Oleh: Alberto Nainggolan*
PIRAMIDA.ID- Baru saja kita memperingati Hari Pahlawan, adapun makna dari Hari Pahlawan adalah untuk mengenang dan menghormati perjuangan para pahlawan di masa lalu. Semangat juang tersebut membuat mereka mampu berperang mengusir penjajah.
Hari Pahlawan bermula dari pertempuran yang dahsyat di Surabaya pada tanggal 10 November 1945, pertempuran tersebut merupakan pertempuran yang paling sulit untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Pertempuran di Surabaya diawali pada 19 September 1965 ketika pasukan Belanda yang dipimpin oleh W.V.C.H. Ploegman mengibarkan bendera kebangsaan Belanda di atas Hotel Yamato.
Hal tersebut membuat kemarahan para pemuda dan bertindak menaiki Hotel Yamato dan merobek bendera Belanda yang kemudian tercetuslah pertempuran di mana-mana, dua tokoh pemuda Indonesia yang merobek warna biru pada Bendera Belanda dan mengibarkan bendera Merah Putih, yaitu Wibowo dan Hariyono.
Namun, terdapat versi lain yang diungkapkan oleh Kusno kepada Dewan Harian 45 Pusat di Jakarta pada 25 September 1980. Kusno Wibowo mengatakan, berdasarkan ingatannya, pemuda yang membantunya menurunkan dan merobek bendera Belanda bukanlah Hariyono, melainkan Abdul Aziz.
Pada 27 Oktober 1945, perwakilan Indonesia berunding dan berakhir ricuh karena Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dan dalam perkelahian tersebut W.V.C.H Ploegman tewas dicekik oleh Sidik.
Ultimatum Tentara Brinatia Raya(Inggris) dan Belanda
Sempat terjadi gencatan senjata pada 29 Oktober 1945 yang ditandatangani pihak Belanda, Inggris, dan Indonesia. Namun, gencatan senjata tak berlangsung lama. Akan tetapi keesokan harinya, bentrok kembali terjadi dan menyebabkan Brigadir Jenderal Mallaby tewas di dalam mobil yang ditumpanginya terkena lemparan granat.
Melalui Mayor Jendral Robert Mansergh, pengganti Mallabby, ia mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan rakyat Indonesia serta pimpinan harus meletakkan senjata dan menyerahkan diri batas ultimatum pukul 06.00 WIB,10 November 1945. Mendengarkan hal tersebut masyarakat Surabaya marah dan terjadilah pertempuran yang dahsyat.
Bukan hanya masyarakat Surabaya bantuan juga datang dari Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, dan Bali. Semangat dan keberanian masyarakat semakin berkobar setelah Bung Tomo berpidato, tokoh perjuangan yang menggerakan para Pejuang bukan hanya Bung Tomo melainkan, K.H. Hasyim Asyari, dan Wahab Hasbullah.
Lantas, bagaimana cara kita generasi milenial mengatasi tantangan dalam memaknai Hari Pahlawan?
Di era milenial ini, kita sebagai kaum milenial harus memaknai Hari Pahlawan, salah satu cara memaknai pahlawan ialah berjuang menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Berjuang yang dimaksud bukan harus berperang, memegang senjata, dan mengorbankan jiwa dan raga yang kita miliki.
Kata berjuang yang dimaksud di sini ialah, kita harus menjadi contoh yang baik di lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, bangsa dan negara.
Untuk menjadi contoh kita tidak perlu banyak berbicara, namun harus melaksanakannya untuk kepentingan bersama. Banyak sekali tantangan kaum milenial dalam memperingati Hari Pahlawan, baik itu karena malas dan ada juga yang ingin memperingatinya bersama dengan teman sekolah, teman lingkungan, dan teman organisasi, namun terkendala karena kesibukan maupun dilarang orang tua untuk keluar rumah.
Dalam kendala tersebut kita harus pintar dalam mengatur waktu, semua harus dimulai dari niat diri sendiri, jika halangan untuk menghadiri hari pahlawan dari orang tua kita harus mengetahui sejarah dan coba untuk mejelaskannya kepada ayah dan ibu.
Mintalah waktu kepada ayah dan ibu kita untuk menghadiri dan memperingati Hari Pahlawan bersama. Untuk menjaga persatuan dan bangsa kaum milenial (generasi muda)harus meneladani sikap para pahlawan bangsa dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya ialah menerapkan kebersamaan dan tanggung jawab.
Sekarang ini rasa kebersamaan apalagi tanggung jawab bisa dikatakan nyaris tidak ada karena para generasi muda lebih menuruti sikap egoisme nya sendiri. Sebagai manusia kita tidak boleh memiliki sikap egoisme, karena manusia tidak bisa hidup sendiri dalam menjalani kehidupan! Suatu saat pasti kita juga membutuhkan seseorang dalam kehidupan kita.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas HKBP Nommensen. Aktif sebagai anggota di PMKRI Pematang Siantar.
Mantap 👍