PIRAMIDA.ID- Kepala Subdit Wilayah III Direktorat Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Dirjen Otda Kemendagri Saydiman Marto mengatakan kampanye daring belum diminati pasangan calon yang bertarung dalam Pilkada serentak 2020.
Data Kemendagri hingga 19 Oktober 2020, kampanye daring hanya dilakukan 12,7 persen dari 736 pasangan calon. Sedangkan 52 persen pasangan calon mengaku tidak melaksanakan kampanye daring dan 35,3 persen belum terkonfirmasi.
Karena itu, kata Saydiman, temuan ini perlu menjadi perhatian pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pilkada serentak yang digelar pada saat terjadi pandemi Covid-19.
“Ini perlu menjadi perhatian kita semua dan itu kebanyakan dilakukan kota-kota besar yang melakukan pilkada serentak,” jelas Saydiman Marto dalam diskusi daring.
Saydiman mencontohkan sejumlah kota besar yang melakukan kampanye daring antara lain Kota Semarang, Kota Solo, Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gorontalo. Di samping temuan ini, Kemendagri juga menemukan 5,1 persen pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan pada saat kampanye. Sedangkan 26 persen lainnya tidak menjawab sudah melakukan protokol atau belum saat kampanye.
Kemendagri juga mencatat ada tiga pasangan calon yang salah satu dari pasangannya meninggal akibat virus corona per 8 November 2020. Total ada 69 calon kepala daerah yang positif virus corona setelah menjalani tes usap atau swab, 39 calon di antaranya kemudian telah dinyatakan sembuh. Kendati demikian, Saydiman mengatakan pilkada serentak tetap dilaksanakan, yang salah satu tujuannya untuk mengisi posisi kepala daerah yang kosong.
Menurut Saydiman, setidaknya dibutuhkan empat penjabat sementara gubernur, 119 penjabat sementara bupati dan belasan penjabat walikota selama pelaksanaan Pilkada serentak 2020.
“Sebagai wujud kedewasaan kita untuk tetap berdemokrasi dalam masa pandemi seperti negara-negara lain di dunia,” tambah Saydiman Marto.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan hasil dialog dengan sejumlah pasangan calon diketahui ada beberapa kekhawatiran terhadap kampanye daring. Di antaranya khawatir pesan kampanye tidak sampai dan tidak meratanya infrastruktur internet di Indonesia.
“Memang kandidat itu merasa kampanye tatap muka masih dinilai efektif. Karena waktu itu ngobrol dengan paslon kalau kampanye virtual takut dibilang sombong, tidak salaman sombong,” tutur Khoirunnisa Nur Agustyati.
Khoirunnisa mengatakan penyelenggara pilkada serentak perlu melbatkan edukasi warga dan peserta untuk memaksimalkan kampanye daring guna mencegah penularan corona. Ditambah lagi, kampanye daring ini juga bisa menguntungkan pasangan calon karena lebih murah dibandingkan kampanye secara langsung.
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada Riris Andono Ahmad mengatakan pelaksanaan Pilkada serentak berpotensi meningkatkan penularan Corona karena akan meningkatkan mobilitas warga. Menurutnya, peningkatan kasus corona juga terlihat di sejumlah negara di luar negeri yang menggelar pemilihan umum, seperti Singapura, Malaysia dan AS.
“Ada Belarus di Rusia, Polandia dan Serbia di Eropa. Bahkan di Singapura yang merupakan negara dengan kemampuan baik, setelah pemilihan juga ada peningkatan kasus,” jelas Riris Andono Ahmad dalam diskusi daring.
Riris Andono mengusulkan penyelenggara pemilu melakukan sejumlah adaptasi guna pencegahan penularan corona saat pilkada serentak 2020. Beberapa di antaranya adalah memperbanyak tempat pemungutan suara (TPS) untuk mengurangi kerumunan, meniadakan TPS di ruang tertutup, selain dan membedakan waktu bagi pemilih yang ingin mencoblos di TPS.
Sementara Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengatakan lembaganya telah mengubah sejumlah aturan untuk mencegah penularan Corona. Salah satunya adalah membatasi jumlah pemilih di TPS, dari yang sebelumnya maksimal 800 orang menjadi 500 orang. Selain itu, tidak menggabungkan pemilih dari desa yang berbeda ke dalam satu TPS.
“Penerapan protokol kesehatan juga sudah kami simulasikan di beberapa tempat. Dan pada 21 november, kami akan lakukan simulasi yang lumayan besar di beberapa daerah yang menyelenggarakan Pilkada,” jelas Ilham Saputra dalam diskusi daring.
Ilham Saputra menambahkan lembaganya juga mengatur tentang pelaksanaan pemeriksaan terhadap Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui tes cepat atau rapid test. Ia menyadari tes cepat corona tersebut masih kurang akurat. Namun, KPU tidak memiliki anggaran jika diwajibkan pemeriksaan corona melalui tes usap yang biayanya mahal.(*)