanya izin tanpa melibatkan masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, kepulauan ini seharusnya terlarang untuk aktivitas pertambangan, di mana masyarakat pun khawatir dengan akan adanya tambang emas maka sumper penghidupan masyarakat yang adalah nelayan dan petani akan hilang karena adanya dampak kerusakan lingkungan serta lahan-lahan pertanian yang akan menjadi lokasi pertambangan dikhawatirkan pula akan mendorong massifnya bencana alam bagi yang berada di pulau Sangihe.
Dengan tidak adanya PT TMS di pulau Sangihe dianggap akan berdampak baik pada lestarinya lingkungan serta terjaganya budaya lokal masyarakat Sangihe sehingga bisa memajukan perekonomian lewat sektor pariwisata ataupun sektor-sektor lain yang berpotensi di luar pertambangan karena kerusakan lingkungan dengan adanya pertambangan sangatlah sulit untuk diperbaiki.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita simpulkan dalam beberapa bagian poin penting seperti:
1. Keberadaan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) dengan membuka lahan pertambangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe mendapat penolakan dari masyarakat. Masyarakat kepulauan Sangihe meyakini bahwa keberadaan pertambangan dapat merusak lingkungan, yang pada letak geografis memiliki nilai strategis yang tinggi juga kekayaan hasil galian yang melimpah.
Hal inilah yang menjadikan Sangihe wilayah yang tepat bagi PT TMS untuk mendirikan usaha tambangnya. Namun bisa mengancam keberadaan dan kelestarian sosial budaya pada daerah tersebut. Tapi sebenarnya juga Industri pertambangan dengan masuknya PT TMS akan berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat di pulau Sangihe, seperti dibangunnya fasilitas penunjang untuk kesehatan, pendidikan, pengadaan air bersih, dan tentunya meningkatnya pendapatan daerah hal tersebut membawa perekonomian masyarakat yang semakin baik.
Saran
Adapun beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat sebagai acuan bagi para pembaca adalah sebagai berikut:
Diharapkan agar dampak lingkungan dan budaya menjadi prioritas dari pengelolaan tambang serta adanya kerja sama dari masyarakat agar tercapainya aktifitas pertambangan yang ramah terhadap lingkungan, dan masyarakat lebih terbuka melihat sisi positif peningkatan perekenomian daerah. (Gama)(*)