Oleh: Andreyan Putra*
PIRAMIDA.ID- Meningkatkan kesadaran hukum adalah hal yang sangat penting. Kesadaran hukum perlu ditanamkan pada diri masing-masing individu agar bisa terlaksananya kehidupan yang patuh terhadap hukum yang berlaku supaya bisa menciptakan kehidupan yang tentram dan damai di masyarakat.
Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai kesadaran seseorang atau suatu kelompok masyarakat kepada aturan-aturan atau hukum yang berlaku. Kesadaran hukum sangat diperlukan oleh suatu masyarakat. Hal ini bertujuan agar ketertiban, kedamaian, ketenteraman, dan keadilan dapat diwujudkan dalam pergaulan antar sesama. Tanpa memiliki kesadaran hukum yang tinggi, tujuan tersebut akan sangat sulit dicapai.
Kesadaran hukum perlu ditanamkan sejak dini yang berawal dari lingkungan keluarga, yaitu setiap anggota keluarga dapat melatih dirinya memahami hak-hak dan tanggung jawabnya terhadap keluarga, menghormati hak-hak anggota keluarga lain, dan menjalankan kewajibannya sebelum menuntut haknya.
Apabila hal ini dapat dilakukan, maka ia pun akan terbiasa menerapkan kesadaran yang telah dimilikinya dalam lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat dan bahkan negara.
Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum yang pertama adalah pengetahuan tentang kesadaran hukum. Peraturan dalam hukum harus disebarkan secara luas dan telah sah. Maka dengan sendirinya peraturan itu akan tersebar dan cepat diketahui oleh masyarakat.
Masyarakat yang melanggar belum tentu mereka melanggar hukum. Hal tersebut karena bisa jadi karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang kesadaran hukum dan peraturan yang berlaku dalam hukum itu sendiri.
Selain persoalan lemahnya hukum, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap perlindungan data pribadi juga menjadi faktor penambah luasnya penebaran “jaring” jebakan pinjol ilegal.
Sebagai pengamat keamanan siber, Alfons Tanujaya menilai kesadaran masyarakat di Indonesia tentang pentingnya menjaga data pribadi masih rendah. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kurangnya edukasi tentang pentingnya keamanan data pribadi.
Sebenarnya ada sejumlah aturan hukum yang dapat mengatasi dan memberikan keadilan bagi para korban pinjol. Ada Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang bertuliskan, “Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang bersangkutan, dan setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimanana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.”
Ada pula penjelasan yang sebenarnya telah melarang tindakan penyebaran data pribadi atau informasi elektronik milik orang lain dalam Pasal 32 UU ITE. Para penyebar data pribadi atau informasi elektronik dengan cara apa pun tanpa persetujuan pihak pemilik data adalah mereka yang tergolong melawan hukum.
Masalah mendasar maraknya pinjol ilegal adalah aturan hukum yang lemah dalam melindungi hak warga sebagal konsumen pinjol tersebut.
Beberapa di antaranya adalah mekanisme peminjaman yang begitu mudah tanpa assessment atau penilaian terhadap layak tidaknya seseorang melakukan pinjaman uang dan verifikasi yang memadai terhadap pengguna layanan ilegal tersebut. Selain itu, tidak ada perlindungan terhadap data pribadi pengguna.
Ciri-Ciri Pinjol Ilegal
Tidak terdaftar/berizin dari OJK, penawaran menggunakan SMS/WA. Bunga dan denda tinggi mencapai 1-4 persen per hari, biaya tambahan lainnya tinggi bisa mencapai 40 persen dari nilai pinjaman.
Jangka waktu pelunasan singkat tidak sesuai kesepakatan, meminta akses data pribadi seperti kontak, foto dan video, lokasi dan sejumlah data pribadi lainnya yang digunakan untuk meneror peminjam yang gagal bayar melakukan penagihan tidak beretika berupa teror, intimidasi dan pelecehan. Tidak memiliki layanan pengaduan dan identitas kantor yang jelas.
Modus Pinjol Ilegal
Modus penawaran melalui WA/SMS.
Para perusahaan pinjol biasanya akan membuat penawaran melalui SMS atau WA yang menggunakan nomor tidak dikenal. Penawaran mereka berbagai macam, salah satunya adalah mengklaim bahwa pengajuan pinjaman bisa dilakukan tanpa persyaratan apapun.
Padahal, fintech lending legal yang terdaftar dan berizin di OJK, dilarang menyampaikan penawaran melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan pengguna.
Modus Langsung Transfer ke Rekening Korban.
Pinjaman online ilegal biasanya langsung melakukan transfer sejumlah uang ke rekening korban, padahal korban tersebut tidak pernah meminjam dana pada pinjol ilegal yang melakukan transfer. Niat dibalik tindakan ini adalah agar perusahaan dapat meneror korban dan menagih denda apabila telah melebihi tempo.
Modus Mereplikasi Nama yang Mirip dengan Fintech Lending Legal
Biasanya mereka mengiklankan produknya dengan menggunakan nama yang hanya berbeda spasi, satu huruf, huruf besar/kecil mirip seperti fintech lending legal untuk mengelabui korban. Bahkan, banyak modus yang memasang logo OJK dalam iklannya untuk menipu calon korban.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji Prodi Sosiologi Angkatan 2020.