PIRAMIDA.ID- Perusahaan Toba Pulp Lestari atau PT TPL adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi pulp atau bubur kertas dan kertas yang berada di kawasan Danau toba, Sumatera Utara.
Dalam perjalanan panjangnya, perusahaan ini kerap bersinggungan konflik atas penguasaan lahan serta berbagai masalah dengan masyarakat yang tinggal di seputaran kawasan Danau Toba mulai dari persoalan hukum di pengadilan hingga terjadi sejumlah aksi yang terkadang berujung dengan gesekan fisik antara perusahaan dengan masyarakat.
Terkait hal tersebut, Ali Yusuf Siregar selaku Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar HMI (PB HMI) yang juga merupakan putra Pematangsiantar-Simalungun memberikan pernyataan tertulisnya pada awak media, Kamis (29/7/21).
Dalam pernyataannya, Ali menilai bahwa aktivitas PT TPL selama ini berkontribusi buruk pada kawasan Danau toba.
“Kami menilai bahwa PT TPL selama ini sangat berkontribusi buruk untuk kawasan Danau Toba. Selain banyak konflik lahan dengan masyarakat kawasan Danau Toba dari persoalan hukum di pengadilan hingga gesekan fisik di lapangan antara perusahaan dengan masyarakat. Aktivitas perusahaan berupa perluasan lahan tanam di kawasan Danau Toba oleh PT TPL telah merubah banyak hutan alami menjadi hutan produksi atau deforestasi dengan mengorbankan banyak pohon alami untuk digantikan oleh tanaman eukaliptus yang mana diduga oleh pergantian tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan penyerapan air untuk Danau Toba serta berubahnya struktur tanah yang menyebabkan akhir-akhir ini terjadi sejumlah banjir khususnya di Kabupaten Simalungun,” terangnya.
Ali juga menyoroti aktivitas lain PT TPL berupa pengangkutan kayu hasil tanam yang diduga memberi dampak buruk pada jalan-jalan di Sumatera Utara, khususnya kawasan Danau Toba.
“Seperti yang kita ketahui bahwa lahan konsesi dari PT TPL ini tersebar di 12 kabupaten di Sumatera Utara dan pabrik pengolahannya berada di Kecamatan Permaksian, Kabupaten Toba. Tentu aktivitas berupa pengangkutan kayu hasil tanam adalah wajib dilakukan perusahaan. Namun aktivitas ini dapat kita rasakan bersama sangat mengganggu masyarakat umum di jalanan. Truk-truk pengangkut kayu PT TPL kerap menghambat kelancaran laju kendaraan masyarakat umum terutama di jalanan sempit yang banyak dijumpai di seputaran Danau Toba dikarenakan pergerakan truk-truk PT TPL yang lambat dan beriringan,” ucapnya.
“Selain itu tonase atau beban angkut truk-truk PT TPL jauh di atas ambang batas toleransi beban yang dapat ditampung oleh jalan, yang secara maksimal oleh perundang-undangan adalah 10 ton. Hal ini karena truk-truk PT TPL telah didesain untuk mampu mengangkut beban hingga di atas 30 ton. Akibatnya adalah jalan-jalan yang dilintasi oleh truk-truk PT TPL sangat sulit untuk bertahan bagus atau layak jalan meski sering diperbaiki. Sebagai dampaknya masyarakat umum yang menggunakan kendaraan kecil harus menerima kondisi jalan yang rusak berlubang,” kesalnya.
Di akhir penyataannya, Ali akan mendesak pemerintah pusat untuk menutup PT TPL dan menghentikan segala aktivitas perusahaannya. Dirinya akan mendorong ini baik secara Individu sebagai masyarakat Pematangsiantar-Simalungun dan meminta teman-teman PB HMI secara kelembagaan untuk menyuarakan hal yang sama.
“Saya sebagai masyarakat Pematangsiantar-Sjmalungun yang sedikit banyaknya merasakan dampak buruk dan negative kehadiran aktivitas PT TPL di daerah serta atas sejumlah permasalahan dan konflik PT TPL yang banyak merugikan masyarakat khususnya di kawasan Danau Toba akan mendesak pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Jokowi untuk menutup dan menghentikan segala aktivitas perusahaan PT TPL serta saya juga akan mendorong teman-teman PB HMI untuk menyuarakan hal yang sama,” tutupnya.(*)