PIRAMIDA.ID- Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim dan warga Dairi selaku termohon keberatan (sebelumnya pemohon) mengajukan jawaban atas permohonan keberatan Kementerian ESDM kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Agenda penyerahan jawaban ini dilakukan secara terpisah untuk merespons upaya banding yang dilakukan Kementerian ESDM terhadap Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) Nomor: 039/VIII/KIP-PS-A/2019 dan Nomor: 025/XI/KIP-PS-A/2020. Adapun putusan tersebut telah memutuskan mengabulkan gugatan dari perwakilan masyarakat sipil di Dairi dan Kaltim.
Gugatan tersebut menjadi terobosan penting karena memberikan legitimasi bahwa kontrak pertambangan dari perusahaan tambang mineral dan batubara menjadi terbuka bagi publik.
Dalam proses pengajuan jawaban tersebut, warga Dairi dan Jatam Kaltim didampingi oleh Tim Kuasa Hukum, telah menyerahkan jawaban secara terpisah atas keberatan yang telah diajukan Menteri ESDM. Untuk diketahui, pada Kamis, 20 Januari 2022 lalu, Majelis Hakim Komisioner Komisi Informasi Pusat (KI) mengabulkan permohonan kedua pemohon informasi publik tersebut seluruhnya dalam dua sidang terpisah.
Pertama, sidang putusan sengketa informasi yang didaftarkan JATAM Kaltim (pemohon) menggugat Menteri ESDM (termohon) atas ketertutupan 5 perusahaan pemegang Kontrak Karya Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan 4 jenis dokumen lainnya.
Kedua, sidang putusan sengketa informasi yang diajukan oleh Serly Siahaan, warga Dairi, Sumatera Utara, melawan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait Kontrak Karya (KK) dan status operasi produksi terbaru pertambangan PT Dairi Prima Mineral (DPM).
Dalam sidang putusan tersebut, Majelis Hakim juga memutuskan pembatalan SK Menteri ESDM Nomor 002 Tahun 2019 tentang Klasifikasi Informasi yang Dikecualikan Sub Sektor Mineral dan Batubara yang menyebutkan bahwa Dokumen Kontrak PKP2B dan Kontrak Karya (KK) beserta perubahannya sebagai data dan informasi yang dikecualikan atau rahasia negara. Dengan demikian, KESDM seharusnya sudah membuka data-data yang telah dimohonkan sebelumnya oleh para penggugat ke publik.
Beberapa kontrak pertambangan yang semsetinya harus dibuka ke publik itu, antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin, PT Berau Coal (BC), PT Multi Harapan Utama (MHU) dan PT Kideco Jaya Agung. Selain kelima kontrak tersebut, kontrak perpanjangan izin PT. Arutmin juga disebut terbuka untuk publik, termasuk dengan dokumen evaluasi, rekaman dan catatan notulensi dari evaluasi pengajuan perpanjangan kontrak PKP2B PT Arutmin.
Namun, bukannya segera melaksanakan putusan Hakim Komisioner KIP untuk tidak mengklasifikasi kontrak pertambangan sebagai informasi tertutup, Kementerian ESDM tetap pada sikapnya, yakni menutup informasi 5 perusahaan besar tambang batubara dan mengambil langkah naik banding.
Serly Siahaan, termohon keberatan (sebelumnya pemohon) mempertanyakan sikap Kementerian ESDM yang tidak patuh pada putusan KIP, sebaliknya justru mengajukan banding ke PTUN Jakarta. Warga yang tinggal di wilayah lingkar tambang seperti PT Dairi Prima Mineral, terus dihantui ancaman di tengah rencana penambangan seng dan timah hitam yang berlangsung di atas kawasan risiko bencana gempa, lahan-lahan pertanian, pemukiman penduduk, dan fasilitas publik seperti sekolah, gereja, dan masjid.
Informasi yang sengaja ditutup-tutupi itu patut diduga sebagai siasat jahat antara Kementerian ESDM dan korporasi tambang sehingga bisa terbebas dari pantauan publik, utamanya terkait kewajiban perusahaan, berikut tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang selama ini sudah sering terjadi.
Persekongkolan jahat antara korporasi dan kementerian ESDM ini mempertaruhkan keselamatan warga di garis depan krisis, sebagaimana yang sudah sering terjadi di Kalimantan Timur.
Sejumlah kewajiban perusahaan seperti penutupan lubang tambang dan pemulihan lahan kritis yang seharusnya dilaksanakan pasca tambang, dengan mudah diklaim telah dilaksanakan walau dalam prakteknya di lapangan bertolak belakang.
Teranyar saat banjir besar di Kutai Timur yang berlangsung selama empat hari sejak 18 Maret lalu, sebanyak 60 ribu warga di Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan menjadi korban. Banjir yang merendam pemukiman warga, yang ketinggiannya hingga mencapai leher orang dewasa itu diduga kuat dipicu oleh pembongkaran kawasan hulu untuk pertambangan batubara PT Kaltim Prima Coal (PT KPC).
Dugaan itu pun dengan mudah dibantah PT KPC, lalu mengklaim jika lahan-lahan yang telah dibongkar selama ini telah direhabilitasi. Bantahan-bantahan itu semestinya mudah dipatahkan jika ada ketersediaan informasi yang utuh, bukan malah ditutup-tutupi, sebagaimana yang dilakukan Kementerian ESDM selama ini.
Oleh karena ini, dalam rilisnya yang diterima redaksi, Rabu (30/03/2022) JATAM mendesak pemerintah:
1. Membatalkan upaya banding di PTUN Jakarta karena langkah yang ESDM RI lakukan telah mengingkari mandat reformasi, yaitu mengenai terselenggaranya pemerintahan yang transparan, akuntabel dan partisipatif bagi publik;
2. Melaksanakan Putusan KIP untuk membuka seluruh dokumen lima (5) Perusahaan Pemegang PKP2B, Dokumen Evaluasi, Dokumen Notulensi serta Dokumen Perpanjangan Kontrak kepada publik;
3. Meminta kepada Presiden Jokowi untuk memerintahkan Menteri ESDM RI agar mencabut langkah banding Kementerian ESDM atas Putusan KIP. Langkah ESDM RI ini justru bentuk pembangkangan dari mandat UU di mana keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi;
4. Menyerukan kepada seluruh jaringan masyarakat sipil untuk turut mengawal proses banding ESDM RI di PTUN Jakarta, serta melakukan upaya yang sama untuk mendesak Pemerintah membuka data dan informasi terkait perizinan dan evaluasi aktivitas perusahaan tambang sejak awal hingga berakhirnya kontrak.(*)