PIRAMIDA.ID- Danau Toba adalah salah satu danau terbesar di Asia Tenggara dengan luas sekitar 1.130 kilometer persegi dengan panjang hampir 100 kilometer, lebar 30 kilometer, dan titik terdalam 505 meter.
Seperti yang kita ketahui bersama saat ini pemerintah pusat telah menetapkan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden No. 81 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya.
Maka untuk mempercepat pengembangan dan pembangunan Kawasan Pariwisata Danau Toba diperlukan pengaturan secara khusus, guna menyatukan pelaksanaan kewenangan pengelolaan kawasan Danau Toba.
Akhirnya pemerintah menandatangani Peraturan Presiden No. 49 tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba pada tgl 1 Juni 2016. Dalam Perpres itu disebutkan, untuk melaksanakan pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba, dibentuk Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba atau yang sering kita sebut BPODT.
BPODT memiliki tiga tugas utama, yaitu pertama, menyusun masterplan pembangunan dan pengembangan Danau Toba; kedua, mengkoordinasikan pengerjaan masterplan tersebut; dan, yang ketiga, mengelola kawasan pariwisata yang terintegrasi dengan lahan seluas 500 hektare yang berada di desa Sibisa, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba.
Namun seperti yang diketahui bersama dari tiga tugas utama tersebut, menurut GMKI Pematangsiantar-Simalungun, tidak ada yang dikerjakan secara maksimal oleh BPODT. Mereka justru terkesan hanya menghabiskan anggaran negara saja.
Hal tersebut tak luput dari perhatian GMKI Cabang Pematangsiantar-Simalungun melalui Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan BPC GMKI Pematangsiantar-Simalungun, Theo Naibaho.
“Kami menilai bahwa BPODT harus dievaluasi secara besar-bsaran karena sampai saat ini kami tidak melihat satu pun dari tugas utamanya dikerjakan dengan maksimal,” ungkapnya.
Theo juga menambahkan, bahwa saat ini BPODT malah menciptakan konflik horizontal di tengah masyarakat.
“Sudahlah tak berdampak dan tak berperan apa-apa untuk kemajuan Danau Toba, BPODT malah menciptakan beberapa konflik di tengah masyarakat. Contohnya, yang ada di Motung, ini sangat memprihatinkan mengingat begitu besarnya harapan pemerintah pusat terhadap BPODT, terlihat dari besarnya anggaran untuk mendukung kerja lembaga itu, namun itu harus sirna karena BPODT tak melakukan apa-apa,” tutup Theo Naibaho.
Sebagi penutup, Theo menyampaikan bahwa GMKI Pematangsiantar-Simalungun akan segera menyurati pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Joko Widodo untuk segera mengevaluasi BPODT dan jika diperlukan harus segera dibubarkan karena tidak berdampak apa apa untuk masyarakat, dan terkesan hanya menghabiskan anggaran saja.(*)