PIRAMIDA.ID- Pasca bentrokan antara karyawan PT TPL dengan masyarakat Desa Natumingka Kabupaten Toba beberapa waktu lalu, gelombang gerakan rakyat menuntut Pemerintah agar menutup PT TPL semakin besar. Gerakan Tutup TPL yang dilakukan sejumlah aksi massa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Pemuda Pecinta Danau Toba (AMPDT) gelar aksi demonstrasi di depan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Jumat (04/06/2021).
Aksi ini juga menyampaikan aspirasinya di depan Istana Negara, di mana para massa demonstran mempertanyakan tentang keberadaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) dulu bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang sudah lebih dari 30 tahun beroperasi di sekitar kawasan Danau Toba, tragisnya yang sudah mengisahkan duka mendalam bagi masyarakat sekitar.
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh koordinatoor aksi unjuk rasa, Fernando Simanjuntak mengatakan bahwa sejak awal kehadiran perusahaan ini sudah mendapat reaksi penolakan dari berbagai kalangan, baik dari pihak NGO, akademisi, tokoh agama (gereja), tokoh adat dan para tokoh pemerhati lingkungan hidup.
“Karena kehadiran perusahaan ini berdampak buruk terhadap ekosistem Danau Toba dan juga berpotensi menciptakan konflik agraria khususnya dengan masyarakat adat,” ujarnya saat di tengah aksi demo berlangsung di depan gedung KLHK, Jakarta.
Lanjutnya lagi mengatakan, akibat perampasan wilayah adat yang dilakukan oleh PT TPL telah menimbulkan banyak dampak terhadap masyarakat. “Saat ini, sumber mata pencarian masyarakat adat di wilayah konsesi terus mengalami penurunan karena kerusakan ladang pertanian dan gagal panen, kekeringan dan sulitnya mendapatkan air bersih,” tutur Fernando Simajuntak.
Mirisnya lagi, adanya dugaan tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan PT TPL telah melanggar perlindungan terhadap masyarakat adat, ihwal ini juga tertuang dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
“PT TPL Melakukan tindakan yang tidak terpuji kepada masyarakat adat yang telah membodohi, menciderai hati rakyat dengan senang meluluhlantakkan semua kehidupan di tanah Batak,” pungkasnya.
Bahkan, katanya lagi menjelaskan, bahwa Bupati Toba Darwin Siagian (periode 2016-2021) telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Toba Samosir Nomor 1 Tahun 2020 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Samosir, yang menyatakan PT TPL tidak menaati Perda Nomor 1 tahun 2020 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Samosir. Oleh sebab itu, Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Danau Toba mengelar aksi unjuk rasa di depan KLHK dan Istana Negara dengan berbagai tuntutan, di antaranya:
1. Mendesak KLHK segera turun langsung ke lokasi masyarakat Batak bersama-sama masyarakat, untuk menghentikan pemberian izin kosesi dan mencabut izin PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) dari Tanah Batak;
2. Melakukan rehabilitasi massif terhadap Tanah Batak karena kerusakan-kerusakan parah yang sudah berlangsung selama ini;
3. Menyerahkan tanah-tanah masyarakat kembali ke masyarakat Batak;
4. Mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo segera menindak tegas para polisi yang berpihak kepada PT TPL;
5. Menghentikan segala bentuk kekerasan dan intimidasi maupun kriminalisasi terhadap masyarakat Batak dan Tanah Batak;
6. Melepaskan warga masyarakat dari semua tuduhan tak berdasar yang dilakukan oleh para oknum polisi dan juga pihak PT TPL.(*)