Juan Ambarita*
PIRAMIDA.ID- Belakangan media massa kembali melaporkan bahwa Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kembali melangsungkan aksi kriminalnya, masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi operasi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dibuar resah oleh pelbagai aksi brutal yang dilakukan yang mengakibatkan ketakutan menyebar luas.
Bukan hanya para pendatang, penduduk lokal pun kerap menjadi korban teror dan sasaran tindakan kejam KKB.
Pada pertengahan April 2021, media massa melaporkan bagaimana Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) melakukan pembacokan terhadap seorang pelajar SMA ditembak dua kali sampai akhirnya mati tanpa perlawanan. Sehari sebelumnya, seorang tukang ojek dilaporkan juga tewas ditembak KKB.
Dalam satu bulan terakhir, berbagai aksi KKB cenderung makin brutal. Mereka dilaporkan menembak mati dua guru serta membakar beberapa rumah dan sejumlah sekolah. Bahkan, sebuah helikopter yang tengah parkir di bandara pun tidak luput dari objek kebrutalan kelompok anarkis ini.
Tindakan dari KKB ini berakibat pada keresahan dan ketakutan yang semakin meluas bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi operasi KKB.
Merangkum dari berbagai data hasil publikasi media massa yang didapat dari pihak Kepolisian Daerah (Polda) Papua dan sekitarnya, bahwa sepanjang 2018 di Papua tercatat telah terjadi 26 kasus penembakan yang dilakukan KKB yang mengakibatkan 29 orang korban tewas.
Kemudian pada tahun 2019, dilaporkan paling tidak terdapat 20 orang korban tewas akibat penembakan yang dilakukan KKB. Sepanjang 2020 tercatat telah terjadi 46 kali aksi teror yang mengakibatkan 9 orang korban tewas dengan puluhan korban jiwa.
Jika dilihat dari jumlah korban tewas selama 2018-2020 terjadi penurunan, hal ini mungkin dipengaruhi oleh kinerja dari para aparat penegak hukum terkait dalam melakukan upaya penindakan. Namun hal ini belum mampu memberikan rasa aman terhadap masyarakat yang berada di sekitar daerah operasional KKB.
Di sejumlah wilayah Papua, tak sedikit masyarakat yang merasa tidak lagi aman tinggal di sana. Teror yang ditebar oleh KKB berhasil menumbuhkan rasa panik dan takut dalam skala yang cukup besar. Di sini aparat penegak hukum dituntut untuk bekerja ekstra, demi melindungi masyarakat sesuai dengan tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumlah darah Indonesia.
Aksi teror yang terjadi secara terus-menerus harus segera ditangani sampai ke akar-akarnya.Tindakan preventif maupun refresif terhadap para perusuh yang telah diidentifikasi melakukan tindakan yang mengancam keamanan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hal yang mendesak untuk segera dilakukan demi terciptanya masyarakat yang terpenuhi rasa aman, di mana hal tersebut merupakan hak dari masyakat Indonesia sendiri.
Ruang gerak dan tindak kekerasan yang dilakukan KKB perlu diminimalisir. Negara tidak boleh membiarkan korban-korban dari kalangan masyarakat sipil maupun aparat terus bertambah. Tindakan penculikan, pengerusakan fasilitas publik, pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan KKB benar-benar merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang tak bisa ditolerir.
Dengan tidak menanggapi secara serius, KKB akan terus menebar teror yang tentu menyebabkan masyarakat mempertanyakan kredibilitas dari aparat penegak hukum dipertaruhkan apalagi belakangan media massa melaporkan bahwa ada oknum aparat yang berkhianat dengan bergabung ke dalam KKB.
Timbul pertanyaan, apakah untuk menangani KKB di Papua hanya menggantungkan pada peran TNI dan kepolisian sebagai aparat penegak hukum?
Beberapa studi telah banyak membuktikan bahwa pendekatan keamanan yang selama ini dikembangkan ternyata tidak juga mampu meredam tuntas ulah KKB dikarenakan akar masalah yang tengah terjadi di Papua saat ini sesungguhnya sangat kompleks.
Mengacu kepada buku Papua Roadmap (2009) yang diterbitkan LIPI, disebutkan akar masalah Papua sebetulnya adalah berbagai tindak peminggiran, diskriminasi masyarakat lokal, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa papua bagi Indonesia. Isu tentang tidak optimalnya Otsus papua, pembangunan infrastruktur dan sosial di Papua, baik pendidikan, kesehatan, dan ekonomi kerakyatan.
Di tengah-tengah proses industrialisasi di Papua yang begitu masif, peran sebagian besar masyarakat lokal pada umumnya hanya sebatas penonton yang terpinggirkan.
Kemudian masalah proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam banyak hal juga belum tuntas. Tidak sedikit kasus kekerasan politik yang belum tertangani, bahkan cenderung meluas. Berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dilaporkan masih banyak yang belum diselesaikan.
Semua masalah di atas adalah akar masalah konflik di Papua yang menjadikan proses penanganannya kian pelik. Ulah KKB yang hingga kini masih bermunculan, sedikit banyak merupakan dampak dari kompleksitas masalah yang terjadi di Papua. Industrialisasi yang tidak ramah pada penduduk lokal adalah salah satu isu utama. Di samping itu, korban yang terus berjatuhan dari kedua pihak membuat masing-masing pihak sulit untuk tidak saling menyalahkan.
Dalam kalimat yang sederhana, persoalan Papua sesungguhnya adalah rasa kecurigaan atau ketidakpercayaan yang muncul akibat dari tarik-ulur kepentingan industrialisasi, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Masuknya industri berskala raksasa yang kemudian dinilai banyak merampas tanah adat dan melakukan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran tanpa adanya feedback langsung terhadap masyarakat dan lingkungan papua menyebabkan upaya penanganan Papua menjadi semakin sulit.
Jika dilihat dari perspektif negara, tindakan memburu KKB merupakan bagian dari upaya menjaga stabilitas dan keamanan. Namun, hal yang perlu disadari bahwa di luar pendekatan keamanan, masih banyak hal lain yang perlu dan harus dilakukan. Dialog harus tetap harus diupayakan untuk menemukan solusi bagi persoalan di Papua demi keutuhan NKRI.(*)
Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi.