Sakila*
PIRAMIDA.ID- Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emosional, atau pengabaian terhadap anak.
Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefenisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak.
Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi. Di Indonesia berdasarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat masih banyak terjadi tindak kekerasan pada anak Indonesia hingga saat ini.
Setidaknya, selama 2019, mereka telah menerima 1.192 laporan terkait kekerasan yang dialami anak di bawah umur, catatan Komisi Perlindungan Anak tersebut di atas menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap anak cukup memprihatinkan.
Kekerasan pada anak disebut juga dengan child abuse, yaitu semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Bentuk-bentuk kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam 3 macam, yaitu:
1. Kekerasan fisik;
2. Kekerasan psikis/emosi;
3. Kekerasan seksual.
Tiga macam bentuk kekerasan tersebut sangat terkait. Kekerasan fisik yang dialami anak, akan mempengaruhi jiwanya. Demikian juga kekerasan psikis anak, akan mempengaruhi perkembangan tubuhnya. Apalagi kekerasan seksual, akan mengakibatkan kekerasan fisik sekaligus kekerasan psikis.
1. Kekerasan Fisik pada Anak
Kekerasan fisik adalah apabila anak-anak disiksa secara fisik dan terdapat cedera yang terlihat pada badan anak akibat adanya kekerasan itu. Kekerasan ini dilakukan dengan sengaja terhadap badan anak.
Kekerasan anak secara fisik dapat berupa penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian kepada anak. Kekerasan fisik dapat berbentuk luka, atau dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang dialami anak. Kekerasan psikis dapat berupa menurunkan harga diri serta martabat korban,penggunaan kata-kata kasar penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum. Bentuk kekerasan psikis, antara lain: dihina, dicaci maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki, dibentak, dimarahi, dihardik, diancam, dipaksa bekerja menjadi pemulung, dipaksa mengamen, dipaksa menjadi pembantu rumah tangga, dipaksa mengemis, dll.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah apabila anak disiksa/diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ambil bagian atau melihat aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengeksploitasi seks di mana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.
Anak yang mengalami kekerasan seksual akan memberikan dampak psikologis yang serius, yang akan mengakibatkan trauma, di antara dampak psikologis kekerasan seksual pada anak: penarikan diri, ketakutan, agresif, emosi yang labil, depresi, kecemasan, adanya gangguan tidur, phobia, bersifat keras, gangguan stres pasca trauma, terlibat dalam penggunaan zat adiktif,merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga, dan lemah dalam membuat keputusan.
Penting dilakukan penyadaran kepada masyarakat terkait upaya-upaya pencegahan agar tidak terjadi kekerasan pada anak. Anak adalah amanah dan hadiah terindah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Anak juga merupakan investasi bagi keluarga, oleh karena di hari akhir nanti, doa anak sholeh akan terus mengalir.
Semoga anak-anak kita selamat dari kekerasan dan menjadi generasi penerus yang berkualitas bagi orang tua, bangsa, negara dan agama. Fenomena kekerasan pada anak bagaikan lapisan gunung es di laut. Hanya sedikit yang dilaporkan. Hal ini terjadi karena pelaku tindak kekerasan pada anak sebagian besar adalah orang atau keluarga terdekat, bahkan tidak sedikit yang dilakukan oleh orang tua.
Bagaikan simalakama bila pelaku orang tuanya, dilaporkan masalah, karena orang tua yang mencari nafkah, tidak dilaporkan menjadi rumit, karena telah melanggar aturan dan merugikan dan membahayakan anak.
Manjadi tugas bagi para daiyah untuk menyadarkan kepada masyarakat, khususnya orang tua dampak terjadinya kekerasan pada anak. Trauma yang dialami akan mempengaruhi tumbuh kembang dan kehidupannya kelak. Upaya strategis yang harus dilakukan adalah pencegahan. Meskipun demikian, upaya solutif dan terapi serta rehabilitatif bagi korban kekerasan inilah ladang amal yang pahalanya akan terus mengalir.(*)
Penulis merupakan mahasiswa Umrah. Tinggal di Mantang.