Oleh: Mei J. Sihombing*
PIRAMIDA.ID- Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inflasi berarti kemerosotan nilai uang, karena banyaknya dan cepatnya uang yang beredar. Sehingga hal itu menyebabkan naiknya harga barang dan jasa.
Presiden Joko Widodo mengultimatum kepala daerah di Jambi terkait inflasi yang menyentuh angka 8,55% dan Jambi merupakan provinsi dengan inflasi tertinggi di Indonesia. Dampak inflasi di daerah yang tak terkendali akan meningkatkan angka kemiskinan dan berkurangnya tingkat kesejathteraan masyarakat.
Maka dari itu Gubernur Jambi, Dr. H. Al Haris, S.Sos., M.H., mengatakan bahwa Pemprov Jambi akan menyiapkan langkah langkah yang strategis sebagai solusi untuk menurunkan inflasi di kota Jambi.
Beliau juga menyampaikan ini setelah selesai mendengar arahan dari Menteri Dalam Negeri RI dalam rangka pengendalian inflasi di Provinsi Jambi yang bertempat di Gedung Utama, Bank 9 Jambi pada Sabtu (27/08/2022).
Al Haris mengatakan bahwa Pemprov Jambi melakukan program pengendalian inflasi TPID Existing 4K yang merupakan keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. Pemprov Jambi juga menyiapkan rencana jangka pendek dan menengah TPID Provinsi Jambi.
Rencana Jangka Pendek, yaitu pemetaan bulan rawan inflasi, kampanye ke masyarakat terkait penyesuaian pola konsumsi ke cabai kering, pemetaan daerah produksi pangan, pertemuan tim teknis TPID se kab/kota di Provinsi Jambi, penguatan pengawasan distribusi pupuk bersubsidi, penguatan program dan kegiatan pada OPD untuk membantu petani meningkatkan produktivitas, dan mengalokasikan belanja tidak terduga (BTT) untuk pengendalian inflasi daerah pada APBD-P.
“Jangka Menengah, yaitu kampanye penggunaan pupuk organik kepada petani holtikultura, optimalisasi peran nobil TTIC (Toko Tani Indonesia Center), revitalisasi CAS (Control Atmosphere Storage – Gudang Penyimpanan Hasil Pangan), edukasi adopsi teknologi pengeringan cabai, program kampung peduli/penyangga inflasi, pemberian bantuan bibit cabai dan menjalin kerja sama dengan daerah penghasil komoditi,” kata Al Haris.
Al Haris juga mengungkapkan, pemerintah Provinsi Jambi telah melakukan intervensi komoditi bahan pokok, antara lain: cabai merah, cabai rawit, bawang merah, minyak sayur, telur ayam ras, dan beras.
Intervensi komoditi tersebut sejalan dengan rencana strategis TPID provinsi dan kab/kota, yaitu optimalisasi lahan pertanian produktif, distribusi bibit cabai kepada warga dalam memanfaatkan lahan perkarangan khususnya di wilayah perkotaan, mengatur waktu tanam komoditi dalam memicu produktivitas, pengawasan terhadap pendistribusian komoditas langsung kepada masyarakat, menjaga stabilitas supply komoditi dari luar, membatasi distribusi komoditi keluar daerah dan memastikan stock beras (BULOG) dan optimalisasi lahan pertanian padi sawah.
Namun Mengingat Provinsi Jambi memiliki komoditas yang lain, mengapa harus subsidi cabai yang dibuat sebagai solusi dari penurunan inflasi tadi? Sedangkan komoditas tertinggi di Jambi adalah sawit dan karet bahkan kelapa juga merupakan komoditas perkebunan strategis ketiga di provinsi jambi yang lebih sesuai dengan kondisi tanah dan iklim maupun sosial ekonominya.
Dan menurut saya subsidi cabai sebagai solusi penurunan inflasi ini tidak terlalu solutif karena hanya menurunkan angka inflasi dari 8,55% menjadi 8,09% jika merujuk pada data BPS sendiri, inflasi di jambi malah melebar dan dalam, buktinya, jika juli 2022 inflasi dominan disebabkan oleh harga cabe, di September masalahnya sudah menjalar ke beras.
Penutup, dalam pengendalian inflasi ini, perlu dilakukan secara bersama sama mulai dari pemerintah provinsi, forkompinda, bupati/wali kota dan para stakeholder lainnya.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Jambi.