Oleh: Bonita Silalahi*
PIRAMIDA.ID- Karyawan dikategorikan kelas proletar yang kadang kala tidak mendapat keadilan yang di mana tenaganya diperas namun tidak diberi upah yang layak, kelas bourjous adalah kelas kalangan pemilik modal (kapital) yang memiliki peran tinggi dalam sebuah perusahaan dan mereka ini lah yang dianggap peninas terhadap karyawan.
Seperti yang terjadi di Jakarta, sekelompok buruh tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) DKI Jakarta geruduk Balai Kota. Mereka menuntut UMP 2022 di Jakarta naik. Dikutip dari media detik.com, Selasa (26/10/2021), massa buruh tiba di Balai Kota DKI Jakarta sekitar pukul 10.15 WIB. Mereka berpakaian serba hitam sambil membawa sejumlah atribut demonstrasi mulai dari bendera hingga spanduk.
“Seharusnya UMP DKI Jakarta sebesar Rp 5 juta. UMP itu buat masa kerja 1 tahun, parahnya ini UMP diterapkan seluruh pekerja di DKI Jakarta. Ini harus ditindak, banyak banget perusahaan memberlakukan UMP ke semua pekerjaannya bahkan cendrerung tak ada kenaikan,” ungkap perwakilan demonstrasi buruh dikutip detik.com.
Fenomena lain terjadi di sejumlah karyawan fintech P2P lending atau pinjaman online (pinjol) PT Digital Alpha Indonesia (UangTeman) menuntut perusahaan membayar tunggakan gaji hingga iuran BPJS.
Perwakilan karyawan UangTeman pun akhirnya menulis petisi daring di change.org untuk menuntut hak mereka. Per Senin (13/12) siang, terpantau sudah ada 372 orang yang menandatangani petisi itu.
Teori R.E Pahl dalam memandang fenomena perkotaan
Dari teori Rex dan Moore mengantar Ray Phal kepada tesisnya mengenai Manajer Kota (Manager Thesis) yang di mana teori tentang adanya aktor-aktor kunci yang mengendalikan distribusi sumberdaya perkotaan seperti perumahan, transportasi dan pendidikan, misalnya manajer-manajer pembangunan, bankir perencanaan dan sebagainya.
Distribusi sumber daya ini akan menimbulkan konflik antara kelas dalam bentuk baru, yaitu perumahan dan pendidikan. Phal berpendapat fokus penelitian perkotaan seharusnya pada hambatan-hambatan sosial dan spasial yang menentukan kesempatan akses terhadap sumberdaya dan fasilitas perkotaan dan juga pada faktor penentunya, yaitu moral dan nilai-nilai politik mereka yang mengendalikan sumberdaya dan fasilitas tersebut.
“Manajerialisme” dari Phal menempatkan kekuasaan dan konflik pada fokus analisis ini memberikan inspirasi pada studi-studi tentang proses pengambilan keputusan para manajer perumahan, “estate agents”, perencanaan kota dan lain-lainnya, serta nilai-nilai, ideologi dan bias dalam pengambilan keputusan tersebut.
Namun, “Managerial Thesis” juga mendapatkan kritik karena memfokuskan analisis pada “middledogs” dari struktur kekuasaan kota, bukan pada puncaknya atau mereka yang menetapkan kebijaksanaan.
Solusi
Agar lebih diterapkannya isi dari Pasal 93 ayat 2 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) mengatakan, pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
Denda yang dimaksud dikenakan dengan ketentuan (lihat Pasal 55 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan/PP Pengupahan):
• Serta pemerintah tetap mengadakan UPH yang sesuai dengan daerah masing masing yang tercantum di Undang-Undang No. No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
• Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Supaya terjalin hubungan yang baik antara pemerintah – perusahaan – karyawan yang di mana karyawan mendapatkan keadilan yang sesungguhnya dan perusahaan semakin maju akibat kinerja karyawan yang baik sehingga bedampak ekonomi di pemerintahan daerah semakin tinggu supaya masalah kemiskinan di perkotaan semakin menurun. Sekian yang dapat saya ulas di atas. Terima kasih.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Sosiologi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjung Pinang. email : [email protected]. No. Wa: 082211313154.