Oleh: Nurul Aulia Syabella*
PIRAMIDA.ID- Fakta yang terjadi akhir-akhir ini mengenai konflik yang terjadi dalam keluarga dapat ditinjau dari beberapa aspek, misalnya konflik antara suami dan istri atau konflik antara anak dan orang tua. Beberapa kasus anak yang melakukan penganiayaan terhadap temannya bahwa permasalahan tindak kekerasan anak yang terjadi diantaranya disebabkan oleh adanya konflik atau ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga.
Beberapa kasus lain yang sempat menjadi perhatian masyarkat yaitu mengenai anak yang pergi dari rumah karena tidak merasa nyaman tinggal dengan orang tuanya dan terjadi kasus bunuh diri pada beberapa anak.
Disisi lain konflik keluarga dapat memicu terjadinya hal-hal seperti kekerasan dalam rumah tangga, tawuran remaja, kurangnya toleransi masyarakat, penyalahgunaan narkoba dan bunuh diri. Sehingga peran keluarga juga diperlukan dalam proses pendidikan masyarakat selain sosialisasi nila-nilai melalui dunia pendidikan.
Penyebab dari konflik bisa berasal dari dalam yang dapat menyebabkan konflik dalam keluarga seperti selisih paham antara anggota keluarga, komunikasi yang buruk dalam keluarga dan lain sebagainya. Faktor dari luar keluarga misalnya adanya orang ketiga atau masalah belum terselesaikan dalam pekerjaan yang memengaruhi buruknya komunikasi dalam keluarga.
1. Konsep Keluarga
Dalam kehidupannya manusia tidak dapat berdiri sendiri oleh sebab itu manusia dikategorikan sebagai makhluk sosial yang perlu mengadakan komunikasi dengan manusia lainnya ataupun menyatakan pendapat, kemauan, perasaan dan keinginan orang lain dapat memahami keinginan kita begitupula kita dapat memahami keinginan orang lain. Dengan kodratnya demikian secara tidak langsung manusia akan membuat suatu komunitas yang lebih besar yang disebut masyarkat yang terdiri dari kelompok-kelompok terkecil masyarakat yaitu keluarga. Sehingga dapat dikatakan keluarga merupakan system sosial terkecil yang ada di dalam masyarakat. Hal ini terjadi karena di dalam keluarga terjalin hubungan yang penuh dengan keakraban, sehingga jika diantara anggota keluarga itu mengalami peristiwa tertentu maka anggota keluarga yang lain biasanya ikut merasakan peristiwa itu.
Menurut pendekatan sosiologi yang dikemukakan oleh Charles Cooley dalam Henslin (2006) bahwa keluarga merupakan kelompok primer atau kelompok pertama yang memberikan dasar bagi kehidupan seseorang. Dengan adanya interaksi tatap muka, kelompok primer memberikan perasaan kepada seseorang tentang siapa dirinya. Selain itu keluarga penting bagi kesejahteraan emosional seseorang dan memunculkan rasa harga diri karena di dalamnya menawarkan rasa kebersamaan, dihargai dan dicintai. Keluarga menjadi penting karena nilai dan sikapnya menyatu dalam dalam identitas seseorang.
Seseorang akan menginternalisasikan pandangan keluarganya yang menjadi suatu lensa melalui mana ia memandang kehidupan. Bahkan sebagai orang dewasa, tidak peduli sejauh apapun masa kanak-kanak telah meninggalkan seseorang atau keluarga sebagai kelompok primer awal tetap berada dalam dirinya. Oleh karenannya sanagat sukar bagi seseorang bahkan barangkali tidak mungkin untuk memisahkan diri dari kelompok primer seseorang karena diri dan keluarga melebur ke dalam suatu konsep yaitu kita.
2. Komunikasi Keluarga
Komunikasi keluarga memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi dan sekaligus sangat komplek (Ruben, 2006). Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa keluarga adalah termasuk kelompok primer sehingga dalam komunikasi kelompok meurut Charles Horton Cooley dalam Rohim (2009) komunikasi pada kelompok primer memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas dalam arti menembus kepribadian kita yang paling dalam dan tersembunyi.
2) Kelompok primer bersifat personal. Dalam komunikasi primer yang penting buat kita adalah siapa dia. Hubungan dengan kelompok primer sangat unik dan tidak dapat digantikan. Misalnya hubungan antara ibu dan anak.
3) Kelompok primer, komunikasi lebih menekankan pada aspek hubungan dari pada aspek isi. Komunikasi dilakukan untuk memelihara hubungan baik dan isi komunikasi bukan sesuatu yang amat penting. Berbeda dengan kelompok sekunder yang lebih di pentingkan adalah aspek isinya bukan pada aspek hubungan.
4) Kelompok primer pesan yang disampaikan cenderung lebih bersifat ekspresif dan berlangsung secara informal.
3. Konsep Konflik
Konflik memiliki berbagai macam elemen diantaranya bahwa konflik memiliki efek negative dan positif, konflik dapat berfokus pada isi pembicaraan atau materi permasalahan namun konflik juga dapat terkait dengan pribadi pelakunya. Konflik memiliki beberapa bentuk atau gaya dan konflik juga ditentukan oleh faktor budaya. Sehingga pembahasan mengenai konflik dapat ditinjau dari berbagai macam aspek dan yang lebih menarik adalah mengetahui dampak konflik serta mengaitkan dengan penyebab konflik. Konflik sendiri tidak dapat dihindari ketika seseorang berhubungan dengan orang lain. Bahkan konflik pun dapat terjadi dengan individu tanpa melibatkan orang lain. Terkait dengan pemahaman konflik luas dan terintegrasi baik De Vittto (2007) maupun Galvin dan Brommel (1986) keduanya memberikan uraian mengenai tahapan tentang terjadinya konflik sampai dengan cara mengelola konflik.
Konsep yang dikemukakan ole Papp, Silberstein dan Carter dalam Wilmot & Hocker (2001) adalah sebagai berikut :
1) Konflik dalam sebuah system muncul karena adanya reaksi yang sifatnya berantai. Dalam hal ini setiap reaksi yang timbul dari sebuah konflik adalah merupakan reaksi dari suatu Tindakan. Disisi lain tindakan seseorang dapat diprediksi akan mengakibatkan reaksi pada orang lain. Dalam sebuah system setiap bagian akan mengakibatkan dampak terhadap orang lain.
2) Setiap orang sebagai anggota memiliki label atau diprogramkan untuk menjalankan sebuah peran dalam suatu sistem. Label atau cap pada seseorang menjelaskan apa fungsi dari setiap orang dikelompoknya. Setiap peran dari seseorang dapat membatasi aktivitas atau tindakan orang lain dan hal ini yang menimbulkan konflik.
3) Kerjasama yang merupakan bagian penting dari sebuah sistem membuat konflik tetap ada. Pada bagian ini konflik timbul dan memungkinkan terjadinya perubahan dalam sistem. Dengan adanya perubahan maka sistem akan bertumbuh.
4) Bentuk hubungan segitiga dapat terbentuk dalam suatu hubungan yang sifatnya dekat dan intens. Orang cenderung untuk mengajak orang lain memiliki posisi yang sama dengan dirinya, terlebih jika posisinya merupakan posisi yang rendah dibandingkan anggota sistem yang lain. Bentuk hubungan seperti ini seringkali mengakibatkan adanya destruksi hubungan dan menimbulkan konflik.
5) Sebuah sistem memungkinkan timbulnya aturan dalam proses sebuah konflik dan cenderung diikuti meskipun dalam kondisi yang buruk. Adapun aturan tertentu yang disepakati ketika mengalami konflik, misalnya dalam sebuah rumah tangga ada aturan bahwa ketika orang tua berkonflik tidak dilakukan dihadapan anak-anak. Pada usia anak-anak orang tua perlu menghindari suara keras atau tatapan wajah yang marah.
4. Komunikasi Sehari-hari Antara Remaja Dan Orang Tua
Waktu yang paling sering digunakan orang tua berkomunikasi dengan anak adalah pada malam hari. Bagi remaja yang kedua orang tuanya bekerja umumnya orang tua pulang bekerja pada malam hari dan melewati waktu magrib sehingga waktu berkomunikasi bahkan dilakukan sambal meyaksikan tayangan telivisi. Sedangkan bagi remaja yang ibunya tidak bekerja, maka remaja memiliki waktu lebih banyak untuk berkomunikasi dengan ibu daripada ayah dan komunikasi dilakukan lebih banyak pada siang atau sore hari sepulang dari sekolah. Komunikasi antara remaja dan orang tua, biasanya bukan saja membicarakan tentang aktivitas remaja saja, namun sebaliknya orang tua membicarakan tentang kegiatan atau permasalahan orang tua.
5. Jenis Konflik Remaja Dan Orang Tua
Semua konflik yang dihadapi remaja dengan orang tua seputar masalah aktivitas remaja sehari-hari seperti tentang kegiatan belajar remaja, disiplin sekolah, hubungan dengan saudara kandung, aktivitas remaja bersama teman yang ingin keluar malam. Bagi remaja sendiri banyak yang menyadari bahwa konflik tersebut timbul akibat ulah mereka yang tidak patuh, tidak disiplin, salah memilih teman bergaul, konflik remaja dengan saudara kandung dan lain sebagainya. Remaja menyadari hal ini sebagai bentuk ketidakdisiplin mereka atau penegakan peraturan di keluarga.
6. Penyelesaian Konflik Melalui Komunikasi
Untuk percakapan sehari-hari anak-anak selain memiliki waktu yang lebih banyak dengan ibu, karena Ibu dianggap sebagai tempat mencurahkan masalah dan tempat bertanya. Ibu dianggap lebih cerewet, perhatian dan lebih banyak bertanya kepada remaja. Ketika orang tua terutama ibu melontarkan ketidaksetujuan atau kemarahan remaja dapat memahami, bahkan ketika hal ini terjadi berulangkali terjadi. Namun demikian tidak semua hal remaja menyampaikan masalahnya mereka umumnya juga memiliki orang terdekat selain orang tua seperti saudara kandung, teman dekat atau sahabat dalam permainan.
Remaja dapat memahami hal-hal yang tidak disukai orang tua tentang dirinya dan menjadi sumber konflik seperti tentang kebiasaan belajar, bermain dan bergaul dengan teman serta konflik dengan saudara kandung. Remaja yang lebih sering berkomunikasi dengan orang tua cenderung tidak memiliki idola lain. Orang-orang terdekat remaja selain orang tua adalah saudara kandung, teman sekolah, teman bermain dan lainnya.
Bagi remaja yang memiliki orang terdekat orang dewasa selain orang tuanya biasanya memiliki frekuensi konflik yang cukup sering dibandingkan remaja cenderung merasa lebih nyaman dengan komunikasi menggunakan orientasi percakapan. Ungkapan terus tentang remaja pada orang tua atau ungkapan aktivitas sehari-hari kadangkala disalahartikan oleh orang tua dan akhirnya menimbulkan konflik.(*)
Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.