Oleh: Ticklas Babua-Hodja*
PIRAMIDA.ID- Tulisan ini merupakan adaptasi dari kisah nyata penulis tentang seorang gadis yang memiliki masa depan, kini dirampas oleh ayah tirinya. Enola adalah nama samaran yang diangkat dari si penulis untuk tetap menjaga nama baik dari korban. Selamat membaca, selamat berkontemplasi!
Di akhir tahun 2018 tepatnya di bulan Desember, gadis yang bernama Enola yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) diam terduduk di tengah-tengah keluarga problematik. Ia termangu di sudut ruang, berharap kisah ini takkan terulang. Sang ayah senang bersulang, sang ibu sibuk mencari uang.
Sebelum tahun 2018, Enola diadopsi oleh ayah tirinya sekitar umur 2 tahun bersama ibu kandungnya yang sekarang telah resmi menjadi istri dari ayah tirinya. Tahun-tahun berlalu Enola hidup dengan rasa sakit dan luka. Di masa kecilnya, Enola kerap kali disuguhkan dengan kekerasan fisik yang dilakukan oleh ayah tirinya.
Kini, Enola mulai meranjak remaja, di masa remajanya seharusnya Enola lebih dekat dengan yang namanya bermain, membangun hubungan sosial dengan teman sebayanya, dan meraih-raih masa depannya, dan berharap semoga ke depannya mimpi Enola akan terwujud. Namun, fakta itu tidak berjalan mulus. Penghujung tahun 2018, Enola yang tadinya memiliki mimpi, kini dirampas oleh ayah tirinya.
Ketika itu, Enola yang selesai dengan studinya di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang masih panjang perjalanan masa depannya, telah hilang begitu saja ketika ayah tirinya melakukan aksi bejat atas dirinya.
Atas kejadian itu, Enola kini merasa dirinya bak selimut tamu tanpa busana. Enola dengan rasa sakit sejak ia masih belia, kini rasa itu kambuh kembali ketika dia beranjak remaja. Paksaan demi paksaan yang merajalela pemikiran Enola telah mendarah daging pada dirinya dan mencoba membebaskan ibu kandungannya dari ancaman yang dikeluarkan dari mulut lelaki bejat ketika memulai aksinya.
Enola, ketika ayah tirinya merampas sebagian hak hidupnya dan masa depannya, ayah tirinya juga berencana akan menelentarkan Enola dari keluarga ayah tirinya, mengingat anak kandung dari ayah tirinya juga perempuan dan lebih mendapatkan hak istimewa sebagai perempuan dan anak dibandingkan Enola. Di titik ini, Enola semakin merasa sakit dan merasa bahwa siklus kematian itu akan menghampirinya. Tetapi Enola bertahan dengan tujuan melepaskan ibu kandungnya dari ancaman ayah tirinya.
Dengan dalil dan dalih yang dilontarkan kepada Enola bahwa ketika Enola terus menuruti permintaan dari ayah tirinya, maka Enola akan bebas bermain, bersosial dan berhak untuk menjalin hubungan asmara dengan laki-laki lain ketika Enola Dewasa nanti. Di sinilah pikiran Enola dikelabui agar tetap menuruti apa permintaan dari ayah bejatnya ini.
Kini, Enola telah memiliki seorang kekasih yang tulus mencintai Enola tanpa sadar Enola telah dinodai oleh ayah tirinya dengan perlakuan yang semenah-menah dan tidak bertanggung jawab sebagai seorang ayah.
Perjalanan asmara ini berjalan dengan sehat tanpa ada pertikaian. Di tengah-tengah perjalanan kasih, Enola dikabarkan tengah mengandung yang membuat sang kekasih merasa curiga dengan segala bentuk kekecewaan.
Di sinilah kisah Enola mulai terungkap. Enola yang sadar sekaligus diselimuti rasa takut dan malu mulai menceritakan kejadian yang selama ini meinmpa dirinya. Sang kekasih pun sadar, bahwa ia harus menjadi payung di kala hujan, menjadi tembok ketika badai.
Sang kekasih pun mendengar apa yang Enola ceritakan. Sang kekasih pun menyadari bahwa sesungguhnya “Hidup itu bukan hanya tentang Cinta, tetapi tentang Kenyataan”. Di sinilah peran sang kekasih yang mengambil resiko atas kehamilan Enola meskipun ia sadar bahwa anak didalam kandungannya bukan miliknya melainkan ayah bejat dari si Enola.
Dengan perjuangan melawan stigma, sang kekasih dan Enola pun mencoba untuk mengungkap masalah ini dengan segala konsekuensi. Antara pesimis dan optimis.
Kisah dan kasih yang digenggam oleh sepasang kekasih ini masih rancu lantaran berhadapan dengan yang namanya hukum.
Kekasih Enola beritikad baik untuk bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa Enola dan menggiring kisah Enola ini ke jalur hukum yang sampai saat ini, masih menjadi tantangan berat bagi kedua pasangan ini. Mengingat, Enola masih belum cakap hukum (masih dibawah umur).
Namun, dengan segala cara sang kekasih Enola akan tetap berada di depan stigma dan berkomitmen untuk memberikan tanggung jawab setimpal atas perbuatan bejat dari ayah tirinya.
Masih belum dipenghujung kisah, sang penulis berkeputusan untuk belum sepenuhnya menuliskan kisah kasih antara sang kekasih dan enola gadis kecil yang dirampas masa depannya. Penulis berharap ada pembelajaran yang diambil dari cerita diatas untuk para pembaca dan merenungkan apa yang telah terjadi.
Pesan penulis, bahwa kejahatan ada disekitar kita, mari mencegah, mari merawat generasi kita. Ini adalah Cinta yang tulus dan Kisah yang tidak begitu mulus.
Enola berharap, kisah ini berakhir pada dirinya, tidak lagi di perempuan dan anak lainnya. Semoga, dengan sepenggal cerita yang telah dituliskan, semakin membuka pikiran kita, semakin menjaga perempuan dan anak-anak kita.(*)
Penulis merupakan kader GMKI. Aktif menulis di berbagai media.