Oleh: Afrilia*
PIRAMIDA.ID- Anak merupakan kelompok yang lemah dan rentan sehingga memerlukan perlindungan agar hak-haknya dapat terpenuhi. Perlindungan terhadap anak Indonesia bertujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Tantangan didalam perlindungan anak diIndonesia adalah dengan mewujudkan pemenuhan hak anak namun sekaligus dalam waktu yang bersamaan mampu memberikan perlindungan kepada anak dari bahaya yang mengintai mereka, yang pada akhirnya dapat menjauhkan anak dari ancaman perampasan hak anak. Perlunya langkah-langkah afirmatif untuk perlindungan anak sebagai kelompok yang lemah dan rentan.
Masa depan bangsa Indonesia terletak pada pundak anak-anak Indonesia saat ini, tetapi masih banyak. anak-anak yang belum terpenuhi haknya sebagai anak. Hak anak yang belum terpenuhi antara lain adalah hak dasar anak. Hak dasar yang dimaksud adalah hak untuk mendapatkan kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh kembang secara optimal, maupun hak untuk mendapat perlindungan.
Di sisi lain, anak tidak pernah minta untuk dilahirkan atau ketika ia terlahir di kemudian hari beberapa diantaranya menjadi pemuas nafsu bagi oknum yang tidak bertanggung jawab. Perbuatan kejahatan seksual selalu terkait dengan perbuatan tubuh atau bagian tubuh terutama pada bagian-bagian yang dapat merangsang nafsu seksual (Sugandhi, 1981: 309).
Kehadiran hukum progresif bukanlah sesuatu yang lahir tanpa penyebab, hukum progresif terlahir karena bagian dari proses pencarian keadilan dan kebenaran (searching for the truth) yang tidak dapat, tidak pernah berhenti. Hal ini dipertegas lagi dengan pandangan Satjipto Rahardjo (Rahardjo, 2006: 3), bahwa hukum progresif dapat dipandang sebagai konsep yang mencari jati diri, bertolak dengan realitas empirik tentang bekerjanya hukum ditengah masyarakat berupa ketidak puasan terhadap kineja dalam kualitas penegak hukum.
Kasus kekerasan seksual di Indonesia baik di dalam lembaga pendidikan maupun di luar lembaga pendidikan dengan pelaku yang sudah sangat dikenal oleh korban. Jumlah korban yang sedemikian fantastis dengan korban semuanya adalah anak-anak yang merupakan kelompok rentan.
Kekerasan seksual yang menimpa anak-anak Indonesia bukan saja terjadi di wilayah-wilayah yang rawan kekerasan tetapi juga terjadi di wilayah yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap anak seperti di lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan anak seperti sekolah, dan lingkungan kesehatan seperti ruang pemeriksaan pasien.
Pelaku kekerasan seksual terhadap anak juga tidak hanya dilakukan oleh orang lain yang tidak dikenali, namun juga dilakukan oleh orang-orang yang dikenali, dekat, dan dipercaya anak, seperti keluarga, guru,mteman, dan bahkan oleh aparat pemerintah seperti polisi. Ini menandakan anak-anak terancam keselamatannya dan berada di posisi sangat rentan di hampir semua wilayah sosial yang tersedia. Kekerasan Seksual Tingginya kasus kekerasan seksual pada anak menggambarkan rendahnya perhatian pemerintah terhadap permasalahan ini.
Kekerasan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat dan harus ditempatkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena kerusakan yang disebabkannya telah mengancam masa depan generasi bangsa. Kekerasan seksual terhadap anak berarti juga telah merusak aset yang paling penting dan berharga dari negara, karena masa depan negara digantungkan pada anak-anak di masa sekarang.
Permaslahan anak masih banyak saja terjadi disemua tempat baik di kota maupun di desa, tanpa terkecuali berkaitan dengan kekerasan seksualitas terhadap anak, masih banyak anak yang dilanggar haknya, dan menjadi korban bebagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi dan lain sebagainya. Anak sangat perlu dilindungi dari berbagai bentuk kejahatan yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, serta rohaninya.
Oleh karena itu, diperlukan adanya peraturan yang dapat melindungi anak dari berbagai bentuk kejahatan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (2) bahwa Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada anak yang dalam situasi darurat adalah perlindungan khusus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai berikut: Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sudah sangat memprihatinkan, termasuk di Kabupaten Lingga. Penanganan yang komprehensif dimulai dengan kebijakan pemerintah dalam membuat kebijakan untuk mencegah dan melindungi anak sebagai korban kekerasan seksual.
Apabila pelaku kekerasan seksual tersebut berusia antara 14 (empat belas) tahun sampai dengan kurang dari 18 (delapan belas) tahun dimungkinkan untuk dilaksanakan diversi asalkan perbuatan yang dilakukan mendapatkan sanksi pidana kurang dari 7 (tujuh) tahun penjara dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana Penerapan sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual perlu ditambah dengan ketentuan pada undang-undang peradilan HAM mengingat bahwa dampak kekerasan seksual akan melekat seumur hidup dan mempengaruhi masa depan anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Apabila pelaku mempunyai masalah pada libido (kelainan seksual/ hiperseksual) dapat dilakukan pemandulan secara kimia serta diasingkan untuk sementara waktu sampai pelaku sembuh dari penyimpangan seksual yang menimpa pelaku.
Sumber:
(Handayani, 2018)Handayani, T. (2018). Perlindungan Dan Penegakan Hukum Terhadap Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak. Jurnal Hukum Mimbar Justitia, 2(2), 826. https://doi.org/10.35194/jhmj.v2i2.33
Rizky, M. N., Fitriani, R. I., Sudibyo, M. W., Husnasari, F. A., & Maulana, F. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seksual Komersial Melalui Media Sosial. Media Iuris, 2(2), 197. https://doi.org/10.20473/mi.v2i2.13193
Safaruddin Harahap, I. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kejahatan Seksual dalam Perspektif Hukum Progresif. Jurnal Media Hukum, 23(1), 37–47. https://doi.org/10.18196/jmh.2015.0066.37-47
(Safaruddin Harahap, 2016)Handayani, T. (2018). Perlindungan Dan Penegakan Hukum Terhadap Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak. Jurnal Hukum Mimbar Justitia, 2(2), 826. https://doi.org/10.35194/jhmj.v2i2.33
Rizky, M. N., Fitriani, R. I., Sudibyo, M. W., Husnasari, F. A., & Maulana, F. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seksual Komersial Melalui Media Sosial. Media Iuris, 2(2), 197. https://doi.org/10.20473/mi.v2i2.13193
Safaruddin Harahap, I. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kejahatan Seksual dalam Perspektif Hukum Progresif. Jurnal Media Hukum, 23(1), 37–47. https://doi.org/10.18196/jmh.2015.0066.37-47