Piramida.id|Sumut – Aliansi Mahasiswa Asal Sumatera Utara (AMARA) yang berbasis di Jakarta mengecam keras aktivitas perusahaan PT Sorik Marapi Geothermal Power (PT SMGP) di Mandailing Natal yang menyebabkan kurang lebih 105 warga wilayah persuahaan khususnya Desa Sibanggor Tonga keracunan.
AMARA menilai kecelakaan operasional yang dilakukan berkali-kali oleh PT SMGP merupakan akibat dari minimnya pengawasan aparat penegak hukum, serta tidak berjalannya fungsi pengawasan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Terkait dengan berulangnya kebocoran gas yang diduga terjadi akibat aktivasi sumur V-01 oleh PT SMGP di Mandailing Natal beberapa hari kemarin, semakin membuktikan bahwa Polda Sumut, Pemerintah Daerah dan Kementerian ESDM dan KLHK tak peduli pada nasib petani dan masyarakat di sana, sebab selalu saja masyarakat kecil yang menjadi korban.” kata Henri Silalahi, Ketua BP AMARA dalam keterangan tertulis, Kamis (29/2).
“Kejadian kebocoran gas di PT SMGP pernah terjadi pada 2021 silam, dimana terdapat lima korban meninggal dunia. Pada 16 September 2022 dugaan kebocoran juga terjadi dan menyebabkan 8 orang harus dirawat insentif di RSUD Panyabungan dan Rumah Sakit Permata Madina. Kejadian serupa kembali terjadi di Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga, atas insiden kelalaian yang dilakukan oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power pada tanggal 27 September 2022.” lanjutnya.
AMARA menjelaskan berulangnnya pencemaran lingkungan yang dilakukan PT SMGP belum mendapatkan sanksi tegas dari Polda Sumatera Utara. Hingga saat ini AMARA menilai tidak ada pengawasan berarti dari KLHK dan ESDM terhadap operasional usaha dan pengeboran sumur yang dilakukan oleh PT SMGP.
“Kami menduga pola penyelesaian kasus hukum terhadap PT SMGP bisa saja berwatak transaksional, pernyataan ini relevan mengingat hingga saat ini belum ada pihak dari PT SMGP yang dikenakan sanksi pidana, padahal telah terdapat korban jiwa pada 2021 silam dan korban sakit berkali-kali yang jumlahnya ratusan.” ujarnya.
“Dalam konteks hari ini kami menilai sanksi pidana korporasi menjadi penting untuk diterapkan, mengingat akumulasi pelanggaran PT SMGP tidak lagi hanya sekedar pada ruang administratif, tetapi juga dugaan tindak pidana yang menyasar pada kejahatan lingkungan hidup yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang.” ucap Henri Silalahi.
Menteri KLHK dan Menteri ESDM juga dinilai berkali-kali lalai karena tidak menjalankan tanggung jawab pengawasan pengelolaan lingkungan hidup termasuk tidak melakukan evaluasi terhadap izin usaha PT SMGP.
“Khusus untuk ESDM dan KLHK, pengawasan terhadap perusahaan yang berpotensi merusak lingkungan hidup sebenarnya telah diatur spesifik dalam Pasal 74 UU No 32 Tahun 2009 jo UU No 6 Tahun 2023 serta Pasal 495 PP 22/2021. Sehingga, baik Kementerian ESDM dan KLHK harus berani mengambil tindakan tegas dalam konteks evaluasi administrasi izin termasuk membawa PT SMGP ke ranah penegakan hukum sektor lingkungan hidup.” tutupnya. (Rel|Fas)