Yedija Manullang*
PIRAMIDA.ID- Kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) nampaknya akan mencapai titik kulminasinya dalam hitungan jam ke depan.
Di mana perhelatan akbar sedang digelar secara serentak di berbagai daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia tepat pada hari ini, Rabu (9 Desember 2020) yang awalnya dicanangkan pada bulan September yang lalu dengan maksud dan tujuan untuk memilih pemimpin yang akan mengambil kebijakan dalam kurun waktu lima tahun mendatang.
Tercatat ada sebanyak 270 daerah yang terdiri dari provinsi dan kota/kabupaten yang ikut serta dalam ajang lima tahunan tersebut, tak terkecuali Humbang Hasundutan (Humbahas). Sebuah daerah yang baru merayakan pertambahan usianya di angka 17 atau dalam bahasa anak mudanya “sweet seventen”.
Usia yang masih sangat muda untuk takaran seorang manusia, kendati demikian tidak dengan perjalananan demokrasi di tanah kelahiran Pahlawan Sisingamangaraja XII yang baru tiga kali menggelar pelaksanaan Pilkada mulai dari tahun 2005, 2010, dan 2015 serta yang saat ini kita rayakan bersama pada tahun 2020 dengan berbagai dinamika yang beragam bahkan tidak sedikit yang masuk dalam pemberitaan nasional karena kerasnya tensi politik di daerah yang terkenal dengan suasana dingin dan kuliner daging kudanya tersebut.
Sebut saja ini pasca ditetapkannya hanya satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati di Humbahas dalam kompetisi Pilkada 2020 yang juga diikuti oleh 24 daerah di Indonesia dengan situasi yang sama, artinya sang pasangan calon hanya bertanding dengan kolom kosong.
Kendati sebenarnya baik calon tunggal dan kolom sudah diatur di dalam konstitusi, tepatnya dalam UU No 10 tahun 2016. Atas dasar tersebut membuat fenomena calon tunggal memiliki legalitas dan memilih kolom kosong pun adalah sah.
Ditambah lagi sebagian besar masyarakat yang terdiri dari beberapa elemen masyarakat menggaungkan gerakan kolom kosong yang membuat kontestasi (dinamika) pemilihan kepala daerah tidak jauh berbeda dengan penyelenggaraan Pilkada sebelumnya yang diisi oleh beberapa pasangan calon.
Di sisi lain masyarakat Humbang Hasundutan diperhadapkan dengan pilihan lain, tidak hanya calon tunggal maupun kolom kosong namun dengan tidak memilih alias golput (golongan putih) adalah sebuah realitas pilihan. Agaknya golput menjadi pilihan alternatif yang dipilih oleh masyarakat dengan berbagai alasan, baik ideologis, kondisi, maupun berbagai alasan lainnya.
Padahal rasanya banyak perdebatan antar pendukung di media sosial sangat begitu tendesius dan tidak sedikit sampai masuk ranah pribadi yang mengoyak kehangatan kita sesama warga negara dan daerah di mana mengutamakan sentimen daripada argumen
Sejarah Golput
Kita tidak bisa menafikan golput yang tidak pernah kampanye, sosialisasi atau pun memperkenalkan dirinya kepada masyarakat namun selalu mendapatkan tempat di hati sebagian masyarakat awalnya adalah sebuah alat perjuangan.
Sebuat alat perlawanan dan perjuangan yang berawal dari tatanan politik yang sangat hegemonik pada zaman orde baru tepatnya pada tahun 1971 di mana saat penyelenggaraan pemilu dimulai dari mufakat baru musyawarah dan seolah syarat menjadi kepala negara adalah harus pernah menjadi kepala negara ditambah sedikitnya partai yang ikut pemilu turun drastis dari pemilu pertama pada tahun 1955 yang diikuti banyak partai politik.
Dalam kondisi tersebut pun, golput menjadi solusi dan alat pergerakan politik ditambah kondisi politik saat itu cukup represif. Di mana orang-orang akan ditanyai ketika tidak datang dalam pemilhan bahkan suara pemuda diintervensi dengan mengancam hukuman lima tahun penjara ketika tidak menggunakan hal pilihnya, sehingga alternatifnya membuat banyak orang datang ke tempat pemungutan Suara (TPS) namun tidak untuk mencoblos pilihan melainkan warna putih dalam kertas suara di sekitar tanda gambar penunjuk kandidat yang membikin suara yang diberikan jadi tidak sah.
Pertanyaan kemudian adalah, masih relevan atau masih sebuah alat perjuangankah ketika memilih golput di masa kini?
Tentu jawaban dari pertanyaan tersebut beragam namun yang pasti golput masih akan tetap menjadi pilihan tetapi tidak mengubah apapun.
Lalu muncul lagi pertanyaan apakah dengan memilih maka permintaan, keinginan dan cita-cita masyarakat akan terpenuhi? Ada jaminan? Tentu tidak 100% namun ada masih ada harapan. Kita menaruh harapan dan cita-cita kedamaian, keadilan, kesejahteraan, dan keutuhan ciptaan kepada pemimpin.
Lagipula sebagai makhluk sosial dan warga masyarakat kita dipanggil untuk bermakna, seperti ungkapan bijak yang berisi ,”Usahakanlah kesejahteraan kotamu di manapun kamu berada” yang pasti salah satunya dengan memilih, di mana masa depan suatu daerah tergantung kepala daerahnya.
Ditambah lagi pemilihan secara demokratis adalah buah perjuangan dari rakyat dengan tujuan yang tulus dan mulia dalam kegembiraan demokrasi. Demokrasi yang didapatkan dengan penuh perjuangan dan hingga saat ini kita bisa nikmati bersama.
Jadi sangat disayangkan ketika tidak digunakan dengan sebaik-baiknya. Apalagi Pilkada merupakan salah satu pembuktian bahwa masyarakat adalah pemegang kedaultan untuk menentukan siapa pemimpinnya di tingkat daerah.
Pun, Pilkada seyogyanya jadi salah satu satu momentum untuk melihat kembali serta menilai kontrak masyarakat dengan pilihannya pada waktu lima tahun yang lalu, waktu yang relatif lama untuk menilai bagus atau tidaknya, jika bagus artinya ada kemungkinan untuk dipilih kembali namun jika dinilai tidak bagus maka pilihannya untuk memilih yang baru.
Terakhir mengutip pernyataan Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurahman Wahid atau yang akrab disapa Gusdur sebuah ajakan untuk tidak golput, yakni:
“Memang setiap pemilu tidak pernah ideal. Dari sekarang kita tahu hasil pemilu tidak akan memuskan siapa pun. Namun, menyerahkan jalannya roda pemerintahan kepada penguasa tanpa melalui pemilu rasanya amat berjauhan dari sikap hidup sebagai bangsa. Sebagai bangsa pejuang, kita sanggup hidup dalam keadaan apa pun tanpa kehilangan akal sehat. Kita tetap dapat membedakan mana yang benar dan salah.”
Akhirnya golput adalah pilihan, tetapi tidak akan mengubah dan merubah apapun. Selamat merayakan hak pilih!(*)
Penulis merupakan Pemuda Humbang Hasundutan.