PIRAMIDA.ID- Penanganan pandemi Covid-19 di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) semakin meresahkan masyarakat. Itu terlihat melalui kritikan terhadap pemerintah daerah dan lembaga DPRD dalam ragam komentar di beranda sosial media. Lantas polemik tersebut menggerakkan nurani sekelompok organisasi mahasiswa di Kota Kefamenanu untuk melakukan demonstrasi di Gedung DPRD Kabupaten TTU pada Senin (16/08) kemarin.
Meski demikian, gerakan kemanusiaan itu tak membuahkan hasil. Dikarenakan, para anggota DPRD sedang fokus menyelesaikan sidang satu. Alasan itu diungkapkan oleh Wakil Ketua I DPRD, Agustinus Tulasi, ketika menemui para demonstran di halaman gedung beratap biru.
Sebagaimana pemberitaan dalam redaksi betabutunews.com, bahwa para mahasiswa menuntut agar pihak eksekutif bersama legislatif segera membuka kotak pandora alokasi anggaran penanganan dan pencegahan Covid-19 sebesar 51 miliar ke masyarakat sesuai penetapan APBD TTU 2021.
Selain itu, massa aksi menuntut DPRD segera melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan Direktur RS Leona Kefamenanu untuk mengklarifikasi kasus dugaan malpraktek (manipulasi hasil rapid test) beberapa waktu lalu sehingga menimbulkan kontroversi.
Dengan adanya peristiwa tersebut, Forum Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (FRIDOM), menilai bahwa telah terjadi penyalagunaan wewenang oleh Plt Kadis Kesehatan, Tomas Laka, selaku pelaksana tugas urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan. Dikarenakan, tugas dan fungsi Dinas Kesehatan adalah melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit, melakukan evaluasi dan pelaporan dibidang kesehatan masyarakat, serta melaksanakan tugas pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten.
Hal ini diungkapan Koordinator Umum Fridom, Mario Yosryandi Sara sesuai press realese yang dikirim, pada Sabtu (21/08) pagi.
“Saya menilai kalau Kadis Kesehatan telah melakukan abuse of power selama masa pandemi ini. Kita bisa melihat bagaimana sikapnya ketika ada persoalan berhubungan dengan covid. Sebagai pelaksana tugas urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan, sebenarnya ia paham tupoksinya. Begitu pun dengan fungsi instansi kesehatan selama pandemi merebak, jangan sampai ada disorientasi fungsi sebagaimana saat ini. Kan gawat,” ujar Mario.
Lebih lanjut Mario menjelaskan, selama masa pandemi total kasus di Kabupaten TTU sudah mencapai 200 kasus terkonfirmasi, 22 masih dirawat, 167 sembuh, dan 11 meninggal. Namun evaluasi penanganan Covid-19 tak pernah dipublikasi. Padahal kinerja pemerintah (Satgas Covid-19) selama ini perlu diketahui masyarakat, terutama soal alokasi anggaran penanganan covid sebesar 51 miliar, sesuai APBD TTU 2021. Oleh sebab itu, bila kepala daerah tak dapat menggubris keluhan masyarakat sejauh ini, maka Kadis Kesehatan harus mengambil tindakan sesuai regulasi demi menetralisir konflik dan multipresepsi publik.
“Sejauh ini masyarakat belum tahu persis soal perkembangan kinerja Tim Satgas Covid-19 di TTU. Apalagi selama masa pandemi total kasus sudah mencapai 200 kasus, 22 masih dirawat, 167 sembuh, dan 11 meninggal. Belum lagi berhubungan dengan transparansi anggaran 51 M. Tentu akan muncul kecurigaan ketika Bupati belum menggubris check and balances selama ini dari masyarakat. Jika Bupati belum bertindak, yah Kadis harus bersikap lah sesuai etika birokrasi demi menetralisir konflik dan multipresepsi masyarakat,” ucapnya.
Mario menambahkan bahwa, di setiap ada persoalan berhubungan dengan penanganan pandemi, Kadis Kesehatan lamban dan lalai merespon polemik tersebut. Sehingga sikap itu menimbulkan tendensi dan mosi tidak percaya dari masyarakat terhadap Pemda dan lembaga DPRD. Sebagaimana dugaan manipulasi hasil rapid test di RS Leona Kefamenanu, hingga sekarang belum ada tanggapan dari Pemerintah.
Padahal selama dua minggu terakhir, masyarakat sedang menanti keterangan rill dari Direktur RS dan Kadis Kesehatan. Dikarenakan tindakan tersebut telah membungkam hak pasien sebagaimana tercantum pada Pasal 32 UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
Dengan demikian, pemerintah berhak bertanggung jawab dalam menuntaskan persoalan itu, sesuai amanat Pasal 14 dan Pasal 20 UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Akan tetapi, harapan masyarakat menjadi kandas karena kelalaian Kadis selaku penanggung jawab pelaksanaan, pelayanan, pembinaan dan pengendalian urusan pemerintah di bidang kesehatan.
“Pak Kadis terkesan sangat lelet ketika menyikapi persoalan penanganan pandemi selama ini. Alhasil muncul tendensi dan mosi tidak percaya dari publik terhadap Pemda dan DPRD. Saya contohkan kasus di Leona beberapa minggu lalu, sampai sekarang Kadis belum memberi tanggapan. Seharusnya Ia menjadi fasilitator untuk selesaikan persoalan itu. Jangan menunggu sampai bupati turun tangan. Masyarakat sedang menunggu kepastian dari Pemda dan Direktur RS soal dugaan kasus malpraltek tersebut. Beliau harus paham, kalau kasus itu telah mencederai konstitusi. Nah, dengan itu pemerintah berhak bertanggung jawab dalam menuntaskan persoalan sesuai amanat Pasal 14 dan Pasal 20 UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Artinya persoalan itu harus dimediasi Pemda sebelum dilakukan RDP bersama DPRD. Kalau sikap Pak Kadis semakin lalai dan memperkeruh kondisi, mending Pak Bupati copot saja jabatan Pak Kadis, dan digantikan dengan orang yang lebih paham akan tugas dan fungsinya sebagai pimpinan instansi kesehatan,” tegas Mario mengakhiri.(*)