Mungkap Mangapul Siahaan*
PIRAMIDA.ID- Dalam rangka meraih kesuksesan belajar dan pembelajaran, pendidik harus mampu mengenal, memahami, dan mencari solusi dari kompleksitas dunia pendidikan yang terjadi saat ini, terutama di masa pandemik COVID-19 dan memasuki new normal.
Lingkaran komunikasi dan diskusi yang terus berlanjut adalah tentang pencarian format pembelajaran yang efektif dan tepat sasaran dalam rangka mencapai tujuan luhur pendidikan sesuai dengan UUD NRI 1945.
Dalam pelaksanaan pembelajaran senantiasa ada dua pihak utama yang secara langsung berhubungan, yaitu pendidik dan anak didik. Media yang menjembatani pendidik dan anak didik haruslah inspiratif, inovatif, dan kolaboratif.
Tantangan Pendidikan
Pendidik itu berperan sebagai sutradara yang merangkap juga sebagai aktor yang sangat berperan dominan dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu, pengenalan dan pengetahuan lengkap tentang seluruh elemen eksternal dan internal yang terlibat di dalam proses belajar di dalam kelas seperti: budaya, sosial, politik ekonomi, latar belakang keluarga, genetika siswa, saran dan prasarana sangat diperlukan.
Pengetahuan tentang kurikulum dan target kurikulum juga turut menunjang keberhasilan pendidikan. Selain itu, dalam menunjang ciri profesionalisme sangat diperlukan sikap, ketelitian, komitmen, dan konsistensi pendidik.
Dengan pengenalan dan pemahaman tentang tantangan pendidikan maka pendidik dapat mencari jawaban maupun alternatifnya.
Dalam tingkatannya, pendidik sebagai sutradara dan aktor adalah pendidik yang telah mengenal kemampuan dan batasannya. Mengetahui kekuatan (profesionalitasnya) dan ilmunya.
Pendidik yang profesional adalah pendidik yang mengetahui bidangnya secara dan pengetahuan lainnya secara mendalam dan mengkolaborasinya dengan bidang studi lainnya sehingga mampu menjawab dan mendidik anak didiknya dengan pengetahuan yang luas dan dalam.
Sejatinya pendidik itu pun harus belajar sepanjang hidup dan mampu mengaplikasikannya.
Hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) 2019 dan Global Talent Competitiveness Index (GTCI) 2019, peringkat pendidikan Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara di dunia, baik tingkat regional maupun internasional.
Faktor utama rendahnya tingkat pendidikan kita adalah terletak pada kualitas pendidik dan sistem pendidikan. Salah satunya terletak pada nilai ketuntasan, achievement index atau standard of minimum competences sangat tinggi sehingga terkesan dipaksakan.
Melihat kenyataan ini, Kemendikbud melalui Menterinya, Nadiem Makarim mengatakan bahwa paradigma melihat keberhasilan pendidikan harus berubah. Paradigma pendidikan harus berorientasi kepada lulusan yang berkompetensi dan kompetitif.
Lulusan yang inspiratif, inovatif dan mampu berkolaboratif. Oleh karena itu, tantangan pendidikan terbesar saat ini terletak pada kualitas pendidik dan sistem pendidikan.
Pendidik Penggerak
Menurut Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi R.I. sebelumnya, M. Nasir mengatakan bahwa jumlah PTN dan PTS Indonesia saat ini sudah lebih dari 4.000. Dan apabila dibandingkan dengan China yang hanya memiliki total universitas sekitar 2.000 maka sangat perlu dilaksanakan efesiensi dan efektifitas di segala elemen dunia pendidikan kita.
Melalui program Kemendikbud RI ala Nadiem Makarim sepertinya program efesiensi dan efektifitas itu dapat terlaksana. Beliau menggagas kampus merdeka dan merdeka belajar. Kampus yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja yang tumbuh lebih kreatif dan inovatif.
Dalam era digital 4.0 kualitas kampus didasarkan kepada kemampuan kampus menghasilkan lulusan yang dicari oleh dunia pekerjaan. Terobosan dilaksanakan kampus dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang modern dan aplikatif.
Pengelolaan dan pengaturan kurikulum pembelajaran diciptakan agar mampu menyerap dan mengimplementasikan kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Seluruh piranti yang dikembangkan harus mampu menghasilkan lulusan yang berkarakter.
Oleh karena itu, pada masa saat ini, jaminan akreditasi dan terkenalnya kampus terletak pada karya dan layanan nyata pendidik dan anak didik di masyarakat. Di mana kampus mampu menghasilkan lulusan bukan lagi dalam tingkat melek literasi dan numerasi namun sudah pada taraf aplikasi dan produk.
Di era kampus merdeka mahasiswa bukan hanya sebagai pusat pembelajaran tetapi pendidik dan mahasiswa harus bekerjasama sebagai mitra. Pelaksanaan pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat dilaksanakan secara bersama.
Namun untuk mempertajam keahlian anak didik, mereka dituntut menggali lebih banyak dan mengaplikasinya melalui kegiatan magang, praktek, dan belajar ilmu selain yang tersedia di prodinya baik secara mandiri maupun kelompok.
Mahasiswa diminta mampu berkolaborasi dengan berbagai keahlian dan ilmu yang ada di tengah-tengah masyarakat sehingga mampu menjadi pelaku atau pegiat mengembangkan masyarakat.
Dalam rangka itu, pendidik benar-benar harus menjadi mentor dan guru. Mereka harus mampu mengaplikasikan kurikulum dengan mengahasilkan kelas-kelas inspiratif, inovatif, dan kolaboratif.
Kelas dan pembelajarannya juga harus mengembangkan nilai-nilai luhur budaya dan kearifan lokal. Pendidik harus lepas dari bentuk fisik sekat-sekat ruang dan waktu yang selama ini berlaku; dalam era Industri 4.0 ini pendidik harus mampu menciptakan kelas-kelas inspiratif di ruang maya melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Pendidik harus keluar dari sekat-sekat fisik administrasi sekolah dan berganti dengan aturan berbasis digital online. Dalam tujuan itu, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dan sentralisasi pendidikan masih terjadi, pemerintah dan seluruh pihak terkait harus bekerjasama merubah paradigma tentang pendidikan.
Pemerataan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi serta gedung sekolah yang baik harus dilaksanakan. Maka dalam meraih tujuan luhur mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidik penggerak yang profesional dan berwawasan menjadi aktor percepatan pemerataan dan pengembangan pendidikan hingga garis lintas perbatasan.
Guru menurut Hasan (2002) merupakan andalan utama dalam pelaksanaan acara kurikuler. Senada dengan pendapat ini, Suryadi (2001) mengatakan bahwa pihak yang paling berperan terhadap pendidikan di sekolah adalah guru.
Maka dengan konteks ini, guru adalah sebagai pusat dan jantung yang menggerakkan pendidikan. Guru yang baik itu adalah guru yang berprinsip, berpikiran, dan bertingkah profesional.
Intinya adalah pendidik yang memiliki keahlian khusus. Keahlian khusus itu pula yang membedakan profesi guru dengan profesi yang lainnya. Di mana “perbedaan pokok antara profesi guru dengan profesi yang lainnya terletak dalam tugas dan tanggung jawabnya. Tugas dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi guru.” (Saud, 2009: 44).
Namun dalam pemercepatan tersebut, dalam pelaksanaan teknis pendidikan, pendidik penggerak harus juga mampu melestarikan nilai-nilai kearifan lokal dan budaya masyarakat.
Dalam rangka menunjang profesionalisme pendidik penggerak, pendidik penggerak harus mampu mengimplementasikan ilmu dan wawasan kedalam profesionalisme yang turut melestarikan nilai-nilai kearifan lokal dan budaya masyarakat.
Pendidik penggerak menjadi mentor dan guru yang mampu menciptakan lulusan yang kompetitif.
Penulis merupakan dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.