PIRAMIDA.ID- Webinar internasional yang diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia dan Australia dibanjiri banyak pujian dan dukungan dari banyak negara yang hadir, umumnya berasal dari Negara-negara Asia Pasifik.
Antusias peserta webinar sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari keaktifan para peserta webinar dalam menanggapi dan memberikan ide untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di negara Myanmar.
Webinar ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 Maret 2021, pukul 14.00 WIB. Diskusi yang mengambil tema: The Myanmar Coup and the Threat To Democracy” (Kudeta Myanmar dan Ancaman Demokrasi).
Acara ini dipandu oleh Lusida Fontana Rumsory (Indonesia) dan doa pembuka dibawa oleh Dr. Alexander Yule (Mantan Ketua SCM Australia di tahun 70-an).
Adapun pemateri pada diskusi tersebut, yakni Mr. Rekson Silaban (Tokoh Aktivis Internasional – Indonesia), Shein Thet Nyunt – Executive Secretary & friends ( Myanmar), dan Ms. Fanny Hiu-Fan Chung (Interim Regional Coordinator Word Student Christian Federation Asia-Pasifik China).
Pada pemaparannya, Rekson Silaban menjelaskan bahwa sebetulnya ada masalah di ASEAN, karena tidak bisa menjatuhkan sanksi dan kutukan kepada junta militer, karena ada kesepakatan bersama untuk tidak intervensi masalah dalam negeri.
Namun Rekson berharap kepada dunia internasional, semoga tidak terdampak pada perusahaan yang dimiliki dan terkait dengan militer Myanmar, serta hati-hati untuk menjatuhkan sanksi internasional karena akan banyak buruh akan kehilangan pekerjaan.
Selain itu, Fanny dalam posisinya sebagai Sekretaris Jendral Asia-Pasifik (WSCF-AP) mengatakan bahwa gerakan-gerakan protes bisa dimulai dari gerakan-gerakan kecil yang dipelopori oleh anak-anak muda seperti kegiatan protes yang kreatif melalui penggunaan media sosial (internet).
Hal ini berkaca pada pengalaman yang ikut terlibat dalam demo-demo di Hongkong, Taiwan, dan Thailand beberapa tahun yang lalu.
Sementara itu dari Gerakan Mahasiswa Kristen (SCM) Myanmar yang dari awal menolak kudeta militer, meminta kepada seluruh teman-teman gerakan mahasiswa atau internasional untuk membantu menyuarakan kepada pemerintah setempat untuk menggagalkan rencana militer dan jangan memberikan bantuan dana kepada militer.
Mereka juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Indonesia (GMKI) dan Australia menjadi pelopor acara ini.
John Biswas dari Australian mengatakan bahwa semua orang dilahirkan sederajat dan bebas, oleh karena itu demokrasi adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang tersedia yang menjanjikan emansipasi kepada semua orang tanpa terkecuali.
Andika Mongilala (Australia) bersama dengan Rekson Silaban setuju harus ada gerakan solidaritas dipelopori oleh mahasiswa kristen di setiap negara dan segera membuat petisi online dan mengajak teman-teman yang lain untuk melakukan protes secara damai di setiap depan perwakilan kantor Kedutaan Myanmar atau online dan World Student Christian Movement membantu membuka paypal account untuk pencarian dana dan membantu gerakan-gerakan solidaritas di Myanmar.
Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI melalui Novelin Silalahi sebagai Bendahara Umum mengatakan bahwa posisi militer nasional dalam sebuah negara pastinya mempunyai peran yang sangat penting sebagai pelindung negara dari berbagai macam ancaman, terutama ancaman militer.
Militer mempunyai peran sebagai pertahanan suatu negara, dengan kata lain, militer mempunyai tugas di bidang pertahanan (defense). Dalam hubungan militer dengan sipil dapat diasumsikan bahwa militer dibentuk guna membantu serta menopang dalam pemerintahan sipil. Namun, dengan tujuan utamanya adalah untuk bertempur sebagai alat pertahanan negara.
Militer tidak boleh ikut campur dengan hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan sipil (non-militer) tidak boleh juga ikut campur mengenai urusan militer. Dari paparan di atas, itulah gambaran bagaimana militer menjadi salah satu badan yang otonom dan bisa disebut profesional.
Adapun tujuan dari kegiatan webinar ini adalah sebagai berikut:
1. Menghimpun informasi terkait kudeta Myanmar dan ancaman demokrasi yang terjadi;
2. Membangun kerja sama lintas pemuda Kristen di Asia-Pasifik dan menyerukan kebebasan demokrasi di Negara Myanmar;
3. Melihat, mengamati setiap persoalan dan serta mencari win-win solution di Myanmar;
4. Mensosialisasikan solusi yang akan ditawarkan oleh pemuda Kristen Asia-Pasifik kepada pemerintahan Negara Myanmar;
5. Sebagai referensi bagi negara dan instansi yang memerlukan serta menambah wawasan masyarakat global terkait kudeta Myanmar.
Sebagai penutup, solidaritas dan dukungan dunia internasional bagi saudara-saudari kita di Myanmar sangatlah penting. Untuk itu, kita semua perlu memperkuat hubungan, komunikasi, serta bersama-sama memikirkan solusi dalam menyikapi masalah ini.
“Jangan lupa, bahwa tugas kita adalah membawa perdamaian di dunia,” ujar Lusida Fontana Rumsory yang juga sebagai pemandu acara diskusi tersebut.(*)