Oleh: Vina Oktaviani*
PIRAMIDA.ID- Mendengar kata “korupsi” sudah tidak asing lagi bukan di benak kita, bukan? Iya, korupsi adalah masalah bagi negara kita sendiri, yaitu Indonesia sudah banyak sekali aksi-aksi seseorang yang kurang bersyukur atas apa yang sudah didapatkannya dengan kata lain tamak dan tidak memikirkan orang lain demi kepentingan pribadi.
Korupsi bukan masalah baru yang kita jumpai tetapi sudah sejak lama terjadi tetapi belum ada kesudahannya. Dalam arti yang luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Ada satu pandangan menarik dari Johan Huizinga mengenai manusia sebagai “homo ludens”. Homo ludens berarti, manusia sebagai makhluk yang suka bermain-main. Menurut Huizinga, segala tindakan manusia terkerangka dalam aktivitas “permainan”. Aktivitas “permainan” ini menjadi tak masuk akal dan berbahaya jika dilakukan di ranah pemerintahan yang lekat dengan kekuasaan. Boleh jadi kita kerap bertanya tentang para koruptor yang sudah memiliki harta melimpah namun tetap saja melakukan tindakan korupsi.
Fenomena ini dapat dijelaskan melalui perspektif homo ludens. Orientasi utama dari para pelaku tersebut bukanlah uang atau kekayaan lagi, tetapi lebih kepada “tantangan” untuk menjajal sistem: “Apakah saya akan ketahuan atau tidak?”. Dengan kata lain, para koruptor ini dapat dikatakan sedang “bermain-main dengan kekuasaan”.
Dari pandangan Johan Huizinga dapat kita simpulkan bahwa seseorang akan mencoba suatu hal yang bisa membawanya lebih dari yang ia miliki dengan berbagai cara. Dampak korupsi selain di jeruji besi, berdampak pada negara sendiri akibat ulahnya dari berbagai sektor, yakni mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, serta meningkatnya ketimpangan pendapatan.
Bahkan korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara. Sangat banyak sekali kerugian akibat korupsi ini.
Para koruptor ini haruslah dihukum dengan hukuman yang pantas dan layak, seperti halnya dalam Undang-undang yang mengatur tentang korupsi di antaranya, yaitu Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasti kita berharap penegak hukum berlaku adil seperti yang tecantum di UUD 1945 yang menjadi pedoman hukum kita dan kita berharap Indonesia aman sejahtera. Hukum adalah aturan yang wajib ditaati apapun hukum itu missal hukum negara, hukum adat, hukum agama dan lain sebagainya. Karenanya jika ada yang melanggar hukum harus ditindak tegas dan harus memberi efek jera agar sang pelaku tidak mengulangi perbuatannya itu.
Harus ada sanksi sosial harus ada sanksi moral agar ada efek jera di hati para pelaku dan mengurungkan niatnya untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan lagi. Hukum di Indonesia harus mampu mengajarkan warga negaranya untuk mematuhi hukum melaui aparat penegak hukum yang berlaku jujur, adil, dan terbuka kepada rakyat, agar rakyat merasa mempunyai hak yang sama atas hukum.
Saya berharap ada keterbukaan hukum di Indonesia agar masyarakat bisa menilai apakah hukum sudah dijalankan seperti semestinya di Indonesia kita tercinta ini.
Cara mengatasi tindakan korupsi, yaitu mensosialisasikan lebih keras lagi tentang korupsi agar lebih menyadarkan lagi apa dampak negatif dari korupsi. Karena menurut saya perubahan dari dalam diri sendiri merupakan hal yang dapat mempengaruhi lebih besar untuk diri manusia daripada hal lain apapun.
Dengan pengetahuan mengenai korupsi setiap orang akan menyadari betapa merugikannya tindakan korupsi. Dan mugkin juga penegakan hukum yang tegas juga dapat menjadi hal yang dapat menakuti setiap orang agar tidak pernah mencoba untuk melakukan korupsi.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa semester III Universitas Maritim Raja Ali Haji Prodi Sosiologi.