Oleh: Afrillia*
PIRAMIDA.ID- Manusia sebagai makhluk sosial, yang melakukan interaksi dengan masyarakat pasti pernah mengalami suatu pertentangan atau perbedaan dengan orang lain, baik perbedaan pendapat, ide, persepsi maupun kepentingan.
Pertentangan inilah yang nantinya akan menjadi sebuah konflik. Konflik tersebut jika dibiarkan akan menjadi suatu masalah yang sangat besar. Konflik merupakan suatu proses sosial antara satu orang atau lebih, di mana salah seorang di antaranya berusaha menyingkirkan pihak lain, seperti yang dikatakan oleh Karl Marx (2010), bahwa masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik.
Dari ungkapan ini maka, manusia sebagai masyarakat tidak bisa menghindari adanya konflik dalam kehidupan. Salah satu konflik yang sering terjadi adalah konflik yang terjadi pada remaja.
Dunia remaja adalah dunia yang penuh dengan dinamika yang menarik. Umumnya mereka menginginkan hal-hal baru yang belum pernah dicobanya selama ini. Sesuatu yang baru apabila berimplikasi kepada perbuatan yang positif tentu tidak masalah, namun apabila mengarah kepada perbuatan yang negatif ini akan menimbulkan masalah. Remaja yang memiliki masalah dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri maka hal tersebut bernilai positif.
Namun, sebaliknya kalau memiliki masalah dan tidak dapat menyelesaikannya sendiri serta melampiaskannya kepada perbuatan yang negatif ini berarti perlu bantuan orang lain.
Masa-masa kritisnya remaja salah satunya ketika mereka dihadapkan pada suatu konflik. Dalam menyelesaikan konflik, remaja biasanya saling menghindari konflik-konflik yang banyak terjadi pada remaja kadang muncul hanya karena hal yang sangat sepele, akan tetapi dianggap sangat serius bagi remaja yang dapat menyebabkan perkelahiann seperti perselisihan pendapat antar teman, konflik dengna orang tua, pacar, masyarakat sekitar dsb. Sebagai contoh, orangtua yang berbicara kepada remaja disaat yang tidak tepat kerap kali terjadi, misalnya orangtua meminta mereka melakukan sesuatu, padahal mereka tengah asyik bermain atau menikmati aktifitas kesukaannya.
Remaja pun merasa terganggu dengan permintaan orang tuanya tersebut. Dalam kondisi seperti ini, remaja biasanya akan mengabaikan permintaan orangtuanya, menunda melakukannya, atau langsung menolaknya. Jika orangtua terus memaksa, sangat mungkin akan terjadi ketegangan atau konflik.
Beberapa kasus kejadian lainnya yaitu, ketika remaja sangat menginginkan sesuatu, tetapi orangtuanya tidak dapat memenuhi keinginan tersebut. Remaja pun kemudian menunjukkan keras kepala atau suka melawan orangtua. Remaja melakukan hal ini untuk mencari perhatian orangtua sebagai cara untuk menyampaikan protes.
Ditinjau dari kondisi emosi, Hall (dalam Asrori, 2004: 102) menyebutkan masa remaja sebagai fase topan dan badai. Konsep ini menunjukkan bahwa masa remaja adalah masa goncangan yang ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati, pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah-ubah antara kesombongan dan kerendahan hati, baik dari godaan, kebahagiaan dan kesedihan.(*)
Referensi
(Ardiwijadja, 2017)Ardiwijadja, N. H. (2017). Konflik Sosial dan Program Keserasian Sosial. Sosiohumanitas, 19(2), 17–36.
http://journal.unla.ac.id/index.php/sosiohumanitas/article/view/93/70.
Kuliah, M., Dini, D., & Perkembangan, D. (n.d.). Karakteristik Tahapan Perkembangan. 6–8.
Penulis merupakan Mahasiswa UMRAH.