PIRAMIDA.ID- Pemilihan Kepala Desa serentak di Kabupaten Halmahera Barat tahun 2021 yang dilaksanakan di Desa Talaga, Kecamatan Ibu Selatan, Kabupaten Halmahera Barat diduga bermasalah.
Dugaan terjadinya permasalahan, proses dan tahapan Pilkades Talaga terungkap setelah salah satu calon Kepala Desa Talaga, Justo Hi Kadam melalui kuasa hukumnya, Alhendri Fara melayangkan protes atas hasil pemilihan Kepala Desa Talaga tahun 2021 ke Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Barat yang difasilitasi oleh Komisi I DPRD Kabupaten Halmahera Barat.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi I DPRD Kabupaten Halmahera Barat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Halmahera Barat, Joko Ahadi. Turut hadir dalam RDP yang dilaksanakan Selasa (16/11/21) itu adalah Kabag Hukum Pemda Halbar, Staf Khusus Bidang Hukum, perwakilan DPMPD, anggota Komisi I DPRD Halmahera Barat, Panitia Pilkades Talaga, serta kuasa hukum Justo Hi Kadam, Alhendri Fara.
Dalam pertemuan tersebut Alhendri Fara menyampaikan beberapa kejanggalan
yang terjadi dalam proses Pilkades Talaga.
“Bahwa sebanyak 82 orang diduga kuat merupakan masyarakat yang tidak terdaftar sebagai masyarakat Desa Talaga namun terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), sebaliknya masyarakat yang notabene memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Desa Talaga tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),” ungkapnya dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis (18/11/2021).
Ia juga menyampaikan, bahwa terdapat dua masyarakat Desa Talaga yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) namun tidak mendapatkan undangan untuk melakukan pencoblosan. Kemudian, kejanggalan lain yang terjadi adalah KPPS di dua TPS tidak memiliki legal standing maka segala tindakan KPPS terhadap proses Pilkades Desa Talaga diduga kuat cacat prosedural.
Menanggapi hal tersebut, M. Isra Litiloy menyampaikan legitimasi KPPS baru sebatas konsep karena dikhawatirkan terjadi turbulensi dengan SK yang dikeluarkan BPD.
“Legitimasi KPPS baru sebatas konsep dan belum saya terbitkan baik sebelum maupun sesudah tahapan pelaksanaan Pilkades di Desa Talaga karena saya takut terjadi turbulensi dengan SK yang dikeluarkan oleh BPD,” tegas M. Isra Litiloly dalam RDP bersama Komisi I DPRD Halbar.
Merespon hasil RDP Alhendri Fara menegaskan bahwa RPD bukan forum untuk memutuskan siapa yang salah dan siapa yang benar.
“Perda Nomor 2 Tahun 2018 yang digunakan sebagai sandaran hukum pelaksanaan Pilkades Serentak tahun 2021 pun tidak mengantur secara teknis terkait dengan mekanisme penyelesaian sengketa Pilkades, maka dari itu untuk menghindari terjadinya potensi pelangaran Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) ataupun terjadinya tindakan sewenang-wenang badan atau pejabat administrasi pemerintahan maka dipandang perlu untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi,” ungkap Alhendri.
“Terhadap kekosongan hukum yang terjadi, persoalan perselisihan Pilkades Serentak tahun 2021 seyogyanya pemerintah daerah melalui bagian hukum dan Instansi terkait lainya merumuskan dan menetapkan aturan organik/Peraturan Bupati yang mengatur tentang mekanisme penyelesaian sengeketa Pilkades,” tegas Alhendri.(*)