Aditia Purnomo*
PIRAMIDA.ID- Ternyata membuang puntung rokok sembarangan itu enak banget. Selesai sebats, tanpa perlu mematikan bara dan menyimpan puntung sebelum dibuang pada tempat semestinya seperti yang dilakukan perokok santun, kita tinggal melemparnya secara sembarang. Plung, begitu saja selesai.
Dan saya baru tahu, ternyata merokok sembari berkendara itu asyik. Tidak perlu nunggu sebatang habis, atau memuntungkan rokok, kita tinggal jalan begitu saja sembari rokok menyala di sela jari. Sesekali diisap agar tidak merugi, ternyata ya asyik juga. Hidup tidak perlu repot seperti yang dilakukan perokok santun.
Kedua hal di atas saya lakukan karena ingin memahami sebuah hal, kenapa sih orang-orang masih membuang puntung sembarangan dan merokok sambil berkendara?
Dan jawabannya seperti yang saya jelaskan di atas, ternyata ya asyik dan enak melakukan hal-hal semacam itu tanpa perlu repot seperti perokok santun. Tanpa perlu menjadi santun dan memikirkan beban tanggung jawab kepada orang lain.
Meski begitu, saya juga sadar, menjadi perokok santun adalah sebuah laku hidup dengan jalan yang berliku. Di kala perokok lain asal buang puntung begitu selesai sebats, kita bersedia mematikan bara dengan alas sepatu serta mencari dulu tempat yang pantas untuk membuang sisa dari rokok kita.
Pun ketika ingin berkendara, ketika yang lain asal melaju saja, kita terlebih dulu memuntungkan sisa rokok agar bara dari rokok tidak mengganggu pengendara lain.
Dua hal yang kecil memang, tetapi perlu dilakukan sebagai bentuk perlawanan atas stigma buruk terhadap perokok. Bukan cuma sebagai bentuk penghargaan terhadap hak orang lain, tetapi juga sebagai pembuktian bahwa anggapan miring pada perokok tidak benar. Perokok itu sama seperti orang lain, memahami adab dalam berbangsa dan bernegara.
Karena itulah, laku hidup sebagai perokok santun perlu dijalani oleh seluruh perokok sedunia. Bukan hanya untuk yang saya jelaskan di atas, tetapi juga agar membuat hubungan atar perokok dan yang tidak merokok menjadi lebih baik. Agar nantinya tidak lagi ada diskriminasi, tidak lagi ada stigma negatif, dan tidak ada lagi anggapan kalau perokok adalah ancaman bagi kesehatan masyarakat.
Mungkin, laku hidup perokok santun agak berat dilakukan pada mulanya, mengingat kita sudah terbiasa menjalani hidup yang seenaknya saja. Namun, jika kita memiliki kesadaran akan perjuangan di atas, saya kira menjadi perokok santun bukanlah hal yang berat-berat amat dilakukan.
Dan yang lebih penting lagi, menjadi perokok santun bukan sebuah hal yang hanya kita masing-masing lakukan, tapi juga perlu diberitahukan pada teman-teman perokok yang lain.
Di lingkungan pergaulan saya, teman-teman yang merokok kini sudah mulai memahami kalau merokok sambil berkendara, merokok di sembarang tempat, dan membuang puntung sembarangan adalah hal yang tidak boleh mereka lakukan. Padahal, semua hanya bermula dari sindiran saya kepada mereka saat melakukan semua hal tadi.
“Kalau mau berangkat abisin dulu rokoknya, jangan berkendara sambil sebats, kasian pengendara lain”
“Habis sebats rokoknya dibuang yang benar, jangan sembarangan, perilaku kayak gitu yang bikin perokok dimusuhin sama orang”
“Matiin dulu rokoknya, ada anak kecil tuh”
Tentu saja, ucapan belaka tidak akan berarti buat mereka. Namun, dengan mencontohkan laku hidup perokok santun kepada mereka, diiringi ajakan dan omongan agar mereka tidak melakukan hal-hal seperti di atas, seiring berjalannya waktu, mereka juga bakal memahami bahwa menjadi perokok santun adalah hal yang perlu mereka lakukan.
Sebagai sebuah upaya menjadi manusia yang seutuhnya di hadapan masyarakat, tanpa ada anggapan miring lagi kepada perokok.(*)
Penulis merupakan kontributor di Komunitas Kretek Indonesia.