PIRAMIDA.ID- Kasus meninggalnya Bripka Arfan Saragih, anggota Sat Lantas Polres Samosir masih menyisakan sejumlah tanya. Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, Bripka Arfan ditemukan tewas karena meminum racun sianida. Namun, keluarga menganggap banyak kejanggalan.
Hizkia Silalahi selaku Penggurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) Koordinator Wilayah Sumatera Utara-Nanggroe Aceh Darussalam (Korwil Sumut – NAD) turut bersuara dalam kasus ini.
Hizkia mengatakan, perlu untuk memastikan kasus ini diungkap sesuai dengan fakta yang terjadi, sehingga tidak menimbulkan tanya di masyarakat, serta dalam hal ini jangan sampai abai akan adanya kerugian yang dialami oleh masyarakat dalam kasus ini.
Seperti diketahui sebelumnya, Bripka Arfan Saragih diduga terlibat penggelapan uang pajak kendaraan bermotor ratusan warga Samosir yang angkanya mencapai Rp 2,5 miliar. Beberapa hari sebelum kematiannya Bripka Arfan berniat ingin membongkar kasus ini. Berbagai elemen masyarakat kemudian menyuarakan hal ini agar pihak kepolisian agar segera mengusut tuntas kasus ini. Polda Sumut sendiri sudah menarik penanganan perkara kematian Bripka Arfan.
“Akar dari masalah ini adalah adanya indikasi penggelapan pajak kendaraan yang dilakukan oleh almarhum dan tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh berbagai stakeholder terkait, maka hal ini perlu menjadi sorotan untuk diusut tuntas,” ujar Hizkia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/03/2023).
Pria yang yang saat ini mengenyam pendidikan pascasarjana di Universitas HKBP Nommensen ini mengatakan, mengenai adanya isu penggelapan pajak kendaraan perlu disikapi bersama, karena praktik kotor ini sangat merugikan masyarakat, khususnya masyarakat Samosir.
“Pajak kendaraan merupakan salah satu sumber pendapatan utama daerah yang seyogyanya hasilnya dapat digunakan untuk pembangunan daerah. Oleh karena itu, pihak penegak hukum tidak boleh tutup mata atas kasus ini. Perlu ada penyidikan lebih lanjut atas adanya indikasi penggelapan pajak ini,” ujarnya.
Hizkia memaparkan, sebagaimana diatur dalam UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK, KPK diberikan kewenangan menangani kasus dengan kerugian negara sebesar Rp1 miliar. “Maka berkaca dari kasus ini yang merugikan negara sebesar Rp2,5 miliar, maka saya meminta agar kiranya Komisi Pemberantasan Korupsi dapat turun tangan untuk menyelesaiakan permasalahan ini, sebab praktik seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja,” ujarnya.
Korwil 1 GMKI ini juga menduga, praktik penggelapan ini berpotensi melibatkan pihak lain yang harus diusut. “Praktik penggelapan pajak kendaraan tentu saja tidak dapat dilakukan oleh perorangan, kemungkinan besar melibatkan beberapa pihak, maka kehadiran KPK dalam kasus ini sangat dibutuhkan untuk mampu memutus mata rantai praktik ini,” pungkasnya.(*)