Novi Gabriella Haria*
PIRAMIDA.ID- Aksi bunuh diri bisa terjadi di berbagai lapisan masyarakat serta tidak mengenal usia, jenis kelamin dan merupakan sebuah fakta sosial yang pengaruhnya berasal dari hubungan sosial individu dengan masyarakat yang mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku individu.
Aksi bunuh diri ini sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, salah satu yang terbesar dan memakan korban banyak adalah bom Bali 2002. Aksi bom bunuh diri ini kembali tersiar di seluruh Indonesia saat kembali dilakukan oleh pasutri di depan halaman Gereja Katedral Makassar.
Lantas, apa yang membuat mereka tergerak melakukan aksi bunuh diri terlebih bom bunuh diri di area publik?
Biasanya alasan yang kuat untuk seseorang melakukan bunuh diri didasarkan oleh proses sosial yang ia terima di lingkungan kesehariannya; bagaimana dia bersosialisasi, bagaimana dia hidup bermasyarakat, dan apakah baik atau tidak?
Ideologi yang diyakini oleh setiap individu yang berbeda biasanya didasarkan oleh keagamaan yang dianut masing masing individu,namun terkadang ada doktrin atau paham yang sengaja ditanamkan kepada individu sampai individu tersebut bergerak melakukan tindakan bunuh diri bahkan sampai memakan korban lainnya.
Banyaknya kasus bunuh diri terlebih di Indonesia sendiri banyak terkait bagaimana kehidupannya apakah di dalam hidupnya dia merasakan tekanan atau paradigma yang sangat kuat hingga memutuskan untuk suicide.
Aturan-aturan yang ada dalam kehidupannya juga sangat berpengaruh baginya. Aksi bunuh diri yang dilakukan oleh individu sedikit banyak akibat dampak dari tekanan psikologis maupun sosiologis.
Fenomena bunuh diri itu sangat dekat kronologinya dengan individu yang bersangkutan memiliki problema sosial jika dilihat melalui kacamata sosiologis. Biasanya seperti konflik dalam keluarga mulai dari masalah ekonomi dan masalah rumah tangga lainnya, konflik di dalam group atau organisasi misalnya tentang masalah kepemimpinan atau adanya kecurangan dalam lingkup organisasi, konflik dengan teman kerja, konflik dengan pacar dan sebagainya.
Lalu, fenomena bunuh diri juga disebabkan oleh aspek budaya atau keyakinan yang dianut oleh individu perorangan atau kelompok. Semisal paham jika bunuh diri didoktrin kan layaknya mati syahid akan masuk surga dan dikelilingi oleh 72 bidadari.
Nah, pandangan atau kepercayaan atau doktrin pemahaman semacam itu lantas bisa mensugesti orang-orang yang tidak kuat akal sehatnya, tidak kuat imannya kepada Tuhan hingga memutuskan untuk melakukan tindakan bunuh diri baik itu di tempat sendiri atau di publik.
Jika hal-hal seperti ini tidak diatasi dengan baik, akan menimbulkan gejala atau gangguan gangguan lainnya seperti gangguan psikis dan mentalnya. Jika sakit fisik dan psikis seseorang terus menerus dan berkelanjutan tidak ada yang tidak mungkin jika orang yang tersebut akan terdorong untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Secara garis besar, aksi bunuh diri biasanya dilakukan oleh orang-orang yang terkucil atau terlepas dari interaksi sosial layaknya seperti introvert jika dikulik dari perspektif sosiologis. Ada kemungkinan bisa jadi karena keluarganya tidak peka dan tidak memberi perhatian penuh terhadap masing masing anggota keluarganya yang menutup diri dari sosial juga keluarganya.
Akibatnya, dia menjadi terkucil karena tidak bisa meminta pendapat orang lain atau berdiskusi untuk mencari solusi yang menjadi hal tidak tepat nantinya saat paham paham yang salah didoktrin kan kepada mereka yang membutuhkan pertolongan lebih. Pada akhirnya, mereka cenderung memilih jalan pintas untuk mengakhiri hidup.
Dalam sosiologi, kita mengenal teori bunuh diri oleh Emile Durkheim. Dalam bukunya yang berjudul “Suicide”, Emile mengemukakan bahwa penyebab seseorang melakukan tindakan tersebut adalah karena integrasi dan lingkungannya, entah itu integrasi yang sangat kuat atau integrasi yang sangat lemah.
Beberapa tipe bunuh diri menurut Emile Durkheim, yaitu goistic suicide adalah tindakan bunuh diri yang terjadi karena integrasi sosial yang terlalu lemah. Altruism suicide adalah tindakan bunuh diri yang terjadi karena integrasi sosial yang terlalu kuat. Anomie suicide adalah perilaku seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri ditengarai nilai dan norma dalam masyarakat yang mulai kian kabur.
Fatalistic suicide adalah perilaku seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri dikarenakan terlaku kompleks dan berlebihan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Seseorang yang melakukan tindakan altruism suicide biasanya dikarenakan integrasi sosialnya yang sangat kuat, namun seseorang yang melakukan tindakan egoistic suicide dikarenakan integrasi sosialnya yang sangat lemah.
Dalam tatanan sosial tidak selamanya berjalan sesuai dengan kemapanan sosial.
Masyarakat akan semakin bingung dan kacau dikarenakan tidak adanya keseimbangan antara nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Tidak ada patokan dalam bertindak yang berupa nilai dan norma yang diteguhkan dan terinternalisasi di setiap individu. Individu merasa kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya, sehingga melakukan anomie suicide.
Mereka yang terlalu patuh dan taat pada keadaan yang tidak bisa mereka lawan saat nilai dan norma meningkat pesat dan berlebihan di masyarakat. Pasrah pada nasib menjadi jalan yang harus dilaluinya. Jalan yang ditempuh adalah fatalistic suicide apabila tekanan yang dilaluinya semakin hari semakin tidak dapat ditahan lagi.
Penindasan dari sebuah tata aturan yang semakin merajalela. Ketidakberdayaan masyarakat semakin lemah dan tak berdayakan lagi dalam sendi-sendi kehidupan.
Oleh sebab banyaknya kasus kasus seperti ini, semua orang harus bergerak untuk peka terhadap lingkungan sosialnya, membangun kebersamaan dan kepedulian, mendekatkan diri dengan Tuhan agar tingkat kematian oleh bunuh diri terlebih oleh oknum yang melakukan aksi bom bunuh diri semakin berkurang bahkan musnah dari bumi Indonesia.(*)
Penulis merupakan mahasiswa Umrah angkatan 2020. Saat ini tinggal di Batam, Kepri. Untuk info dan diskusi dapat menghubungi kontak penulis: 0812-9081-5751.