Afrillia
PIRAMIDA.ID- Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di Kabupaten Lingga. “Dalam kurun waktu 5 tahun dimulai dari 2016 hingga 2021 terdapat 14 kasus,” kata Kepala Bidang Perlindungan Anak Dinas Sosial Kabupaten Lingga. Ironisnya dari total 14 kasus tersebut mayoritasnya ialah pelecehan seksual.
Kali ini yang menjadi korban ialah seorang anak di bawah umur yang masih duduk di bangku sekolah dasar tepatnya di salah satu instansi pendidikan di Kabupaten Lingga. Anak tersebut yang berinisial H (12 tahun) mengakui dicabuli oleh bapak-bapak yang bekerja tidak jauh dari rumahnya. Tahun lalu tepatnya pada akhir tahun banyak laporan masuk, namun sejauh ini laporan hanya sebatas di tingkat desa dan belum dilaporkan ke instansi terkait yang menangani permasalahan tersebut.
Randi yang mewakili pihak kepolisian mengatakan “kasus seperti ini sangat sulit didata, hal tersebut disebabkan baik korban maupun pihak keluarga enggan untuk melakukan laporan dikarenakan malu. Akibatnya korban mengalami gangguan psikis, karena tidak adanya dampingan dari instansi terkait. Namun beberapa kasus lainnya sudah ditangani oleh kami dan korban sudah didampingi.
Ibu korban yang berinisial M menjelaskan bagaimana kasus tersebut bermula, menurutnya kurang lebih 2 bulan ini anaknya berperilaku aneh dari sebelum-sebelumnya, lebih pendiam, jarang makan, suka menyendiri dan jarang keluar kamar, padahal putri mereka adalah seorang anak yang aktif dan ceria serta menyukai keramaian.
Mereka selaku orang tua mendapatkan hal yang janggal, yaitu tubuh anak mereka kian hari kian berisi, padahal mereka merasa dalam 2 bulan terakhir ini anak mereka kurang makan tak seperti biasanya. Mereka selaku orang tua pun melakukan inisiatif untuk melakukan konsultasi dengan psikiater dan juga melakukan medical check-up usai melihat kejanggalan pada anak mereka tersebut. Kecurigaan mereka terbukti setelah pemeriksaan dilakukan. Dari hasil medical check-up yang dilakukan tersebut serta didukung oleh hasil analisis psikiater didapatkan bahwa anak tersebut telah mengalami pelecehan seksual dan hamil.
Mawar mengatakan, “Jadi putri kami selama ini sering pergi ke sungai bersama teman-temannya kadang juga pergi sendiri untuk mandi dan mencuci pakaiannya, karena kami memang sudah terbiasa mandi di sungai sebab kami tidak memakai air ledeng. Tapi anehnya, kurang lebih dalam 2 bulan ini setiap anak saya pergi ke sungai sendirian, ia pulang lebih lama dari sebelumnya. Kami pun menanyakan kepadanya kenapa ia berperilaku tidak seperti biasanya. Putri kami pun mengakui bahwa ia telah menjadi korban pelecehan seksual.”
Saat ia sedang mandi atau mencuci baju sendirian seperti ada seseorang yang mengintip. Tiba-tiba saja datang seorang bapak-bapak yang langsung memeluknya dari belakang dan mengajaknya bersetubuh. Anak saya mencoba melawan dan berteriak tapi bapak itu langsung menarik rambut dan menutup mulut anak saya dengan sangat kuat, lalu menyuruhnya untuk diam dan tidak melawan atau melaporkan tindakannya pada siapapun.
Jika ia melawan, berteriak atau berani mengadu bapak-bapak tersebut akan melakukan kekerasan pada korban. Setelah itu pelaku terus-menerus mengajak putri kami untuk melakukan hubungan intim. Jika menolak ia akan diancam dan dipukuli. Kata putri kami.
Tidak terima dengan kejadian yang dialami oleh putri mereka, merekapun (orang tua korban) langsung melaporkan kejadian tersebut kepihak yang berwajib dan membawa pelaku yang merupakan buruh bangunan tersebut untuk mengakui perbuatannya kepada polisi dan mendapatkan hukuman yang setimpal. Pelaku pun mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada keluarga korban. Pelaku menambahkan, penyebab ia melakukan hal keji tersebut adalah karena merasa bergairah saat melihat korban yang sedang mandi dan iapun kini menyesali perbuatannya.
Dinas telah memiliki pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) yang bertugas untuk menangani korban kekerasan. Layanan yang diberikan kepada korban berupa panduan oleh konseler dan psikolog untuk membantu proses penyembuhan pisik dan psikis. Dinas sebenarnya sudah banyak melakukan upaya sosialisasi dan pencegahan dengan menggandeng forum perlindungan korban kekerasan (FPKK).
Kepengurusan forum ini tidak hanya di Kabpuaten namun sudah sampai di tingkat kecamatan dan desa. “Sosialisasi sudah rutin kami laksanakan, karena ancaman hukuman kasus perlindungan anak sngat berat. Tersangka sudah kami tahan dan sudah kita limpahkan ke kejaksaan,” kata kepala P2TP2A.
Kejadian tersebut menjadi perhatian banyak orang sekaligus sebagai pelajaran agar tidak membiarkan anak perempuan pergi ketempat sepi sendirian. Karena tindak kejahatan dapat terjadi bukan hanya karena ada pelaku tetapi juga ada kesempatan.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Raja Ali Haji Fisabililah, Prodi Sosiologi.