Oleh: Muhammad Apriyansyah Daulay
PIRAMIDA.ID- Dalam pemilihan kepala desa pasti sebagian ada yang pro dan kontra. Setiap pemilihan kepala desa pasti kebanyakan yang kontra. Oleh karena itu bisa menimbulkan konflik.
Konflik menurut pandangan sosiologi, yaitu dua orang atau lebih yang saling berinteraksi karena berbeda pendapat dan salah satu nya ingin menjatuhkan pihak yang lain. Terjadinya konflik dalam pemilihan kepala desa karena adanya pendukung dari calon kepala desa. Karena pendukung calon dari kepala desa ada yang merasa kecewa dan mementingkan ego sendiri lalu terjadilah pertentangan di situ.
Kepala desa berkedudukan sebagai Kepala pemerintah desa yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala Desa memiliki berbagai peran/tugas, fungsi, wewenang, hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya menurut rambu-rambu yang telah diatur secara normatif.
Kepala Desa adalah pejabat pemerintah Desa yang mempunyai tugas, fungsi, hak dan kewajiban, serta wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa menugaskan atau dibantu oleh Perangkat Desa sesuai SOTK Pemerintah Desa. Kepala Desa merupakan jabatan pemerintahan yang dipilih oleh warga Desa yang memenuhi syarat sebagai Pemilih melalui proses demokrasi atau Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
Sementara pengangkatan dan pelantikannya dilakukan oleh Bupati/Walikota berdasarkan hasil Pilkades. Seperti yang kita tahu dalam pemilihan kepala desa, calon kepala desa memberikan sumbangan atau bantuan kepada masyarakat guna untuk masyarakat memilih dan calon menang dalam pemilihan kepala desa.
Ada juga calon kepala desa yang memberikan uang atau disebut (money politic) dan ada yang melakakukan kampanye gelap. Biasanya masyarakat menyebutkan dengan istilah “sogok” agar dapat dukungan dan suara.
Tetapi ada masyarakat yang mendapatkan dua bantuan dari dua calon sehingga menimbulkan konflik. Karena masyarakat merasa bingung harus memilih calon yang mana. Pendukung-pendukung calon juga ada yang tak terima dengan kejadian itu karena merasa calon yang dipilihnya tidak menang dalam aksi pemilihan kepala desa.
Terjadinya konflik dalam pemilihan kepala desa ini termasuk kedalam teori konflik menurut Lewis A. Coser. Lewis A. Coser menganggap sebuah sistem sosial yang bersifat fungsional. Menurut Coser, konflik yang terjadi dalam masyarakat tidak semata-mata menunjukkan fungsi negatif. Tetapi, konflik dapat pula menimbulkan dampak yang positif bagi berlangsungnya tatanan masyarakat. Seperti yang kita lihat calon kepala desa banyak yang melakukan “sogok” demi mendapatkan suara terbanyak dan menang dalam pemilihan.
Untuk menghindari konflik dalam pemilihan kepala desa diharapkan kepada calon kepala desa lebih efektif untuk mendapatkan suara dari masyarakat. Dan untuk pendukung-pendukung calon kepala desa lebih menerima apapun hasil akhirnya, dan siap menerima kekalahan agar tidak terjadinya konflik lagi.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji.