Oleh: Lidya Putri*
PIRAMIDA.ID- Pemberitaan kasus pembunuhan terus bermunculan dengan kasus dan latar belakang yang beragam, seperti terjadinya perselisihan, balas dendam, perebutan harta warisan, perampokan dan motif lainnya.
Penggunaan istilah pembunuhan ada beberapa kata yang lazim digunakan dalam wacana kriminologi dan hukum adalah homicide dan murder yang bermakna perbuatan membunuh yang berakibat pada kematian orang lain.
Berdasarkan tinjauan pustaka, ada tiga jenis pembunuhan, yaitu pembunuhan berencana (planned murder), pembunuhan tak berencana (unplanned murder), dan pembunuh bayaran (payment murderi). Kasus pembunuhan tak berencana seorang calon pembunuh sudah mengetahui siapa calon korban yang dibunuhnya. Dalam kasus pembunuhan tak berencana seseorang membunuh orang lain karena adanya konflik emosional antara dirinya dan korban.
Sementara dalam kasus pembunuhan dengan melibatkan pihak lain yang menjadi eksekutor pembunuhan atau disebut pembunuh bayaran, seorang eksekutor mempeoleh imbalan atau bayaran untuk membunuh dari seseorang yang memerintahkannya.
Pembunuhan dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu pembunuhan massal (mass murder), pembunuhan berantai (serial murder), dan (spree murder). Pembunuhan massal, yaitu pembunuhan yang terjadi dengan lebih dari satu orang korban. Pelaku pembunuhan massal tidak mengalami pemurunan emosi sehingga pelaku pembunuhan akan membunuh korbannya pada lokasi dan waktu yang sama.
Pelaku pembumuhan berantai mengalami penurunan emosi dengan rentang waktu yang berbeda-beda dapat terjadi antara beberapa jam, beberapa hari bahkan beberapa tahun sehingga kemungkinan korban pembunuhan akan ditemukan dalam waktu yang berbeda atau bahkan dalam lokasi yang berbeda.
Sementara spree murder pelaku pembunuhan mengeksekusi korban di dalam lokasi yang berbeda waktu pembunuhan pun dapat terjadi bervariasi.
Perspektif Sosiologi
Meninjau motif pembunuhan harus ditelaah dalam berbagai perspektif, sosiologi merupakan salah satu perspektif yang harus ditelaah untuk mengetahui motif pembunuhan. Faktor sosiologi meliputi elemen-elemen kebudayaan dalam masyarakat, seperti status sosial ekonomi dan kelas sosial, pengaruh hedonisme dan nilai-nilai kultural, kekerasan dalam budaya dan media, pengaruh tetangga dan komunitas, perubahan sosial dan kultural yang menyebabkan disorganisasi serta ketidaknyamanaan.
Kekerasan simbolik merupakan refleksi situasi terhadap dunia sosial lewat strategi bahasa dan symbol yang khas. Menurut Bourdieu, kekerasan simbolik sebagai bentuk pemaksaan sistem simbolik sebagai bentuk pemaksaan sistem simbolisme dan konstruksi terhadap kelompok atau kelas tertentu hingga sedemikian rupa sehingga hal itu dialami sebagai sesuatu yang sah.
Dalam pandangan sosiologi pembunuhan seringkali terjadi ketika proses interaksi sosial sudah mengarah pada persaingan, kontravensi bahkan konflik. Menurut pendapat Knapp, jika hal tersebut sudah terjadi maka akan terjadi proses membeda-bedakan, membatasi, memacetkan, menghindari, dan memutuskan.
Faktor Media
Faktor media massa berkaitan dengan perspektif sosiologi, di mana adanya imitasi atau peniruan dari berbagai media menjadi penyebabnya. Banyak perilaku yang diterapkan oleh individu sebagai hasil dari imitasi dari media yang dilihatnya misalnya perilaku prank atau membohongi orang lain yang dilihat dari media ditiru oleh banyak orang.
Tindak kriminal seperti pembunuhan salah satunya hasil imitasi dari pemberitaan media yang menayangkan reka ulang kejahatan pembunuhan. Dalam catatan Litbang Kompas pada tahun 2008 terjadi 13 kali pembunuhan yang disertai dengan mutilasi, motif yang terungkap dan mengakui tindak pembunuhan meniru dari tayangan di media yang ditontonnya dengan berbagai motif yang berbeda.
Hasil penelitian Leonard Eron dan Rowell Huesman mengenai dampak penayangan program kekerasan di televisi Amerika Serikat, tayangan yang disaksikan anak-anak usia 8 tahun hingga usia 22 tahun menyatakan bahwa anak-anak yang menonton tayangan tersebut pada usia 8 tahun akan mendorong aksi kriminalitas pada usia 30 tahun.
Proses imitasi atau peniruan sebuah kejahatan melalui media masa terjadi secara langsung (direct effect) dan tidak langsung (delyed effect). Menurut Kriminolog Universitas Indonesia Ade Erlangga Madiana yang dikutip Kompas, media menjadi alat pembelajaran bagi pelaku dalam mengemas tindak kriminal.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa UMRAH Angkatan 2020. Tinggal di Kijang, Bintan. Untuk keperluan diskusi, penulis dapat dihubungi di kontak 0877-9171-6810.