Putri Yati*
PIRAMIDA.ID- Korupsi, kata yang selalu didengar oleh masyarakat atas tindakan orang-orang yang tidak memiliki hati nurani sehingga menggelapkan hak masyarakat secara sadar. Korupsi hanya orang-orang kotor yang bisa melakukannya. Korupsi secara pandangan masyarakat sosial adalah penjabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri yang hanya mementingkan diri dengan cara tidak wajar.
Korupsi sebuah kecelakan (politik). Korupsi terjadi juga karena kurangnya awas dalam setiap gerak langkah menunaikan tugas publik yang dipercayakan rakyat untuk mengelola setiap level yang ditugaskan oleh pemerintah.
Sudah dijelaskan pada UU Tipikor No. 20 tahun 2001 bahwa dipidana pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Tapi bagi mereka itu hanya angin lalu saja.
Korupsi dilakukan oknum yang melanggar aturan-aturan negara, menyusahkan masyarakat demi kepentingan pribadi, bahkan korupsi merupakan sumber segala bencana dan kejahatan, the root of all evils. Koruptor lebih berbahaya dari pada teroris.
Misalnya, uang triliunan yang gelapkan oleh koruptor itu adalah biaya mati-hidup masyarakat miskin Indonesia yang menyebar dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Rote. Berapa banyak masyaratak yang menderita akibat kejahatan tersebut. Mereka yang tidak pernah bersyukur dengan diberikan jabatan serta gaji tetap tapi masih menginginkan hak orang lain, dengan kehausan akan harta sehingga menggelapkan uang menjadikan busuk dalam politik.
Masyarakat tidak pernah minta dengan namanya kedudukan, kekayaan, tetapi koruptor-koruptor yang meresahkan dengan serakah dan tidak malunya mengambil hak yang seharusnya untuk masyarakat. Menurut Jack Bologne, Gone Theory menyebutkan bahwa faktor penyebab korupsi adalah keserakahan, kesempatan, kebutuhan dan pengungkapan.
Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Keserakahan atas harta yang bergelimang walau sudah memilikinya tapi dengan rasa tidak tau cara bersyukur membuat mereka menjad orang yang sangat serakah dan lupa dengan apa yang akan terjadi ke depannya. Kesempatan di mana kelamaan dalam pengawasan sistem.
Kebutuhan bagi mereka untuk menunjang kehidupan, bukan berarti menggunakan cara yang salah sehingga membuat masyarakat yang menanggung. Pengungkapan harus berjalan dengan lancar agar mengetahui motif dalam melakukan kecurangan. Menurut survey Transparency International (TI) menyatakan Indonesia salah satu negara paling korup di dunia. Korupsi telah meluas dan dilakukan semua elemen masyarakat, termasuk penjabat publik (Djulianto, 2009).
Korupsi merupakan penjahat yang sangat licik di dalam dunia politik, dengan kegilaan melihat uang sehingga menggelapkannya, perbuatan kotor oleh koruptor sangat meresahkan bahkan membuat negara juga susah karena menggelapkan uang negara, mereka tidak pernah berpikir apa yang akan terjadi disaat mereka menggelapkan uang tersebut, padahal mereka yang bekerja untuk memajukan negara ini tapi mereka juga yang membuat nama politik mejadi busuk akibat keserakahan dalam menggelapan uang negara serta menambahkan penderitaan biaya masyarakat.
Dan bahkan sekarang ini semua dilakukan dengan uang atau sogokan atau suap yang dilakukan oleh orang lain kepada orang lain, kita lihat dari 2 (dua) tahun kebelakang kasus suap antar advokat Arif Fitriawan dan Martin P Silitonga. Suap menyuap biasa terjadi karena menginginkan suatau dengan jangka waktu cepat dan menginginkan yang tidak bisa didapatkan karena kurangnya kemampuan di bidang tertentu.
Menggunakan cara yang salah karena ambisi yang sudah mendarah daging sama halnya dengan korupsi orang-orang yang memiliki pemikiran licik. Apa lagi memiliki nafsu berlebihan untuk hidup lebih mewah dan disegani orang lain. Sehingga sangat sulit untuk menghentikan semua ini jika tidak dimulai dari diri kita sendiri. Dari yang sering kita lihat banyaknya kasus ini sering dilakuka oleh orang yang memiliki jabatan serta harta yang berlimpah.
Mempermudah suatu masalah yang dihadapkan walau dengan cara kotor untuk mencapai tujuan. Orang-orang seperti ini biasanya kurang dalam keimanan untuk menahankan hawa nafsu sendiri. Serta orang yang menerima sogokan tersebut sama dengan orang memberi sogokan golongan orang yang sangat kotor, orang tidak berani menunjukan kebenaran.
Bagaimana negara ini bebas dari politik kotor jika suatau yang didapatkan saja melalui jalur yang kotor pula, seperti tidak mengerti apa-apa tentang hukuman saat melakukan kecurangan. Apa lagi kasus dengan suap menyuap hanya karena jabatan menyogok orang untuk memilihnya menjadinya seorang pemimpin. Masalah ini saja mencerminkan bahwa orang tersebut akan melakukan apa saja agar tujuan tercapai hal ini sangat miris jika mereka dijadikan pemimpin.
Apakah mereka bisa menjalankn amanah yang didapat atau malah mengotorkan dengan atas nama politik. Kejadian ini bisa memutuskan rezeki terhadap orang lain misalnya mengambil kedudukan dengan cara menyuap dan seharusnya menang menjadi kalah dan ini sangat tidak manusiawi. Penggelapan atau disebut korupsi orang yang bisa dikatan pencuri, tidak jujur, menyembunyikan barang atau harta orang lain tanpa sepengetahuan pemilik tersebut.
Biasanya orang seperti ini sudah tidak memiliki pemikiran yang luas yang hanya saja tentang kelicikan semata akan jiwa yang tamak. Ada pun mengatasi dari tindakan korupsi dari diri sendiri hingga ke tingkat negara, yaitu salah satunya “menciptakan pendidikan anti korupsi” karena pendidikan merupakan wahana sangat strategis buat membina generasi muda supaya menanamkan nilai-nilai kehidupan termasuk anti-korupsi.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa UMRAH. Alamat di Selat Limau, Kecamatan Mantang Besar. Nomor yang dapat dihubungi: 085834343260.