PIRAMIDA.ID- “Pada 1669, VOC menjadi perusahaan swasta terkaya yang pernah ada di dunia, dengan kepemilikan lebih dari 150 kapal dagang, 40 kapal perang, 50.000 karyawan, 10.000 tentara swasta, dan pembayaran dividen 40% dari investasi awal” tulisnya.
Bobby Salomos menjelaskan bahwa saham dan kekayaan VOC tak tertandingi, bahkan sampai hari ini. Sebagaimana artikel yang ia tulis dengan judul The Dutch East India Company was richer than Apple, Google and Facebook combined, di tahun 2021.
“Jika Anda merasa pekerjaan Anda hari ini berat, cobalah menjadi pekerja geladak dalam satu setengah tahun perjalanan pulang pergi VOC atau, lebih buruk lagi, seorang budak yang tinggal di perut kapal yang gelap” tulis Bobby Salomos.
“VOC memiliki nilai saham perusahaan sebesar 78 juta gulden Belanda, itu merupakan nominal yang sangat besar, serta keberhasilan bisnis yang cukup solid bahkan hingga hari ini” tulisnya.
“Nilai tersebut hari ini diperkirakan senilai US$7,9 triliun” tambahnya. Tentu kekayaan VOC sangat besar apabila dikonversi ke rupiah, nilainya mencapai Rp.112.640.175.000.000.000, nilai yang fantastis.
“Pada puncaknya, saham VOC bernilai setara dengan gabungan Apple, Microsoft, Amazon, ExxonMobil, Berkshire Hathaway, Tencent, dan Wells Fargo, dengan total 7,9 Triliun US Dollar” tulis Salomos. Artinya, perusahaan paling berharga di dunia, Apple, hanya bernilai sekitar 11% dari saham yang dimiliki VOC.
Meskipun membawa kemakmuran bagi para kompeni (Belanda), mereka juga membawa penderitaan yang mengerikan bagi banyak orang (utamanya negara jajahannya). Selama kurang lebih dua abad, VOC melakukan apa saja untuk memastikan asetnya terlindungi dan keuntungan yang di dapat tetap tinggi.
VOC telah mengirim lebih dari satu juta pelayar ke seluruh Asia, dan merupakan yang terbanyak daripada gabungan penjajah di seluruh Eropa. Hal kejam yang mereka lakukan diantaranya adalah perdagangan budak, penindasan kolonial, dan perlakuan buruk yang tidak masuk akal terhadap karyawan.
Belanda membawa 400.000 para buruh kontrak dan budak di antaranya ke Suriname, 16.000 ke Essequibo, 15.000 ke Berbice, 11.000 ke Demerary, 25.000 ke Recife dan 100.000 ke koloni Spanyol melalui Curacao.
“Mereka (para budak dan buruh) bekerja dengan keras dan hasil panennya kemudian diambil oleh Kerajaan Belanda dan VOC” tulis Jordy Steijn, dalam artikelnya yang berjudul Dutch Slavery: Our Dark Past, yang ia tulis pada 2013 silam.
Terlepas dari eksploitasi manusia tanpa akhir, perusahaan perdagangan VOC, dan koloni-koloninya, telah membentuk dunia yang heterogen atau multikulturalisme. “Banyak orang Indo dan Maluku adalah keturunan langsung dari zaman VOC dan orang Suriname dan Antilla kulit hitam adalah keturunan budak Afrika” tulis Salomos. Selain itu juga, mereka dapat mengembangkan pola ekonomi modern yang diterapkan seperti saat ini.(*)
National Geographic Indonesia