PIRAMIDA.ID- Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menggelar webinar dengan tema “Berantas Mafia Minyak Goreng, Siapa Berani?” pada Jumat, (22/04/2022).
Webinar ini dilaksanakan dalam rangka merespons penetapan tersangka yang dilakukan Kejaksaan Agung dengan dugaan tindak pidana korupsi sehubungan dengan pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Barita Simanjuntak, mengapresiasi tindakan yang dilakukan GMKI sebagai perjuangan mahasiswa yang peduli dan kritis terhadap penetapan tersangka mafia minyak goreng karena menyangkut kepentingan langsung masyarakat Indonesia.
“Era baru penegakan hukum sudah dimulai, artinya bahwa yang dilakukan Kejaksaan Agung sesuai dengan penegakan hukum yang berkeadilan dengan langsung menetapkan tersangka kepada pemangku kebijakan dan juga tentunya membutuhkan penegakan hukum yang cerdas,” tegas Barita Simanjuntak.
Lebih lanjut, Barita Simanjuntak menyampaikan bahwa perbuatan yang dilakukan para tersangka merupakan permufakatan jahat yang sudah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, mengakibatkan melambungnya harga dan kelangkaan minyak goreng bagi rakyat kecil sehingga Kejaksaan Agung tentu akan mengusut pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus tersebut bahkan sampai pada dugaan pertanggungjawaban korporasi demi tegaknya hukum yang berkeadilan.
Ketua Umum GMKI, Jefri Gultom, mengatakan bahwa terjadi fenomena lucu sekaligus miris yang seharusnya tidak terjadi di negeri yang berlimpah akan sumber daya alam tetapi di sisi lain mengalami kekurangan bahan pokok minyak goreng. Fenomena kelangkaan minyak goreng adalah sebuah ironi bagi Indonesia yang notabene merupakan produsen CPO terbesar di dunia.
“Lebih jauh lagi, polemik minyak goreng memunculkan dugaan kuat adanya mafia minyak goreng yang mampu mengatur harga pasar minyak goreng dan menimbun ketersediaan minyak goreng di berbagai daerah,” ungkap Jefri Gultom.
Selain itu, Jefri Gultom menyampaikan bahwa kelangkaan dan kesengsaraan masyarakat sebenarnya sudah menjadi perhatian utama Presiden Joko Widodo, sebagaimana yang sebelumnya telah menginstruksikan kepada seluruh pimpinan kementerian dan institusi/ lembaga, untuk mengedepankan sense of crisis sehingga harus segera ditindaklanjuti oleh jajaran yang ada karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
“Kami mendukung komitmen Kejaksaan Agung RI dalam menyelesaikan perkara ini. Mengusut tuntas adanya keterlibatan berbagai pihak bahkan menteri sekalipun yang berani bermanuver dan menimbulkan kesulitan kelangkaan minyak goreng ini. Kami juga mengimbau agar proses penyelesaian ini benar-benar transparan dalam mengungkap dan menindak para oknum yang sengaja menimbulkan polemik, sekaligus menormalkan kembali pasokan minyak goreng,” ujar Jefri Gultom.
Lebih lanjut lagi, Erasmus Napitpulu, Direktur Ekeskutif Institute Criminal Justice Reform (ICJR), mengapresasi keberanian Kejaksaan Agung dan jajarannya dalam melakukan penyidikan dan penetapan tersangka mafia minyak goreng.
“Kejaksaan yang kewenangannya terbatas terbukti berani dari pada institusi lain yang kewenangannya lebih besar,” tegas Erasmus.
Erasmus Napitupulu juga menyoroti lebih dalam lagi bahwa aktor hingga pertanggungjawaban korporasi harus diusut tuntas hingga selesai. Di sisi lain, ia mengingatkan agar Kejaksaan tetap harus hati-hati dalam melakukan penyidikan dan mengenakan delik-delik tindak pidana yang paling relevan dan tepat.
Direktur Eksekutif ICJR menyimpulkan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh tersangka cukup mengerikan dan serius untuk diperhatikan karena menyangkut kehidupan masyarakat kecil dan masyarakat menengah.
Akademisi hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan, Nefa Claudia, berharap agar penyidikan kasus ini dapat membongkar kejahatan yang lebih besar secara objektif dan sesuai dengan koridor hukum yang semestinya.
“Kejaksaan memang mendapatkan apresiasi belakangan ini dan momen yang sangat baik juga dengan kejaksaan bisa menelusuri lebih jauh kasus ini sehingga publik jadi tahu sejauh mana kasus ini berkembang dan juga tidak hanya empat orang tersangka melainkan bisa lebih serta korporasinya juga bisa bertanggungjawab,” tegas Nefa Claudia.(*)