Indi Hakimi*
PIRAMIDA.ID- Bukan kali ini saja perokok mendapatkan perlakuan buruk dari masyarakat. Perlakuan itu bukan hanya melalui tindakan-tindakan, begitu juga dengan stereotip dan bahkan juga dilembagakan dalam bentuk peraturan. Sebenarnya bagaimana sejarah diskriminasi perokok ini bermula? dan seperti apa bentuknya?
Catatan tertua kami melihat bahwa bentuk diskriminasi perokok bermula dari kebijakan di Jerman saat masih dikuasai oleh pemimpin fasis nan terkenal, Adolf Hitler. Sang der Fuehrer saat itu mengeluarkan sebuah aturan melarang menghisap tembakau dimulai dari lingkup terkecil yaitu para prajuritnya.
Kebijakan ini dibuat mengingat Hitler menganggap bahwa kebiasan merokok adalah satu hal yang membuang-buang uang. Maklum, kala itu sang pemimpin sedang benar-benar konsentrasi dengan ekonomi bangsa mengingat ongkos perang cukup besar yang sedang dibutuhkan.
Akibatnya aturan tentang antitembakau pun dibuat. Sementara itu Organisasi anti-tembakau lainnya juga ikut berdiri, misalnya Bund Deutscher Tabakgegner (Federasi Penentang Tembakau Jerman) pada 1910.
Bak jamur di musim hujan, organisasi serupa tumbuh subur di Praha tahun 1920 dengan nama Bund Deutscher Tabakgegner in der Tschechoslowakei (Federasi Penentang Tembakau Jerman di Cekoslovakia), termasuk di wilayah Austria bernama A Bund Deutscher Tabakgegner in Deutschösterreich (Federasi Penentang Tembakau Jerman di Austria-Jerman) yang berdiri pada 1920.
Organisasi dan kebijakan ini yang kemudian semakin memperkuat tindakan diskriminasi terhadap perokok. Rezim fasis saat itu sangat melanggengkan tindakan kekerasan, hal itu tercermin dari saat bagaimana mereka mengebiri dan menggenosida kelompok yahudi di eropa.
Bukan hanya di Eropa, diskriminasi perokok juga terjadi di Benua Amerika. Bahkan di saat itu ada upaya pencegahan masyarakat untuk bekerja jika mereka terbukti adalah seorang penikmat rokok.
Akan tetapi perjuangan masyarakat sipil di sana kemudian melahirkan sebuah kemenangan di sana yaitu dibuatnya undang-undang perlindungan perokok. Regulasi ini dibuat pada era 1980an dan ditetapkan di beberapa negara kawasan seperti California, New York, dan Dakota Utara.
Sedangkan bagaimana dengan di Indonesia? Salah besar jika ada anggapan bahwa diskriminasi perokok itu tak pernah ada. Justru tindakan itu banyak terjadi meskipun industri kretek dan ekologi pengolahan hasil tembakau di Indonesia sejatinya cukup sehat.
Diskriminasi kepada para perokok di Indonesia bermula dari kampanye-kampanye kesehatan yang sebenarnya mirip dengan propaganda yang dikeluarkan oleh Nazi. Perokok dianggap tidak menyehatkan, menggangu sosial, dan boros.
Salah satu diskriminasi yang paling nyata adalah dikeluarkannya beberapa kebijakan yang justru merugikan perokok adalah peraturan daerah kawasan tanpa rokok. Aturan ini sebenarnya cukup baik tapi sayang implementasi di lapangannya justru banyak yang menindas perokok.
Hal lainnya yang bisa dianggap sebagai diskriminasi perokok adalah kebijakan kenaikan cukai tiap tahunnya. Apalagi dengan tarif yang sangat progresif pula. Bukan hanya perokok yang terdampak akibat kebijakan ini tapi juga industri, pedagang, dan para petani.
Pertanyaannya kemudian apakah sejarah diskriminasi yang panjang ini akan terus berlanjut. Apakah pembiaran ini akan terus menjadi pembenaran yang berlalu begitu saja. Ini menjadi pekerjaan rumah tangga bagi kita semua sebagai perokok.
Setidaknya perlawanan itu di mulai dari hal yang terkecil. Memberikan contoh pada sekitar bahwa perokok juga bisa berlaku tertib, sehat, dan menaati peraturan. Membalikman stigma yang selama ini disematkan adalah hal termudah yang bisa kita lakukan untuk melawan diskrminasi tersebut.(*)
Indi Hakimi tinggal di pinggiran Jakarta. Kontributor Komunitas Kretek Indonesia.