Rudi S. Kamri*
PIRAMIDA.ID- Sungguh menarik menyaksikan diskursus yang dilontarkan Adian Napitupulu, politisi PDIP tentang silang sengkarut pengelolaan BUMN yang sedang dilakukan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir.
Mengapa menarik? Pertama, karena keduanya sama-sama pendukung loyal Presiden Jokowi yang tidak diragukan. Kedua, mereka berdua sama-sama ‘the rising star’. Ketiga, kalau memang benar yang dilontarkan Adian Napitupulu, artinya program restrukturisasi total BUMN yang sedang dilakukan Erick Thohir ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi publik.
Ketidaksepahaman di antara kedua tokoh muda potensial bangsa ini pun sudah sampai ke meja Presiden Jokowi. Terbukti keduanya telah dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk klarifikasi adu validasi data dan informasi.
Hasilnya? Hanya Tuhan dan Presiden Jokowi yang tahu. Karena sampai sekarang publik tidak tahu apa progress apa yang dilakukan Presiden maupun Menteri BUMN terkait sinyalemen “salah kelola” yang dilontarkan Adian Napitupulu.
Sayangnya Erick Thohir juga tidak berani atau tidak mau meng-counter pernyataan Adian Napitupulu secara terbuka. Entah karena dilarang Presiden atau Erick Thohir tidak suka kontroversi terbuka. Saya tidak tahu.
Yang jelas strategi Erick Thohir dengan mengutus staf khususnya, Arya Sinulingga adalah keputusan yang konyol dan blunder. Karena di samping kualitas Arya Sinulingga tidak selevel dengan macan debat seperti Adian Napitupulu yang terkenal kuat data dan narasi, Arya Sinulingga juga tampak jelas tidak menguasai medan tempur yang dilakoninya.
Terbukti, data utang BUMN saja Arya Sinulingga salah angka dan argumentasi yang digunakan untuk meng-counter pernyataan Adian Napitupulu terlihat tidak akurat, tidak nyambung dan tergagap-gagap.
Sebagai rakyat, saya sangat menyayangkan penyelesaian ketidaksepahaman di antara Adian Napitupulu dan Erick Thohir seolah hanya mengambang di awang-awang. Rakyat berhak tahu siapa di antara keduanya yang benar. Erick Thohir yang salah atau Adian Napitupulu yang tidak benar.
Saya juga termasuk yang tidak setuju ketidaksepahaman di antara kedua tokoh muda bangsa ini dibelokkan dan dipersempit hanya sekitar bagi-bagi kursi komisaris atau direksi BUMN.
Kalau kita baca tulisan panjang Adian Napitupulu, masalahnya jauh lebih krusial dari sekedar jatah kursi BUMN tapi pada esensi salah kelola BUMN. Kalau tuduhan Adian Napitupulu itu benar, ini berbahaya bagi masa depan perusahaan negara yang beraset total sekitar Rp 8.000 trilyun.
Tapi sekali lagi apa yang disampaikan Adian belum tentu benar. Lalu, bagaimana cara mengujinya? Saya berpendapat keduanya harus bertemu dalam Debat Terbuka untuk adu argumentasi dan adu validasi data.
Biar publik tahu siapa di antara keduanya yang lurus dalam kebenaran dan siapa yang sebaliknya. Dalam era demokrasi dan mengingat dunia sedang dikuasai opini media sosial, debat terbuka antara Erick Thohir dan Adian Napitupulu akan memberikan pencerahan publik sekaligus ekspresi demokrasi yang sehat dan terbuka.
Pertanyaannya, apakah mereka berani? Ini adu nyali yang sehat, agar spekulasi informasi di media tidak berkembang liar dan brutal. Mereka berdua harus menyadari bahwa mereka punya tanggungjawab moral, sosial dan politik terkait hal itu.
Saya yakin banyak media televisi dengan suka cita menyiapkan panggung besar buat mereka. Salah satunya saya bisa memprovokasi sahabat saya, Rosiana Silalahi untuk memfasilitasi debat terbuka ini.
So, bagaimana Bung Erick Thohir dan Bung Adian Napitupulu, Anda berani dan punya nyali? Kalau Anda merasa punya kapasitas sebagai pemimpin masa depan bangsa tunjukkan nyalimu.
I challenge both of you!!!
Penulis adalah pemerhati sosial politik.