PIRAMIDA.ID- Kearifan lokal yang tumbuh mengakar kuat di desa-desa adat di Batak terbukti mampu menjawab berbagai tantangan di masa pandemi COVID-19. Mulai dari sistem ketahanan pangan, ingatan kolektif yang diwariskan secara turun-temurun, hingga pada tuntunan bagaimana bersikap menghadapi situasi yang serba sulit.
Dalam hal ketahanan pangan, masyarakat adat Batak memiliki ‘senjata’ bernama Lumbung Jea.
Lumbung Jea adalah tempat penyimpanan cadangan pangan berupa beras yang digunakan untuk mengantisipasi musim paceklik. Selain itu, lumbung jea juga akan digunakan pada masa-masa sulit seperti halnya ketika pandemi sekarang ini.
Hal itu diungkapkan Manguji Nababan, perwakilan Desa Adat Batak dalam webinar Festival Kebudayaan Desa yang berlangsung pada Rabu (15/7/2020).
Menurut Manguji, masyarakat adat Batak secara umum sebenarnya tidak mengalami masalah soal ketahanan pangan. “Desa adat Batak dihuni masyarakat agraris, sehingga masalah ketahanan pangan tidak menjadi masalah,” katanya.
Lantaran kondisi itu pula, masyarakat adat Batak tidak mengalami tantangan soal pembatasan jarak.
“Itu terlaksana secara otomatis karena mereka kebanyakan di ladang masing-masing, jadi sistem kondisi desa yang agraris itu sudah menjadi sebuah pertahanan dalam mengantisipasi penyebaran virus,” tambahnya.
Ada lagi kearifan lokal lainnya yang diaplikasikan saat pandemi ini.
Yakni petuah yang mengajarkan mereka untuk hidup berhemat. Manguji mengilustrasikan dengan kalimat ‘lebih baik memakan tidak terlalu banyak tetepi tidak terputus stok makanan”.
Langkah-langkah yang mereka lakukan ini tak terlepas dari ingatan kolektif masyarakat tentang adanya wabah kolera tahun 1820. Kala itu, ratusan ribu orang meninggal akibat serangan wabah kolera yang beraal dari India kemudian menyebar ke berbagai negara di Asia, termasuk di antaranya menyerang wilayah Batak di Indonesia.
Ingatan kolektif masyarakat Batak tentang serangan wabah itu masih terjaga sampai sekarang. Sehingga mereka tahu benar apa yang harus dilakukan untuk memutus mata rantai penularan.
Misalkan dengan sistem isolasi mandiri, penjagaan di gerbang-gerbang desa untuk mendata pendatang, mengadakan penyuluhan bersama pemerintahan setempat serta memperkuat solideritas antar warga.
Dengan begitu, Manguji yakin bahwa tantangan dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini sudah menemukan jawabannya lewat berbagai tinggalan leluhur yang terjaga dari generasi ke generasi hingga sekarang. (*)
Sumber: Kongres Kebudayaan Desa.