PIRAMIDA.ID- Organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Pematangsiantar-Simalungun mengutuk keras tindak kriminalisasi yang dialami oleh kelompok masyarakat adat Natumingka yang terjadi di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Selasa (18/5/2021).
Ketua GMKI Cabang Pematangsiantar-Simalungun, Juwita Panjaitan menyebut bahwa tindak kriminalisasi yang melukai 12 orang masyarakat adat Natumingka dari orang tua hingga pemuda, kriminalisasi yang dialami akibat bentrok antara masyarakat dengan pekerja TPL yang tidak dapat diterima, apalagi menurutnya saat kejadian tersebut ada aparat kepolisian yang terlibat dan turun dari Polres Toba.
“Harusnya kepolisian melindungi masyarakat adat, karena mereka tidak bersenjata dan umurnya sudah rentan tua bukan malah diam saat mereka diserang batu dan kayu,” ujar Juwita.
Juwita menilai Polisi, KPH maupun Pemkab Toba telah gagal meredam konflik yang telah memakan korban, sehingga cenderung membiarkan bentrok terjadi. Ia juga menyebut agar kriminalisasi yang dialami masyarakat adat harus segera dihentikan.
Sementara itu, Bidang Aksi dan Pelayanan GMKI Pematangsiantar-Simalungun menyebut bahwa kekerasan yang melibatkan masyarakat adat dengan perusahaan PT TPL telah kerap terjadi di banyak wilayah adat khususnya wilayah Tano Batak.
Kekerasan yang sama akan terus terjadi terhadap masyarakat-masyarakat adat lainnya di wilayah tano batak karena kehadiran PT TPL ini cenderung cuma menambah ekskalasi konflik di masyarakat.
Ketua Komisariat Toba, Afri Yani Manalu mengatakan, dari permasalahan ini perlu diberikan tindakan yang adil, perlu ditelusuri kembali secara efektif. Artinya tidak boleh sesuka hati pihak investor untuk menggarap lahan, apalagi sampai merugikan kehidupan masyarakat.
“Secara khusus bagi Pemkab Toba secepatnya harus memberikan jalan sebagai kebijakan yang tepat, sehingga masyarakat adat Natumingka tidak merasa dirugikan atas tanah miliknya. Pemerintah harus tegas membantu masyarakat menghentikan aktivitas PT TPL di Huta Natumingka agar ke depan konflik berdarah seperti ini tidak terulang lagi,” ucap tegas Afri Yani Manalu.
Kehadiran PT Toba Pulp Lestari atau perusahaan penghasil bubur kertas ini telah menimbulkan banyak konflik, hingga konflik-konflik berdarah pun terjadi dengan masyarakat adat di Tanah Batak.
“Oleh karena itu GMKI Pematangsiantar-Simalungun mendesak pemerintah agar segera menutup dan menghentikan segala aktivitas PT TPL ini karena telah menciderai para masyarakat adat dan semakin bertambah daerah rentan konflik pasca hadirnya perusahaan penghasil bubur kertas ini,” tutup Juwita.(*)